Jumat, 19 Juli 2013

PYPD - 34. BERTABARRUK DENGAN DARAH & AIR SENI RASULULLAH SAW *)



Oleh Sayyid Muhammad Alawi Al-Maliki



Bertabarruk Dengan Darah Rasulullah SAW 


Kisah Abdullah bin Zubair meminum darah Rasulullah saw. Rwiayat dari Amir bin Abdullah bin Zubair ra, bahwa ayahnya pernah datang menemui Rasulullah saw yang saat itu sedang berbekam. Setelah selesai dari berbekamnya, beliau saw bersabda : “Hai Abdullah! Pergilah dan buanglah darah ini di tempat yang sepi yang sekiranya tidak seorang pun melihatmu”. Berangkatlah ia ke suatu tempat sepi dan ketika tidak tampak dari pandangan beliau saw, ia minum darah tersebut, lalu ia kembali menemui beliau. Beliau saw bersabda: ”Apa yang telah  Anda lakukan dengan darah itu?” . Jawab Abdullah bin Zubair: “Sudah aku bawa ke tempat yang sepi yang sekiranya aku yakin tidak seorang pun yang melihatku”. Beliau saw berabda: “Barangkali darah itu Anda minum?”. “Benar, aku minum”, pengakuannya. Beliau saw bersabda: “Kenapa kau lakukan? Celakalah orang-orang yang meniru kelakuanmu, dan celakalah Anda yang meniru perbuatan mereka!”.

  Abu Musa Al-Asy’ary menjelaskan bahwa ‘Ashim pernah berkata, “Para sahabat mengetahui bahwa kekuatan yang ada pada diri Abdullah bin Zubair adalah berkat ia meminum darah Rasulullah saw”. Demikianlah yang dituturkan didalam kitab Al-Ishabah juz 2, hal. 310. Sementara Al-Hakim menuturkan riwayat tersebut didalam kitabnya pada juz 3, hal. 554. At-Thabrany juga demikian. Al-Haitsamy didalam kitabnya, juz 8, hal. 270 mengatakan: “Hadis ini diriyawatkan oleh At-Thabrany dan Al-Bazzar secara ringkas. Para perawi hadis Al-Bazzar adalah perawi  hadis shahih, kecuali Hunaid bin al-Qasim, akan tetapi ia seorang yang Tsiqah”. 

Menurut riwayat Abu Na’Imam didalam kitabnya, Al-Haliyyah, juz 1, hal. 32, dari Kisan, salah seorang pelayan Abdullah bin Zubair, bahwa Salman bermaksud datang ke rumah Rasulullah saw, di tengah jalan ia berpapasan dengan Ibnu Zubair yang membawa baskom dan meminum isinya. Selanjutnya Ibnu Zubair masuk ke rumah beliau saw, maka bersabda beliau : “Sudah Anda laksanakan!”. “Sudah”, jawabnya. Salman bertanya kepada beliau saw : “Apa yang sudah dilaksanakannya, wahai Rasulullah!”.Dia aku beri darah bekas bekamanku, agar di buang di tempat yang sepi”, jawab beliau. Salman mengatakan : “Lho, bekas darah bekaman tadi bukan dibuang, tapi justru ia minum! Demi Allah!”. Beliau saw bertanya kepada Abdullah bin Zubari : “Benarkah Anda meminumnya?”. “Benar, aku meminumnya”, jawabnya. “Kenapa Anda lakukan itu!” , tanya beliau. “Aku suka darah Rasulullah saw berada didalam perutku”, jawab Abdullah. Kemudian beliau saw bangkit dari tempat duduknya dan mengelus-elus kepala Abdullah dengan tangannya yang mulia seraya bersabda : “Celaka Anda yang meniru-niru kelakuan orang-orang, dan celakalah mereka yang meniru-niru perbuatan Anda. Api neraka tidak akan menyentuh Anda”.

Riwayat lainnya menuturkan bahwa Abdullah bin Zubair sewaktu selesai meminumnya, Rasulullah saw bersabda kepadanya : “Apa sebenarnya yang mendorong Anda melakukannya?”. Dia jawab, “Saya tahu bahwa darah engkau tidak akan tersentuh api neraka jahannam. Karenanya, aku minum saja darah engkau”. Beliau saw  berkomentar : “Celaka Anda yang meniru perbuatan orang-orang”.

Menurut Ad-Dainury, didalam riwayat dari Asma’ binti Abu Bakar ra terdapat teks hadis yang berbunyi : “Api tidak akan menyentuhmu”. Dan didalam kitab Al-Jauhar al-Maknun fi Dzikr al-Qabail wal Buthun, dituturkan bahwa setelah Abdullah bin Zubair meminum darah Rasulullah saw, mulutnya berbau harum seperti minyak misik, dan bau itu tetap semerbak didalam mulutnya  sampai meninggalnya. Demikianlah yang dijelaskan al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalany didalam kitabnya,  Al-Mawahib al-Laduniyyah.

