Tampilkan postingan dengan label Sifat Kekhususan nabi Muhammad. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sifat Kekhususan nabi Muhammad. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 20 Juli 2013

PYPD - 41. KEHIDUPAN KHAS ROSULULLAH SAW DI ALAM BARZAKH *)




Oleh Sayyid Muhammad Alawi Al-Maliki

Kehidupan Barzakhiyah Nabi Muhammad saw lebih sempurna dan agung daripada selainnya. Beliau saw memberitahukan sendiri perihal keadaannya yang akan dialaminya di alam barzah sepeninggalnya. Di antaranya adalah masih bersambungnya hubungan antara beliau saw dengan umatnya, mengetahui keadaan umatnya, mengetahui dan mengawasi amal perbuatan mereka, mampu mendengarkan pembicaraan  mereka, serta dapat mengembalikan ucapan Shalawat dan Salam kepada mereka yang mengucapkannya.


RASULULLAH SAW MENGEMBALIKAN UCAPAN SHALAWAT-SALAM  UMATNYA

Banyak hadis yang menjelaskan persoalan ini, di antaranya adalah :

a. Hadis dari Abdullah bin Mas’ud ra, bahwa Rasulullah saw bersabda : “Sesungguhnya Allah swt memiliki malaikat yang berkelana keliling dunia. Mereka menyampaikan kepadaku setiap ucapan Shalawat dan Salam dari umatku”.
Al-Mundziry mengatakan bahwa hadis di atas diriwayatkan oleh an-Nasaiy dan Ibnu Hibban didalam “Shahih”-nya. Demikianlah yang dinukil didalam kitab “At-Targhib wat Tarhib juz 2, hal. 498.
Hadis di atas juga diriwayatkan oleh Isma’il al-Qadhy dan lain-lain, dari jalan yang berbeda-beda, dengan sanad Shahih, dan tidak dapat dipungkiri bahwa hadis ini berujung pada Sufyan Ats-Tsaury dari Abdullah bin as-Saib, dari Zadan, dari Abdullah bin Mas’ud ra.

b. Hadis dari Ibnu Mas’ud, bahwa Rasulullah saw bersabda : “Hidupku lebih baik bagimu, dimana kamu dapat berbicara secara langsung denganku. Dan matiku pun baik bagimu, dimana amal-amal perbuatanmu diperlihatkan Allah kepadaku, sehingga jika aku lihat baik, maka aku memuji syukur kepada-Nya dan jika aku lihat buruk, maka aku akan memohonkan ampunan kepada-Nya untukmu”.
Al-Hafizh al-‘Iraqy didalam bukunya, Al-Janaiz min Tharhit Tatsrib fi Syarh at-Taqrib (juz 3, hal. 297), mengatakan bahwa Sanadnya Jayyid (baik). Al-Haitsamy didalam bukunya, Majma’ az-Zawaid (juz 9, hal. 24) mengatakan bahwa hadis tersebut diriwayatkan oleh Al-Bazzar dan para perawinya adalah perawi hadis shahih. As-Suyuthy menilai hadis tersebut shahih sanadnya didalam bukunya, Al-Mu’jizat wal Khashaish. Demikian pula Ibnu Hajar Al-Asqalany, az-Zarqany dan Asy-Syihab al-Khafajy didalam buku Syarh asy-Syifa, juz 1, hal. 102.

c. Hadis dari ‘Ammar bin Yasir ra, bahwa Rasulullah saw bersabda : “Sesungguhnya Allah swt menugaskan kepada para malaikat-Nya untuk selalu berada di atas makamku. Kepadanya diserahkan daftar nama seluruh makhluk. Tidak seorang pun di antara mereka yang membaca shalawat-salam kepadaku hingga hari kiamat nanti, melainkan malaikat itu menyampaikan shalawat-salam orang itu kepadaku, lengkap dengan namanya dan nama ayahnya : ‘Si Fulan bin Fulan telah menyampaikan shalawata kepadamu, Hai Muhammad!’”. (HR Al-Bazzar)
 Sementara teks hadis yang diketengahkan Ibnu Hibban berbunyi : “Sesungguhnya Allah swt menugaskan malaikat dan disodorkan kepadanya daftar nama para makhluk. Ia berdiri di atas makamku setelah wafatku nanti. Tiada seorang pun di antara mereka yang bershalawat kepadaku, melainkan malaikat itu akan menyampaikannya kepadaku: ‘Hai Muhammad! Si Fulan bin Fulan telah bershalawat kepadamu’. Maka Allah swt pun akan membalas bacaan shalawatnya tersebut sepuluh kali lipat dari setiap bacaannya”.
Imam At-Thabrany juga meriwayatkan hadis dengan teks yang sama didalam kitab Al-Kabir, sebagaimana yang disebutkan didalam kitab At-Targhib wat Tarhib juz 2, hal. 500.

