Prof. DR. Sayyid Muhammad Alawi Abbas Al-Maliki |
Mengenai kedudukan rasulullah saw, kita berkeyakinan bahwa beliau saw adalah seorang manusia. Apa yang berlaku bagi manusia, juga berlaku bagi beliau, seperti bekerja mencari harta, tertimpa suatu penyakit yang tidak mengurangi derajat dan kedudukan kenabiannya, makan, minum, berkeluarga dan lain-lain.
Beliau saw adalah seorang hamba Allah swt yang tidak memiliki hak untuk memberi syafaat, menolak madharat dan mendatangkan manfaat, memberi hidup dan mati serta membangkitkan dari kematian, kecuali apa yang dikehendaki Allah swt. Allah swt berfirman
قُلْ لَا أَمْلِكُ لِنَفْسِي نَفْعًا وَلَا ضَرًّا إِلَّا مَا شَاءَ اللَّهُ وَلَوْ كُنْتُ أَعْلَمُ الْغَيْبَ لَاسْتَكْثَرْتُ مِنَ الْخَيْرِ وَمَا مَسَّنِيَ السُّوءُ إِنْ أَنَا إِلَّا نَذِيرٌ وَبَشِيرٌ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ
” Katakanlah: "Aku tidak berkuasa menarik kemanfa`atan bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman". (QS Al-A’raf,[7]:188)
Rasulullah saw telah menunaikah Risalahnya, menyampaikan amanat, menasehati umatnya, menghilangkan kesusahan dan berjihad fi sabilillah sampai ajal menjemput beliau, kemudian berpindah kehidupan di sisi Allah swt dalam keadaan puas, tenang dan diridhai. Allah swt berfirman :
إِنَّكَ مَيِّتٌ وَإِنَّهُمْ مَيِّتُونَ (سورة الزمر)
“Sesungguhnya kamu akan mati dan sesungguhnya mereka ak0an mati (pula).” (QS Az-Zumar, [39] : 30).
KEHAMBAAN merupakan sifat termulia beliau saw. Beliau lebih bangga menyebut dirinya sebagai seorang hamba sebagaimana sabdanya, “إِنــَّـمَـا اَنــَـا عَـبـْـدٌ : "Saya hanyalah seorang hamba”).
Dan Allah swt sendiri menempatkan kehambaan beliau pada kedudukan yang tinggi, sebagaimana yang disinggung dalam QS Al-Isra’,[17] : 1
سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ (سورة الاسراء)
“Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya “
Dan juga pada surat al-Jin,[72] : 19
وَأَنَّهُ لَمَّا قَامَ عَبْدُ
اللَّهِ يَدْعُوهُ كَادُوا يَكُونُونَ عَلَيْهِ لِبَدًا
“Dan bahwasanya tatkala hamba Allah (Muhammad) berdiri
menyembah-Nya (mengerjakan ibadat), hampir saja jin-jin itu desak mendesak mengerumuninya.”
KEMANUSIAAN Nabi
Muhammad saw adalah satu unsur yang sangat mengagumkan, oleh karena beliau
adalah seorang BASYAR (manusia), artinya dari jenis manusia. Akan tetapi beliau saw
memiliki nilai lebih, yakni berbeda dengan manusia pada umumnya disebabkan
adanya sesuatu yang tidak dimiliki seorang pun diantara mereka. Beliau saw
menuturkan mengenai pribadinya : “Sesungguhnya aku tidak seperti keadaan
kalian. Aku bernaung di sisi Tuhanku yang telah memberiku makan dan minum”.
Dari sabda beliau
di atas menjadi jelaslah bahwa sifat kemanusiaan beliau meniscayakan adanya
suatu sifat khas yang membedakannya dengan manusia-manusia lain pada umumnya,
seperti adanya beberapa keistimewaan yang hanya dimiliki beliau sendiri, di samping karakter dan sifat terpuji lainnya
yang sebenarnya secara umum juga dimiliki oleh para Nabi dan Rasul, supaya kita
secara proporsional memandang mereka sesuai dengan kedudukannya yang mulia,
yakni sebagai hamba Utusan Allah swt.