 Kisah Sufainah. Ia adalah seorang pelayan Rasulullah saw. At-Thabrany mengetengahkan riwayat dari Sufainah, bahwa Rasulullah saw berbekam, kemudian menyuruh Sufainah : “Ambillah darah ini dan tanamlah, agar darah ini tidak diminum lalat, burung atau manusia!”. Setelah darah tersebut ia baw pergi, lalu ia minum sendiri. Selanjutnya ia menceritakan perbuatannya itu kepada beliau saw dan beliau tertawa. Riwayat ini dinukil oleh Al-Haitsamy didalam kitabnya, juz 8, hal. 280, disertai komentar : “Para perawi hadis At-Thabrany Tsiqah semua”.

Kisah Malik bin Sinan. Didalam kitab Sunan Sa’id bin Manshur, dari jalan ‘Amr bin as-Saib. Dituturkan bahwa Malik bin Sinan, ayahnya Abu Sa’id al-Khudry, pernah menyedot darah dari wajah Rasulullah saw yang mengalami luka pada perang Uhud, sampai bagian yang terluka terlihat berwarna keputih-putihan. Beliau saw memerintahkan ia agar memuntahkan darah yang ia sedot itu, namun ia justru menjawab : “Tidak akan aku muntahkan selamanya!”, lalu ia telan saja darah itu kedalam perutnya. Beliau saw bersabda: “Barangsiapa yang ingin melihat calon penghuni surga, pandanglah orang ini!”. Tak lama kemudian, Malik bin Sinan gugur di tengah berkecamuknya perang Uhud sebagai syuhada’.

At-Thabrany juga meriwayatkan riwayat di atas, hanya saja ada tambahan teks hadis : “Barangsiapa yang mencampur darahku dengan darahnya, maka ia tidak akan tersentuh api neraka”. Al-Haitsamy berkomentar : “Aku tidak melihat seorang pun didalam isnad-nya yang bersepakat menganggap riwayat itu dha’if”.

Demikian pula Sa’id bin Manshur juga meriwayatkan hadis, bahwa Rasulullah saw bersabda : “Barangsiapa yang ingin memandang orang yang telah mencampur darahku dengan darahnya, maka pandanglah Malik bin Sinan”.

Kisah Seorang Budak milik orang quraisy. Ibnu Hibban didalam kitabnya, Adh-Dhu’afa’, menuturkan suatu riwayat dari Abbas bin Abdulmuthalib ra, bahwa ada seorang budak milik orang Quraisy yang sedangmembekam Rasulullah saw. Setelah selesai, ia mengambil darah beliau dan membawanya pergi ke kebun. Setelah merasa tidak ada seorang pun yang melihatnya, ia lalu meminumnya sampai habis. Kemudian ia kembali ke tempat semula sambil memandangi wajah beliau saw. Beliau bersabda : “Celaka, apa yang baru saja Anda lakukan dengan darah itu?”. Aku sembunyikan di balik tembok”, jawabnya. Sekali lagi beliau saw bertanya : “Di mana Anda sembunyikan?”. Dia secara jujur menjelaskan : “Wahai Rasulullah saw! Akuhirup  darahmu dan aku tumpahkan kedalam bumi, yakni kedalam perutku ini”. Kemudian beliau saw bersabda : “Pergilah. Dirimu akan terpelihara dari neraka!”. Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalany juga menuturkan riwayat tersebut didalam kitabnya, Al-Mawahib al-Laduniyyah.




Bertabarruk Dengan Air Seni Rasulullah SAW



Kisah dari Barkah ra, seorang pelayan Ummu Habibah ra. Ibnu Hajar Al-Asqalany menuturkan bahwa Abdurrazzaq meriwayatkan suatu hadis dari Ibnu Juraij yang menjelaskan bahwa Rasulullah saw pernah membuang air seninya didalam sebuah gelas logam, lalu beliau sembunyikan di bawah kolong tempat tidurnya, dan terus keluar rumah. Tak lama kemudian beliau saw kembali ke tempat semula, dan ternyata gelas tadi tidak ada di tempat. Beliau saw kemudian bertanya kepada Barkah, pelayan Ummu Habibah yang baru saja datang dari Habasayah bersamanya : “Tahukah kamu, dimana gelas berisi air seniku yang aku sembunyikan di bawah kolong tempat tidur?”. Sudah aku minum!”, jawabnya. Rasulullah saw lalu bersabda kepadanya : “Semoga kamu sehart, wahai Ummu Yusuf”. Ummu Yusuf adalah nama panggilan Barkah. Sepanjang hidupnya, ia memang tidak pernah sakit, kecuali sakit beberapa saat menjelang wafatnya. (Lihat kitab At-Talkhish al-Kabir fi takhrij Ahadits ar-Rafi’iy al-Kabir, juz 1, hal. 32  dan kitab Syarh as-Suyuthy ‘ala Sunan an-Nasa’iy, juz 1, hal. 32).