d. Dari Amr bin al-Haris, dari Sa’id bin Abi Hilal, dari Zaid bin Aiman, dari ‘Ubadah bin Nasiyyi, dari Abud-Darda’ ra, bahwa Rasulullah saw bersabda : “Perbanyaklah olehmu bershalawat kepadaku pada hari jum’at, karena bacaan itu akan disaksikan oleh para malaikat. Sesungguhnya seseorang tidak akan bershalawat kepadaku melainkan bacaan itu akan dihaturkan mereka kepadaku sampai orang itu selesai membacanya”. Abud-Darda’ ra bertanya: “Dan juga setelah engkau wafat?”. Beliau saw jawab : “Benar, juga setelah aku wafat. Sesungguhnya Allah swt mengharamkan tanah merusakkan jasad para Nabi. Karena para Nabi, pada hakekatnya, adalah masih hidup (di alam barzakh) dan masih menerima rizki- kenikmatan” (HR Ibnu Majah didalam kitab Sunnah-nya. Dan didalam kitab Az-Zawaid dijelaskan bahwa hadis ini shahih).

e. Hadis dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah saw bersabda : “Tiada seorang pun yang mengucapkan salam kepadaku, melainkan Allah swt akan mengembalikan Ruhku pada jasadku, sehingga aku dapat mengembalikan salam kepadanya”. (HR Abu Dawud didalam kitab At-Targhib wat-Tarhib juz 2, hal. 499 dan Saikhul Islam Ibnu Taimiyah menjelaskan bahwa hadis ini shahih atas syarat Imam Muslim).


RASULULLAH SAW MENANGGAPI PANGGILAN UMATNYA

Rasulullah saw menanggapi setiap orang yang memanggilnya dengan ucapan : “Ya Muhammad!”, berdasarkan hadis dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah saw bersabda : “Sungguh, jika ada orang yang berdiri di atas makamku lalu memanggilku ‘Hai Muhammad!…’ , tentu aku akan menjawabnya”.

Hadis di atas diketengahkan oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalany didalam bukunya, Al-Mathalib al-‘Aliyah juz 4, hal. 23, di bawah judul : “Kehidupan Rasulullah saw didalam Kubur”.



KIRIM SALAM KEPADA RASULULLAH SAW 

Riwayat dari Yazid al-Mahdy, bahwa ia berkisah: “Setelah aku showan menghadap khalifah Umar bin Abdul Aziz, ia berkata kepadaku : ‘Sebenarnya aku membutuhkan bantuanmu’. ‘Bagaimana mungkin engkau membutuhkan bantuanku?’ jawabku. Dia mengatakan : ‘Saya berharap kepadamu, jika kamu nanti datang ke kota Madinah dan menziarahi makam Rasulullah saw, maka sampaikanlah  Salamku kepada beliau saw”.

 Hatim bin Wardan juga menceritakan : “Khalifah Umar bin Abdul ‘Aziz Kirim salam kepada Rasulullah saw melalui orang-orang yang yang bepergian dari Syam ke Madinah, agar mereka menyampaikan dan mengucapkan salamnya itu di hadapan makam Rasulullah saw”. Demikianlah yang dihaturkan kembali oleh Al-Qadhy ‘Iyadh didalam kitab Asy-Syifa’  juz 2, hal. 83, pada bab Az-Ziyarah .