Sementara itu, kaum musyrikin jahiliyah
berpandangan bahwa para Nabi dan Rasul itu semata-mata sama seperti manusia pada umumnya dan tidak
memiliki perbedaan dan keistimewaan sama sekali. Pandangan mereka ini
diabadikan Allah swt dalam Al-Qur’an surat Al-Mukminun,[23] : 47 yang
menjelaskan pandangan kaumnya Nabi Musa dan Harun terhadap dirinya; QS Hud,[11]
: 28 yang berisi pandangan kaumnya Nuh tentang dirinya; QS Asy-Syu’ara’,[26] :
154 menjelaskan pandangan kaum Tsamud
tentang diri Nabi Shaleh as, dan QS Asy-Syu’ara’,[26] : 186 menjelaskan pandangan
penduduk Aikah terhada[ diri Nabi Syu’aib as,
وَمَا أَنْتَ إِلَّا بَشَرٌ مِثْلُنَا وَإِنْ نَظُنُّكَ لَمِنَ الْكَاذِبِينَ
“Dan kamu tidak lain melainkan seorang manusia seperti kami, dan sesungguhnya kami yakin bahwa kamu benar-benar termasuk orang-orang yang berdusta.”
Bahkan kaum kafir quraisy Makkah pun memandang Nabi Muhammad saw sebagai manusia pada umumnya, seperti yang disinggung dalam QS Al-Furqan,[25] : 7
وَقَالُوا مَالِ هَذَا الرَّسُولِ يَأْكُلُ الطَّعَامَ وَيَمْشِي فِي الْأَسْوَاقِ
“Dan mereka berkata: "Mengapa rasul ini memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar?”.
Rasulullah saw
pernah berbicara mengenai dirinya sendiri secara jujur dalam beberapa hadisnya.
Misalnya mengenai keagungan sifat, karakter dan kemukjizatan atau khawariqul
‘adat (Kejadian luar biasa di luar kemampuan manusia pada umumnya) yang
Allah swt karuniakan kepada beliau. Di antara “Khawariqul ‘Adat” atau kemukjizatan beliau adalah seperti yang
beliau katakan sendiri :
تَنَامُ عَيْنَايَّ وَ لاَ
يَنَأمُ قَلْبِيْ
“Kedua mataku tidur, tetapi hatiku tidak tidur” (Hadis
shahih).
إِنِّيْ أراكم مِن وراء ظَهري , كما أراكم مِن أمامي
“Sesungguhnya aku
dapat melihat kalian dari arah belakangku, seperti aku melihatmu dari arah
mukaku” (Hadis shahih).
أُوْتِيْتُ مَفَاتِيْحَ خَزَائِنِ
الْأَرْضِ
“Aku telah dibukakan
berbagai kunci (pengetahuan) pembuka perbendaharaan bumi” (Hadis
shahih). Dan masih banyak hadis yang lain.
Meskipun telah
wafat, beliau saw masih tetap hidup, yakni hidup di alam barzah secara
sempurna, di mana beliau saw dapat bercakap-cakap, mengembalikan ucapan salam
dan shalawat dari umatnya. Amal perbuatan umatnya dihaturkan Allah swt
kepada beliau, sehingga beliau dapat merasa senang dengan amal mereka, dan
memohonkan ampunan bagi umatnya yang berbuat dosa. Selain itu, Allah swt
mengharamkan tanah untuk merusakkan jasad beliau, sehingga jasadnya dalam
keadaan tetap utuh dan terpelihara dari wabah atau kerusakan yang ditimbulkan
oleh tanah.
Hadis dari Aus
bin Aus ra menjelaskan bahwa Rasulullah saw bersabda,
مِنْ أَفضَل أيَّامِكُمْ يومُ الْجُمُعَة : فيه
خُلِقَ آدمُ, وفيه
قُبِض, وفيه
النفخةُ, وفيه الصعقة.
فَأَكثِروا عليّ من الصلاة فيه, فإِنَّ صلاتَكم معروضة عليَّ. قالوا : يا
رسول الله! وكيف تُعْرَضُ صلاتُنا عليك وقد أرمت يعني بليت؟ فقال : إنّ الله
عزّ وجلّ حرّم على الأرض أن تأكل أجساد الْأنبياء
“Hari-harimu yang paling utama adalah hari jumat. Pada
hari itu, Nabi Adam dihidupkan dan diwafatkan. Pada hari itu, sangkakala
ditiup dan seluruh umat manusia
dimatikan. Oleh karena itu, perbanyaklah kalian bershalawat, karena shalawatmu
itu akan dihaturkan Allah swt kepadaku”. Para sahabat bertanya, “Bagaimana
mungkin bacaan shalawat kami akan dihaturkan
Allah swt kepada engkau, sementara tubuh engkau hancur dirusakkan tanah?”.
Beliau saw bersabda, “Sesungguhnya
Allah swt mengharamkan bumi merusakkan jasad para Nabi”.(HR Ahmad,
Abu Dawud, Ibnu Hibban, Ibnu Majah dan Al-Hakim).
Al-Hafizh Imam
Jalalududin as-Suyuthy menulis sebuah ”Risalah” yang secara khusus menguraikan
persoalan tersebut dengan judul “Inbaaul Adzkiya’”.