Kisah Ummu Aiman ra. Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalany didalam kitabnya, Al-Mawahib al-Laduniyyah, menuliskan bahwa Al-Hasan bin Sufyan didalam Musnad-nya; Al-Hakim ; ad-Daruquthny; At-Thabrany dan Abu Naim meriwayatkan suatu hadis dari Abu Malik an-Nakha’iy, dari Al-Aswad, dari Ummu Aimah, bahwa ia bercerita : “Pada suatu malam, Rasulullah saw bangun dari tempat tidurnya menuju ke samping rumah, lalu membuang air kecilnya di dalam sebuah gerabah atau tembikar. Tak lama kemudian, aku pun bangun dari tidurku dalam keadaan sangat haus, lalu aku minum saja air yang ada di gerabah tersebut. Aku tidak merasa bahwa yang baru saja aku minum tadi adalah air seni beliau saw dan aku baru sadar kalau yang aku minum itu air seni setelah pagi hari beliau saw  memerintahkan aku : “Hai Ummu Aiman! Tolong buangkan air seniku yang ada didalam gerabah itu”. Langsung aku jawab: “Wahai Rasulullah! Demi Allah. Air itu sudah aku minum tadi malam”. Beliau saw lantas tertawa sampai gigi gerahamnya terlihat, terus bersabda : “Demi Allah! Perutmu mulai saat ini tidak akan pernah sakit”.

Kisah Sarah,  pelayan Ummu Salamah ra. At-Thabrany mengetengahkan hadis dari Hakimah binti Umaimah ra, bahwa ibunya pernah bercerita : “Rasulullah saw memiliki gelas terbuat dari perak. Pada suatu hari, beliau saw membuang air seninya didalam gelas tersebut, lalu beliau letakkan di bawah kolong tempat tidurnya (dan keluar rumah). Pada suatu ketika, beliau saw mencari gelas tersebut, namun tidak ditemukannya, kemudian bertanya kepada orang yang di situ : “Di mana gelas yang aku letakkan di bawah tempat tidurku?”. Mereka jawab : “Isinya diminum Sarah, pelayan Ummu Salamah yang baru saja datang dari Habasyah bersamanya”. Beliau saw bersabda : “Dia menar-benar terhalang dari tirai yang sangat kuat dari api neraka”.  Al-Haitsamy didalam bukunya pada juz 8, hal. 271 berkomentar : “Para perawi hadis tersebut adalah perawi hadis shahih, selain Abdullah bin Ahmad bin Hambal. Sementara Hakimah adalah seorang yang Tsiqah”.




Komentar Para Ulama

 a). Imam Muhyiddin an-Nawawy didalam kitab Syarh Al-Muhadz-dzab berkomentar : “Orang yang menganggap sucinya darah dan air seni Rasulullah saw beralasan dengan hadis yang disebutkan di muka, bahwa Abu Thayyibah al-Hijam membekam Rasulullah saw, kemudian darahnya ia minum. Beliau saw ternyata tidak mengingkari perbuatan Abu Thayyibah. Demikian pula seorang wanita yang pernah meminum air seni beliau saw, dan beliau saw tidak mengingkarinya. Riwayat Abu Thayyibah bernilai Dha’if, sementara hadis mengenai meminum air seni bernilai shahih seperti yang dijelaskan oleh ad-Daruquthny : “Hadis ini Hasan Shahih”. Kisah tentang sucinya darah dan air seni beliau saw ini dapat dijadikan sebagai dalil untuk mengkiaskan apa saja  yang keluar dari tubuh beliau saw.


b). Imam Badruddin Al-‘Ainy, pensyarah kitab Shahih Al-Bukhary, didalam kitabnya yang sangat terkenal  ’Umdatul Qary”, juz 2, hal. 35 berkomentar : “Adapun mengenai rambut Rasulullah saw yang dimuliakan dan diagung-agungkan itu adalah keluar dari isi kandungan hadis ini”.

Perlu kami sebutkan di sini tentang pendapatnya Al-Mawardy mengenai rambut Rasulullah saw: “Pendapat yang benar adalah memastikan tentang kesuciannya. Ini menunjukkan bahwa para ulama ada yang memiliki pendapat selain itu”. Na’udzu billahi min dzalik.