Al-Khafajy dan Mulla ‘Aly Qary menuturkan didalam kitab Syarh asy-Syifa, bahwa kisah di atas diriwayatkan oleh Ibnu Abid-Dunya dan Al-Baihaqy didalam kitab Asy-Syu’ab. Al-Khafajy berkomentar : “Di antara kebiasaan kaum salaf adalah mereka selalu mengirimkan “Salam” kepada Rasulullah saw (melalui orang yang bepergian ke Madinah). Ibnu Umar, Abu Bakar dan Umar bin Khatthab ra juga melakukan yang demikian itu. “Salam” yang disampaikan mereka tersebut akan sampai kepada beliau saw, meskipun mereka sampaikan dari ujung dunia, akan tetapi yang lebih utama adalah disampaikan secara langsung (bukan melalui kiriman), karena hal ini berarti ada keutamaan melakukan dialog dan audiensi dengan beliau saw, dan beliau saw sendiri yang akan menjawab ucapan salamnya  itu”. (Nasim ar-Riyadh, karya Al-Khafajy, juz 3, hal. 516. Al-Fairuzzabady juga menuturkannya didalam kitab Ash-Shalah wal Basyar pada halaman 153).



SUARA SALAM DAN ADZAN TERDENGAR DARI DALAM MAKAM RASULULLAH SAW

Al-Imam al-Hafizh Abu Muhammad Abdullah ad-Darimy menjelaskan didalam kitabnya, As-Sunnah : “Bercerita kepada kami Marwan bin Muhammad bin Sa’id bin Abdul Aziz : “Pada waktu terjadinya musim panas, tidak terdengar suara adzan di masjid Madinah selama dalam tiga waktu shalat. Sa’id bin al-Musayyab terpaksa tidak shalat jamaah, namun ia tidak hengkang dari masjid Nabawy. Dia tidak mengetahui apakah waktu shalat sudah masuk atau belum, melainkan ada suara ‘menggeremeng’ yang datang dari arah dalam makam Rasulullah saw”.

Riwayat ini juga dinukil oleh Imam Najmuddin al-Fairuzzabady didalam kitab Shalah wal Basyar (halaman 154). Ibrahim bin Syaiban berkata, “Setelah selesau mengerjakan haji, aku menyempatkan diri berziarah ke Madinah dan menziarahi makam Rasulullah saw. Pada saat aku mengucapkan Salam kepada beliau saw, tiba-tiba aku mendengar suara dari balik kamar makam beliau saw : Wa ‘alaikum Salam”.


DUKUNGAN IBNU TAIMIYAH

Ibnu Taimiyah menuturkan beberapa peristiwa yang berkaitan dengan kehidupan Barzakhiyah ini sehubungan dengan usaha menjadikan kuburan sebagai masjid (tempat peribadatan) atau berhala sesembahan, kemudian dia mengatakan : “Tidak masuk dalam pembahasan ini (menjadikan kuburan sebagai masjid atau berhala sesembahan) kisah yang menjelaskan tentang suatu kaum mendengar balsan Salam dari arah dalam makam Rasulullah saw atau dari dalam beberapa makam kaum shalihin. Sesungguhnya Sa’id bin al-Musayyab pernah mendengar suara Adzan dari arah dalam  makam beliau saw pada beberapa malam di musim panas. Demikian pula kejadian-kejadian aneh semisalnya”. (Iqtidhaus-Shirathil Mustaqim, halaman 373).

Pada kesempatan yang lain Ibnu Taimiyah mengatakan, “Demikian pula cerita tentang kekeramatan dan kejadian-kejadian aneh (Khawariqul ‘adah) yang ditemui di beberapa makam para Nabi dan kaum shalihin seperti turunnya Nur (cahaya) dan malaikat di atas makam mereka; menjauhnya syetan dan hewan-hewan dari makam tersebut; semburan api keluar dari dalam makam mereka atau makam-makam sekitarnya; syafaat mereka kepada penghuni kubur sekitarnya; disukainya penguburan di sebelah makam mereka; turunnya ketenangan dan ketentraman hati sewaktu berada di samping makam mereka; serta turunnya adzab (balak, siksa) kepada orang yang meremehkan atau memandang suatu makam. Kejadian-kejadian tersebut Haq, benar-benar pernah terjadi. Semoga kita tidak termasuk orang-orang yang terkena adzab seperti itu. Demikian pula kekeramatan, penghormatan dan rahmat Allah swt yang ada didalam makam para Nabi dan kaum halihin, serta kehormatan dan kemuliaan Arwah mereka di sisi Allah swt melebihi apa yang dibayangkan oleh sebagian besar orang. Hanya saja bukan pada tempatnya kami menguraikan secara panjang lebar dan terinci contoh-contoh kekeramtan tersebut didalam buku ini”. (Iqtidhaus Shirathil Mustaqim, halaman 374).