Riwayat dari Ibnu
Mas’ud Rasulullah saw menjelaskan bahwa Rasulullah saw bersabda :
حياتي خير لكم تحدّثون و يحدّث لكم فَإِذَا أنا مُتُّ كانت وفاتِي خيرا لكم
تعرض عليَّ أعمالكم, فإن رأيتُ خيرا
حَمِدْتُ اللَّهَ, وَإن رأيت شرًّا استغفَرْتُ
لكم
“Hidupku adalah lebih baik bagimu, di mana kamu dapat
berbicara dengaku dan aku pun dapat berbicara denganmu. Pada waktu sudah wafat,
wafatku pun lebih baik bagimu, di mana amal-amal perbuatanmu akan dihaturkan
Allah swt kepadaku. Jika amalmu tersebut aku lihat baik, maka aku merasa senang
dan memuji Allah swt, dan jika aku lihat jelek, maka aku akan memohonkan
ampunan untukmu”. (HR Al-Bazzar. Para rawy-nya adalah para Rawy hadis
shahih)
Rasulullah saw
bersabda:
مَا مِن أحدٍ يُسَلِّمُ عَلَيَّ إِلَّا رَدَّ اللَّهُ عَلَيَّ رُوْحِي حَتَّى
أَرُدَّ عَلَيْهِ السَّلامَ
“Tiada seorang muslim pun yang telah mengucapkan salam
kepadaku, melainkan Allah swt akan mengembalikan ruhku kepada jasadku, sehingga
aku dapat mengembalikan salam itu kepadanya” (HR Ahmad dan Abu Dawud, dari
Abu Hurairah Rasulullah saw).
Rasulullah saw
bersabda,
إِنَّ اللَّهَ وكل بِقَبْرِي
مَلَكًا أعطاه اللَّهُ أسماء الخلائق, فلا
يُصلّي عليّ أحدٌ إلى يوم القيامة إلاّ أبلغني بِاسْمه وَاسْم أبِيْه, هـذا فلان
بن فلا ن قَدْ صلَّى عليك
“Sesungguhnya Allah swt menugaskan seorang malaikat di
atas kuburanku, dengan membawa catatan daftar nama semua makhluk (manusia dan
jin). Tiada seorang pun di antara mereka yang membaca shalawat untukku sampai
hari kiamat nanti, melainkan malaikat itu menyampaikan shalawat tersebut
kepadaku dengan menyebutkan nama pembacanya beserta ayahnya, “Si Fulan bin
Fulan telah membaca shalawat kepadamu”. (HR Al-Bazzar, dari Ammar bin Yasir
ra).
Sementara hadis
lain yang dituturkan oleh At-Thabrany menjelaskan sabda beliau saw,
إِنَّ لِلَّهِ تبارك وتعالى مَلَكًا
أعطاه اللَّهُ أسماء الخلائق فهوقائمٌ على قَبْرِي إذا مُتُّ,
فليس احدٌ يُصلّي عليّ إلاّ قال :
يا محمّد, صلّى عليكَ فلان بن فلا ن, قال
: فيصلّي الربّ تبارك وتعالى على ذالك
الرجلِ بكلّ واحدةٍ عشْرًا
“Sesungguhnya Allah swt memiliki seorang malaikat yang
diberi-Nya daftar nama-nama semua makhluk dan bertugas di atas kuburanku jika
aku nanti wafat. Tidak seorang pun yang membaca shalawat kepadaku, melainkan
malaikat itu berkata kepadaku, “Hai Muhammad ! Si Fulan bin fulan
bershalawat kepadamu”. Selanjutnya Allah swt membalas shalawat (memberi
rahmat) kepada pembacanya sepuluh kali lipat dari setiap bacaan shalawatnya”.
Meskipun
Rasulullah saw telah wafat, namun
keutamaan, kedudukan dan pangkat derajatnya di sisi Allah swt masih tetap, dan
tidak dapat disangkal atau diragukan oleh setiap orang yang beriman. Oleh
karenanya, bertawassul kepada
Allah swt dengan perantaraan beliau saw, pada hakekatnya, hanyalah akan
berpulang kepada keyakinan tentang keberadaan makna tawassul tersebut serta
keyakinannya tentang kecintaan dan kemuliaan beliau saw di sisi Allah swt, dan
juga berpulang kepada keimanannya terhadap diri beliau beserta risalah
yang beliau bawa.
TAWASSUL tidak dapat diartikan sebagai bentuk penyembahan kepada
beliau saw, bahkan merupakan wujud pengakuan terhadap betapa agungnya derajat
dan posisi beliau di sisi Allah swt. Beliau saw adalah seorang makhluk yang
tidak dapat mendatangkan bahaya dan manfaat selain apa yang dikehendaki dan
diizinkan Allah swt.