Badruddin Al-‘Ainy menegaskan lagi, banyak hadis-hadis yang menuturkan bahwa sekelompok sahabat meminum darah Rasulullah saw, di antaranya adalah Abdullah bin Zubair dan Abu Thayyibah al-Hijam, seorang pelayan orang Quraisy. Selain itu telah diriwayatkan bahwa Ummu Aiman pernah meminum air seni Rasulullah saw (HR Al-Hakim, At-Thabrany dan Abu Naim), juga sayyidina Ali pernah meminum air seni beliau saw. Sementara itu, At-Thabrany menuturkan suatu riwayat didalam kitabnya, Al-Ausath, yang menjelaskan bahwa Salma, isterinya Abu Rafi’, pernah meminum sebagian sisa air seni beliau saw, kemudian beliau bersabda : “Semoga Allah swt mengharamkan badanmu dari api neraka”.

    c). Ibnu Hajar Al-Asqalany didalam kitabnya, Al-Mawahib al-Laduniyyah, mengomentari pendapatnya Imam An-Nawawy dari Al-Qadhy Husain : “Pendapat yang benar adalah kepastian sucinya seluruh apa saja yang keluar dari tubuh Rasulullah saw. Hal ini persis sama dengan pendapat Abu Hanifah yang dituturkan oleh Badruddin Al-‘Ainy”. Ibnu Hajar Al-Asqalany mengatakan lagi : “Cukup banyak dalil-dalil yang menunjukkan kesucian apa saja yang keluar dari tubuh Rasulullah saw. Bahkan para Imam Hadis menganggapnya sebagai salah satu kekhususan beliau saw”.


========================================

*) Sumber : Diambil dari salah satu bagian dari kitab :
Judul Asli
: مفـاهـيم يجب أن تـصحح
Penulis
: Prof. DR. Sayyid Muhammad Alawi Al-Maliki
Alih Bahasa
: Achmad Suchaimi
Judul Terjemahan
: Pemahaman Yang Perlu Diluruskan (PYPD)

PYPD - 36. BERTABRRUK DENGAN BENDA PETILASAN ROSULULLOH SAW *)



Oleh Sayyid Muhammad Alawi Al-Maliki


1.   BERTABARRUK DENGAN TEMPAT YANG DIPAKAI SHALAT RASULULLAH SAW

Riwayat dari Nafi’, bahwa Ibnu Umar pernah menuturkan, bahwa Rasulullah saw pernah melakukan shalat di suatu masjid kecil, bukan masjid yang berada di Syaraf ar-Rauha. Kepada Nafi’, Ibnu Umar berkata : “Masjid itu bisa kamu lihat, tepatnya di sebelah kananmu sewaktu kamu berdiri hendak shalat. Jarak antara masjid itu dengan masjid yang besar kurang lebih sejauh lemparan batu”. (HR Bukhary)


2.   BERTABARRUK DENGAN WADAH YANG TERSENTUH MULUT  RASULULLAH SAW

Imam Ahmad bin Hambal dan selainnya meriwayatkan hadis dari Anas bin Malik ra, bahwa Rasulullah saw pernah mengunjungi rumah Ummu Sulaim, ibunya. Di rumah itu tergantung Qirbah, wadah air dari kulit kambing. Beliau saw pernah minum air dari mulut Qirbah tersebut. Selanjutnya beliau saw tidur. “Ibuku, Ummu Sulaim ra, memotong mulut Qirbah, sementara Rasulullah saw masih berada di rumah kami”, cerita Anas bin Malik ra.

Pelajaran yang dapat kita ambil dari kisah di atas adalah bahwa Ummu Sulaim ra memotong mulut Qirbah yang pernah tersentuh mulut Rasulullah saw, lalu disimpannya secara baik di rumahnya, merupakan bentuk Tabarruk pada benda bekas peninggalan Rasulullah saw.

Hadis di atas diriwayatkan oleh At-Thabrany. Didalamnya terdapat seorang rawi yang bernama Al-Barra’ bin Zaid, dimana Abdul Karim Al-Jauzy meriwayatkan hadis dari dia seorang. Imam Ahmad bin Hambal tidak memandangnya sebagai hadis Dha’if. Sementara para perawi lainnya adalah perawi hadis shahih.

      
3. BERTABARRUK DENGAN MENCIUM TANGAN ORANG YANG TERSENTUH RASULULLAH SAW

Riwayat dari Yahya bin Al-Haris adz-Dzimary, ia bercerita : “Aku bertemu Watsilah bin Al-Asqa’. Aku bertanya kepadanya : ‘Apakah kamu ikut berbai’at kepada Rasulullah saw dengan tanganmu ini?”. (Maksudnya: berjabat tangan langsung dengan beliau saw). “Benar”, jawabnya. Aku bilang: “Ulurkan tanganmu untuk aku cium”. Kemudian ia ulurkan tangannya dan aku ciumi tangannya itu”.