==============================================

*) Sumber : Diambil dari salah satu bagian dari kitab :
Judul Asli
: مفـاهـيم يجب أن تـصحح
Penulis
: Prof. DR. Sayyid Muhammad Alawi Al-Maliki
Alih Bahasa
: Achmad Suchaimi
Judul Terjemahan
: Pemahaman Yang Perlu Diluruskan (PYPD)

Jumat, 19 Juli 2013

PYPD - 36. BERTABRRUK DENGAN BENDA PETILASAN ROSULULLOH SAW *)



Oleh Sayyid Muhammad Alawi Al-Maliki


1.   BERTABARRUK DENGAN TEMPAT YANG DIPAKAI SHALAT RASULULLAH SAW

Riwayat dari Nafi’, bahwa Ibnu Umar pernah menuturkan, bahwa Rasulullah saw pernah melakukan shalat di suatu masjid kecil, bukan masjid yang berada di Syaraf ar-Rauha. Kepada Nafi’, Ibnu Umar berkata : “Masjid itu bisa kamu lihat, tepatnya di sebelah kananmu sewaktu kamu berdiri hendak shalat. Jarak antara masjid itu dengan masjid yang besar kurang lebih sejauh lemparan batu”. (HR Bukhary)


2.   BERTABARRUK DENGAN WADAH YANG TERSENTUH MULUT  RASULULLAH SAW

Imam Ahmad bin Hambal dan selainnya meriwayatkan hadis dari Anas bin Malik ra, bahwa Rasulullah saw pernah mengunjungi rumah Ummu Sulaim, ibunya. Di rumah itu tergantung Qirbah, wadah air dari kulit kambing. Beliau saw pernah minum air dari mulut Qirbah tersebut. Selanjutnya beliau saw tidur. “Ibuku, Ummu Sulaim ra, memotong mulut Qirbah, sementara Rasulullah saw masih berada di rumah kami”, cerita Anas bin Malik ra.

Pelajaran yang dapat kita ambil dari kisah di atas adalah bahwa Ummu Sulaim ra memotong mulut Qirbah yang pernah tersentuh mulut Rasulullah saw, lalu disimpannya secara baik di rumahnya, merupakan bentuk Tabarruk pada benda bekas peninggalan Rasulullah saw.

Hadis di atas diriwayatkan oleh At-Thabrany. Didalamnya terdapat seorang rawi yang bernama Al-Barra’ bin Zaid, dimana Abdul Karim Al-Jauzy meriwayatkan hadis dari dia seorang. Imam Ahmad bin Hambal tidak memandangnya sebagai hadis Dha’if. Sementara para perawi lainnya adalah perawi hadis shahih.

      
3. BERTABARRUK DENGAN MENCIUM TANGAN ORANG YANG TERSENTUH RASULULLAH SAW

Riwayat dari Yahya bin Al-Haris adz-Dzimary, ia bercerita : “Aku bertemu Watsilah bin Al-Asqa’. Aku bertanya kepadanya : ‘Apakah kamu ikut berbai’at kepada Rasulullah saw dengan tanganmu ini?”. (Maksudnya: berjabat tangan langsung dengan beliau saw). “Benar”, jawabnya. Aku bilang: “Ulurkan tanganmu untuk aku cium”. Kemudian ia ulurkan tangannya dan aku ciumi tangannya itu”.

Al-Haitsamy berkomentar, bahwa didalam hadis tersebut terdapat  seorang rawi yang bernama Abdul Malik al-Qariy yang tidak diketahui pribadinya. Namun para perawi lainnya Tsiqah.