Al-Haitsamy berkomentar, bahwa didalam hadis tersebut terdapat  seorang rawi yang bernama Abdul Malik al-Qariy yang tidak diketahui pribadinya. Namun para perawi lainnya Tsiqah.

Bukhary mengetengahkan suatu riwayat didalam kitabnya, pada judul Al-Adab, hal. 144, yang bersumber dari Jad’an, bahwa Tsabit Al-Banany pernah bertanya kepada Anas bin Malik ra : “Apakah Anda menyentuh Rasulullah saw dengan tanganmu ini?”. Benar!”, jawab Anas bin Malik ra. Kemudian Tsabit mencium tangannya.

Imam Bukhary dalam kitab dan bab yang sama dengan di atas mengetengahkan riwayat dari Shuhaib, ia mengatakan bahwa dirinya pernah melihat Ali bin Abi Thalib mencium tangan dan kedua kaki Abbas ra.


4.   BERTABARRUK DENGAN BAJU JUBAH RASULULLAH SAW

Riwayat dari Asma’ binti Abu Bakar ra, bahwa ia pernah mengeluarkan jubah Thayalisah, pakaian kebesaran Raja Persia. Pada bagian dadanya ada dua lipatan yang membalutnya berlapiskan sutera mewah. Dia bilang : “Ini adalah baju jubah yang pernah dipakai Rasulullah saw, kemudian disimpan ‘Aisyah ra. Setelah dia wafat, jubah ini aku simpan di rumahku. Aku mencucinya (mencelupnya kedalam air) untuk keperluan mengobati orang yang sakit”. (HR Imam Muslim didalam kitab di bawah judul Al-Libas waz-Zinah, pada juz 3, hal. 130).


5.   BERTABARRUK DENGAN GELAS RASULULLAH SAW

Riwayat dari Abu Burdah, bahwa dia menceritakan dirinya: “Aku mengunjungi kota Madinah. Abdullah bin Salam menemuiku sambil berkata: ‘Mampirlah ke rumahku. Anda akan aku beri minum dengan memakai gelas yang pernah dipakai Rasulullah saw minum dan Anda dapat melakukan shalat di masjid  yang pernah beliau saw tempati shalat’. Aku pun mengiayakan lalu berangkat ke rumahnya, dan di sana aku disuguhi minum dengan gelas tersebut, beberapa butir kurma dan diajak shalat di masjid tersebut.” (HR Bukhary didalam kitab Shahih-nya di bawah judul Al-I’tisham bil-Kitab was-Sunnah).


6. BERTABARRUK DENGAN TEMPAT YANG PERNAH DIINJAK KAKI RASULULLAH SAW

Dijelaskan didalam sebuah riwayat yang bersumber dari Abu Mujlas, bahwa Abu Musa al-Asy’ary, di tengah perjalanannya antara Makkah dan Madinah, meng-Qashar shalat isyak, lalu diteruskan dengan shalat sunnah witir satu rekaat. Di tengah bacaan shalatnya, setelah bacaan surat Al-Fatihah, dia membaca surat An-Nisa’ seratus ayat. Selesai shalat, dia berkata : “Aku tidak lupa meletakkan kedua telapak kakiku pada tempat yang pernah diinjak Rasulullah saw dan aku membaca surat serta ayat yang pernah dibaca beliau saw di tempat ini”. (HR An-Nasaiy, 3/243).


7. BERTABARRUK DENGAN MIMBAR RASULULLAH SAW

Al-Qadhi ‘Iyadh mengemukakan suatu riwayat, bahwa Ibnu Umar ra pernah meletakkan tangannya di atas tempat duduk mimbar Rasulullah saw, lalu dia usapkan ke wajahnya. Sementara riwayat dari Abu Qusaith dan Al-Utba menjelaskan bahwa para sahabat Rasulullah saw, bila Masjid Nabawi sudah sepi, mereka sama  mengusap Rumanah (Tiang kayu berbentuk bulat di atas mimbar, tempat pegangan sewaktu berkhutbah) di atas mimbar beliau saw. Kemudian mereka menghadap ke arah kiblat untuk berdoa. (Bersumber dari kitab Asy-Syifa’, karya al-Qadhy ‘Iyadh).