Bukhary mengetengahkan suatu riwayat didalam kitabnya, pada judul Al-Adab, hal. 144, yang bersumber dari Jad’an, bahwa Tsabit Al-Banany pernah bertanya kepada Anas bin Malik ra : “Apakah Anda menyentuh Rasulullah saw dengan tanganmu ini?”. Benar!”, jawab Anas bin Malik ra. Kemudian Tsabit mencium tangannya.

Imam Bukhary dalam kitab dan bab yang sama dengan di atas mengetengahkan riwayat dari Shuhaib, ia mengatakan bahwa dirinya pernah melihat Ali bin Abi Thalib mencium tangan dan kedua kaki Abbas ra.


4.   BERTABARRUK DENGAN BAJU JUBAH RASULULLAH SAW

Riwayat dari Asma’ binti Abu Bakar ra, bahwa ia pernah mengeluarkan jubah Thayalisah, pakaian kebesaran Raja Persia. Pada bagian dadanya ada dua lipatan yang membalutnya berlapiskan sutera mewah. Dia bilang : “Ini adalah baju jubah yang pernah dipakai Rasulullah saw, kemudian disimpan ‘Aisyah ra. Setelah dia wafat, jubah ini aku simpan di rumahku. Aku mencucinya (mencelupnya kedalam air) untuk keperluan mengobati orang yang sakit”. (HR Imam Muslim didalam kitab di bawah judul Al-Libas waz-Zinah, pada juz 3, hal. 130).


5.   BERTABARRUK DENGAN GELAS RASULULLAH SAW

Riwayat dari Abu Burdah, bahwa dia menceritakan dirinya: “Aku mengunjungi kota Madinah. Abdullah bin Salam menemuiku sambil berkata: ‘Mampirlah ke rumahku. Anda akan aku beri minum dengan memakai gelas yang pernah dipakai Rasulullah saw minum dan Anda dapat melakukan shalat di masjid  yang pernah beliau saw tempati shalat’. Aku pun mengiayakan lalu berangkat ke rumahnya, dan di sana aku disuguhi minum dengan gelas tersebut, beberapa butir kurma dan diajak shalat di masjid tersebut.” (HR Bukhary didalam kitab Shahih-nya di bawah judul Al-I’tisham bil-Kitab was-Sunnah).


6. BERTABARRUK DENGAN TEMPAT YANG PERNAH DIINJAK KAKI RASULULLAH SAW

Dijelaskan didalam sebuah riwayat yang bersumber dari Abu Mujlas, bahwa Abu Musa al-Asy’ary, di tengah perjalanannya antara Makkah dan Madinah, meng-Qashar shalat isyak, lalu diteruskan dengan shalat sunnah witir satu rekaat. Di tengah bacaan shalatnya, setelah bacaan surat Al-Fatihah, dia membaca surat An-Nisa’ seratus ayat. Selesai shalat, dia berkata : “Aku tidak lupa meletakkan kedua telapak kakiku pada tempat yang pernah diinjak Rasulullah saw dan aku membaca surat serta ayat yang pernah dibaca beliau saw di tempat ini”. (HR An-Nasaiy, 3/243).


7. BERTABARRUK DENGAN MIMBAR RASULULLAH SAW

Al-Qadhi ‘Iyadh mengemukakan suatu riwayat, bahwa Ibnu Umar ra pernah meletakkan tangannya di atas tempat duduk mimbar Rasulullah saw, lalu dia usapkan ke wajahnya. Sementara riwayat dari Abu Qusaith dan Al-Utba menjelaskan bahwa para sahabat Rasulullah saw, bila Masjid Nabawi sudah sepi, mereka sama  mengusap Rumanah (Tiang kayu berbentuk bulat di atas mimbar, tempat pegangan sewaktu berkhutbah) di atas mimbar beliau saw. Kemudian mereka menghadap ke arah kiblat untuk berdoa. (Bersumber dari kitab Asy-Syifa’, karya al-Qadhy ‘Iyadh).