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah juga meriwayatkan dari Imam Ahmad bin Hambal, bahwa dia memperbolehkan mengusap mimbar Rasulullah saw dan Rumanah yang ada di atasnya. Ibnu Taimiyah menuturkan lagi, bahwa Ibnu Umar ra, Sa’id bin al-Musayyab dan Yahya bin Sa’id (salah seorang ahli fiqih di Madinah saat itu), mereka bertiga pernah melakukan yang demikian itu. (Iqtidha’ as-Shirath al-Mustaqim, hal. 367) 



========================================
*) Sumber : Diambil dari salah satu bagian dari kitab :
Judul Asli
: مفـاهـيم يجب أن تـصحح
Penulis
: Prof. DR. Sayyid Muhammad Alawi Al-Maliki
Alih Bahasa
: Achmad Suchaimi
Judul Terjemahan
: Pemahaman Yang Perlu Diluruskan (PYPD)



PYPD - 37. BERTABARRUK DENGAN PETILASAN PARA NABI DAN KAUM SHALIHIN *)







Diriwayatkan dari Nafi’, bahwa Ibnu Umar ra pernah bercerita : “Sesungguhnya para sahabat bersama-sama dengan Rasulullah saw berhenti dari perjalanannya dan turun untuk singgah di desa Hijir, bekas wilayah negeri kaum Tsamud. Mereka meminum air dari beberapa sumur yang tersebar di situ dan membuat adonan roti dengan campuran air dari sumur tersebut. Beberapa saat kemudian, Rasulullah saw memerintahkan mereka agar menumpahkan air-air yang akan diminum dan memberikan adonan roti yang sudah mereka buat kepada onta-onta mereka. Selanjutnya beliau saw memerintahkan mereka agar hanya meminum air yang berasal dari salah satu sumur yang airnya tidak mau diminum onta betina. (HR Muslim didalam kitabnya di bawah judul Kitabuz Zuhud, bab : An-Nahyu ‘an ad-Dukhul ‘ala Ahli al-Hijr).

Imam an-Nawawi didalam kitabnya, Syarh Shahih Muslim, juz 8, hal. 118 menjelaskan bahwa hadis tersebut mengandung pelajaran tentang bolehnya Bertabarruk dengan petilasan atau bekas peninggalan kaum shalihin.



BERTABRRUK DENGAN TABUT.

Allah swt menjelaskan didalam Al-Qur’an tentang keutamaan Tabut :

وَقَالَ لَهُمْ نَبِيُّهُمْ إِنَّ ءَايَةَ مُلْكِهِ أَنْ يَأْتِيَكُمُ التَّابُوتُ فِيهِ سَكِينَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَبَقِيَّةٌ مِمَّا تَرَكَ ءَالُ مُوسَى وَءَالُ هَارُونَ تَحْمِلُهُ الْمَلَائِكَةُ

Dan Nabi mereka mengatakan kepada mereka: "Sesungguhnya tanda ia akan menjadi raja, ialah kembalinya tabut kepadamu, di dalamnya terdapat ketenangan dari Tuhanmu dan sisa dari peninggalan keluarga Musa dan keluarga Harun; tabut itu dibawa oleh Malaikat.”  (QS Al-Baqarah,[2] : 248)

Tabut ini pada awalnya berada didalam kekuasaan Bani Israil. Dengan keberkahan Tabut ini mereka selalu mendapatkan kemenangan dan pertolongan Allah swt setiap kali berperang. Mereka bertawassul kepada Allah swt dengan perantaraan bekas barang peninggalan Nabi Musa dan Harun yang tersimpan didalam sebuah kotak yang disebut Tabut. Bertabarruk dengan barang berbentuk Tabut inilah yang kami maksudkan di sini.

Allah swt menjelaskan isi barang yang ada didalam Tabut : “…dan sisa peninggalan keluarga Musa dan Harun…” (QS Al-Baqarah,[2] : 248). Isinya adalah berupa  tongkat Nabi Musa, beberapa lembar pakaian Nabi Musa dan Harun, sepasang sandal Nabi Musa, beberapa lembar kitab Taurat dan baskom (bak cuci tangan). Demikianlah menurut penuturan sebagian mufassir seperti Ibnu Katsir, al-Qurthuby, As-Suyuthy dan ahli sejarah At-Thabary.

Dalam persoalan ini terkandung pelajaran yang cukup banyak, diantaranya ajaran tentang tawassul dengan perantaraan petilasan atau barang peninggalan kaum shalihin, memelihara kelestarian benda bekas peninggalan sejarah masa lalu, dan ajaran ber-tabrruk pada benda-benda peninggalan sejarah kaum shalihin masa lalu.


BERTABARRUK DENGAN MASJID AL-‘USYAR.

Riwayat dari Shalih bin Dirham, bahwa ia bercerita : “Kami pergi melakukan ibadah haji ke Makkah, lalu ada seseorang yang bilang kepada kami : ‘Jika lewat jalan di sisimu, apakah di sana ada desa yang namanya Al-Ibillah ?’. Benar’, jawabku. Orang itu mengatakan : ‘Siapa di antara kalian yang mau ikut mengantar aku ke sana, untuk melakukan shalat sunnah dua rekaat atau empat rekaat di masjid Al-‘Usyar ?  Karena Abu Hurairah ra pernah menuturkan hadis, bahwa Rasulullah saw bersabda : “Sesungguhnya  Allah swt membangkitkan para syuhada’ pada hari kiamat nanti adalah dimulai dari masjid al-‘Usyar. Selain mereka tidak ada yang dibangkitkan bersama-sama dengan para syuhada’ Badar”. (HR Abu Dawud).

Seorang tokoh besar dalam ilmu hadis, syaikh Abu ath-Thayyib, seorang penulis kitab ‘Aunul Ma’bud, mengatakan : “Masjid al-‘Usyar adalah masjid yang cukup terkenal. Orang-orang sama bertabarruk dengannya, dengan cara melakukan shalat sunnah didalamnya”. (‘Aunul Ma’bud, juz 11, hal. 422).


==============================================

*) Sumber : Diambil dari salah satu bagian dari kitab :
Judul Asli
: مفـاهـيم يجب أن تـصحح
Penulis
: Prof. DR. Sayyid Muhammad Alawi Al-Maliki
Alih Bahasa
: Achmad Suchaimi
Judul Terjemahan
: Pemahaman Yang Perlu Diluruskan (PYPD)

PYPD - 35. BERTABARRUK DENGAN MAKAM ROSULULLAOH SAW *)








Oleh Sayyid Muhammad Alawi Al-Maliki



Beberapa saat menjelang wafatnya, Umar bin Khatthab ra mengutus puteranya, Abdullah : “Temuilah Ummul Mukminin Aisyah ra dan sampaikan salam Umar kepadanya, jangan kamu katakan salam dari Amirul Mukminin. Karena hari ini aku mengutusmu bukan atas nama Amirul mukminin (tetapi atas nama pribadi). Kemudian katakan kepadanya, bahwa Umar bin Khatthab memohon izin agar jenazahnya nanti dikuburkan di samping makam kedua sahabatnya”.

Abdullah bin Umar melaksanakan apa yang diperintahkan ayahnya itu. Sesampainya di rumah Aisyah ra, ia memohon diperbolehkan masuk ke rumahnya seraya mengucapkan salam. Setelah masuk, ia menyaksikan Aisyah sedang menangis dan beberapa saat setelahnya ia berkata kepadanya: “Umar bin Khatthab ra mengirimkan salam untukmu dan memohon kepadamu agar dipersolehkan jenazahnya nanti dikuburkan di samping makam kedua sahabatnya”. Jawab Aisyah : “Sebenarnya aku sendiri juga menginginkan dikuburkan di tempat ini. Sesungguhnya pada hari ini aku utamakan diriku sendiri”.

Abdullah bin Umar selanjutnya mohon diri dan kembali pulang menemui ayahnya. Seorang pelayan memberitahukan kedatangannya kepada Umar bin Khatthab ra. Umar meminta agar dirinya dibangunkan dan disandarkan kepada puteranya seraya berkata : “Apa jawaban yang kamu dapatkan darinya?”. Abdullah bilang : “Seperti yang engkau harapkan, wahai Amirul Mukminin! Dia mengizinkan engkau”. Umar berkomentar : “Alhamdulillah! Tiada sesuatu yang lebih penting bagiku selain ini (yakni dikuburkan di samping makam kedua sahabatnya, Rasulullah saw dan Abu Bakar). Jika nanti aku wafat, bawalah jenazahku ke sana. Ucapkanlah salam kepada Aisyah dan katakan sekali lagi bahwa Umar meminta izin agar dikuburkan di samping makam kedua sahabatnya. Jika dia mengizinkan, lalu kuburkan jenazahku di situ. Namun jika ia tidak mengizinkannya, maka bawalah jenazahku untuk dikuburkan di pekuburan kaum muslimin”.

Riwayat yang cukup panjang tersebut diketengahkan oleh Imam Bukhary didalam kitabnya di bawah judul Al-Janaiz, pada bab Ma ja-a fi Qabri an-Nabiy saw, dan disebutkan didalam kitab Fadhailus Shahabah pada bab Qishshah al-Badi’ah.

Komentar Adz-Dzahabi tentang bertabarruk dengan makam Rasulullah saw. Al-Imam Syamsuddin Muhammad bin Ahmad Adz-Dzahabi mengetengahkan riwayat yang diperolehnya dari Ahmad bin Abdul Mun’Imam dan seterusnya sampai kepada Abdullah bin Umar ra, yang menjelaskan bahwa Abdullah bin Umar membenci dan tidak menyukai mengusap makam Rasulullah saw.

Menurut Adz-Dzahabi, hal ini disebabkan bahwa mengusap makam beliau saw adalah perbuatan Su-ul Adab (tidak sopan) kepada beliau saw. Imam Ahmad bin Hambal pernah ditanya orang mengenai hukum mengusap, menyentuh dan mencium makam beliau saw, lalu dijawabnya “tidak mengapa”. Jawabannya ini dituturkan sendiri oleh puteranya, yakni Abdullah bin Ahmad bin Hambal.

Jika ada orang yang mengatakan: “Kenapa para sahabat tidak melakukan seperti itu?”. Jawabnya: “Karena mereka menyaksikan sendiri kehidupan Rasulullah saw, bersuka cita dan bergembira bersama beliau saw. Mereka mencium tangannya dan hampir seperti orang bertarung sesama teman demi memperebutkan sisa air wudhunya serta meminta bagian rambutnya pada saat Haji Akbar. Bila beliau saw berdahak, tangan mereka mendahinya lalu diusapkan ke wajah dan sekujur tubuh. Dan kita, yang hidup tidak sejaman beliau saw,  tidak dapat melakukan seperti yang dilakukan oleh para sahabat tersebut, sehingga kita cukup mendatangi makam beliau saw, memeluknya, mengusap dan menciumnya.

Anda tentu tahu apa yang dilakukan oleh Tsabit al-Banany yang mencium tangan Anas bin Malik ra dan mengusapkannya ke wajah, hanya dikarenakan tangan Anas pernah bersentuhan langsung dengan tangan Rasulullah saw. Perbuatan yang demikian ini hanya akan dilakukan oleh orang yang memiliki kecintaan yang begitu mendalam kepada beliau saw. Apalagi setelah ada perintah dari agama  agar selalu mencintai Allah swt dan Rasul-Nya melebihi kecintaannya kepada dirinya sendiri, anak-anaknya, keluarganya, harta bendanya dan melebihi kecintaannya kepada surga beserta kenikmatan didalamnya, serta juga diperintahkan untuk mencintai Abu Bakar ash-Shiddiq ra dan Umar bin Khatthab ra melebihi kecintaannya kepada dirinya sendiri.

Kisah Jundar. Sewaktu  berada di puncak bukit Baqa’, ia mendengar seseorang yang sedang mencaci maki sahabat Abu Bakar ash-Shiddiq. Tanpa pikir panjang ia cabut pedangnya lalu menebas leher orang itu. Namun, sekiranya ia mendengar seseorang yang mencaci maki dirinya atau ayahnya, tentu ia tidak akan merasa tercemar namanya dan tidak akan melakukan perbuatan seperti yang ia lakukan kepada orang yang mencaci maki Abu Bakar tersebut.

Anda tentu tahu, betapa kecintaan para sahabat yang begitu mendalam kepada Rasulullah saw. Beliau saw pernah ditanya : “Apakah perbuatan seperti ini berarti kami telah bersembah sujud kepada engkau?”. Beliau jawab : “Oh, tidak!”. Seandainya mereka diperbolehkan sujud kepada beliau saw, itupun terbatas sebagai rasa penghormatan atau sopan santun kepada beliau saw, bukan sujud sebagai betuk penyembahan kepada beliau saw. Sebagaimana hal ini pernah dilakukan oleh saudara-saudara Nabi Yusuf  as kepada dirinya.

 Demikian pula terhadap pemahaman “Sujud” yang dilakukan seorang muslim di atas makam Rasulullah saw, merupakan wujud rasa penghormatannya kepada penguhuni makam tersebut, yakni Rasulullah saw. Bukan sujud dalam pengertian “menyembah” beliau saw dan makamnya.  Yang prinsip, orang yang melakukan perbuatan seperti itu tidak boleh dihukumi Kafir, ia hanyalah sekedar melakukan perbuatan Maksiat. Karena melakukan sujud di depan makam merupakan perbuatan haram, sama haramnya dengan melakukan shalat di atas makam.  ( Dinukil dan disadur dari kitab Mu’jam asy-Syuyukh, juz 1, hal. 73-74, tulisan Adz-Dzahaby).

==============================================

*) Sumber : Diambil dari salah satu bagian dari kitab :
Judul Asli
: مفـاهـيم يجب أن تـصحح
Penulis
: Prof. DR. Sayyid Muhammad Alawi Al-Maliki
Alih Bahasa
: Achmad Suchaimi
Judul Terjemahan
: Pemahaman Yang Perlu Diluruskan (PYPD)