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah juga meriwayatkan dari Imam Ahmad bin Hambal, bahwa dia memperbolehkan mengusap mimbar Rasulullah saw dan Rumanah yang ada di atasnya. Ibnu Taimiyah menuturkan lagi, bahwa Ibnu Umar ra, Sa’id bin al-Musayyab dan Yahya bin Sa’id (salah seorang ahli fiqih di Madinah saat itu), mereka bertiga pernah melakukan yang demikian itu. (Iqtidha’ as-Shirath al-Mustaqim, hal. 367) 



========================================
*) Sumber : Diambil dari salah satu bagian dari kitab :
Judul Asli
: مفـاهـيم يجب أن تـصحح
Penulis
: Prof. DR. Sayyid Muhammad Alawi Al-Maliki
Alih Bahasa
: Achmad Suchaimi
Judul Terjemahan
: Pemahaman Yang Perlu Diluruskan (PYPD)



PYPD - 32. PARA NABI ADALAH MANUSIA YANG MEMILIKI SIFAT KEISTIMEWAAN *)



Oleh Sayyid Muhammad Alawi Al-Maliki



Sebagian orang beranggapan bahwa para Nabi, dalam setiap keadaannya, adalah sama derajatnya dengan semua manusia pada umumnya. Anggapan tersebut sekaligus mencerminkan kebodohan dan kesalahan mereka. Meskipun para Nabi, bila dipandang dari segi hakekat asal usul kemanusiaannya, adalah sama dengan manusia pada umumnya, akan tetapi mereka memiliki banyak perbedaan dalam hal sifat dan kepribadiannya. Jika tidak demikian, lalu apa keistimewaan mereka? Bagaimana mungkin mereka berhasil dipilih Allah swt sebagai utusan-Nya?

Berikut ini kami akan menjelaskan sebagian sifat-sifat mereka di dunia dan kekhususan mereka di alam barzah, sebagaimana yang telah disinggung oleh beberapa nash Al-Qur’an dan Hadis Nabi.


PARA NABI ADALAH PEMIMPIN MANUSIA

Para Nabi adalah  sosok manusia suci yang dipilih Allah swt dari sekalian hamba-Nya. Allah swt memuliakan mereka dengan Nubuwwah ( membawa missi kenabian), Hikmah (kebijaksanaan), diberi kekuatan pikiran dan ketepatan pandangan. Allah swt memilih mereka sebagai Perantara antara Dia dan makhluk-Nya. Mereka diberi tugas menyampaikan perintah-perintah Allah swt, kabar gembira dan peringatan kepada manusia. Mereka memberi tuntunan hidup dan petunjuk hidup kepada umat manusia agar dapat hidup bahagia di dunia dan di akhirat. Hikmah Allah swt memilih mereka dari jenis manusia adalah agar manusia dapat berkumpul bersama-sama dengan mereka, mengambil pelajaran, mengikuti jejak perjalanan hidup dan akhlak mereka. Dengan kata lain, kemanusiaan para Nabi merupakan suatu kemukjizatan bagi mereka, dalam pengertian bahwa mereka berasal dari jenis manusia yang diberi keistimewaan-keistimewaan yang tidak dimiliki oleh seorang pun di antara manusia pada umumnya.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan, bahwa menganggap para Nabi adalah sama seperti manusia pada umumnya yang tak memiliki perbedaan dan keistimewaan tertentu, merupakan anggapan Kaum Jahiliyah yang musyrik. Sebagaimana pandangan yang dikemukakan oleh kaum Nabi Nuh kepada dirinya :

فَقَالَ الْمَلَأُ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ قَوْمِهِ مَا نَرَاكَ إِلَّا بَشَرًا مِثْلَنَا وَمَا نَرَاكَ اتَّبَعَكَ إِلَّا الَّذِينَ هُمْ أَرَاذِلُنَا بَادِيَ الرَّأْيِ وَمَا نَرَى لَكُمْ عَلَيْنَا مِنْ فَضْلٍ بَلْ نَظُنُّكُمْ كَاذِبِينَ(27)

Maka berkatalah pemimpin-pemimpin yang kafir dari kaumnya: "Kami tidak melihat kamu, melainkan (sebagai) seorang manusia (biasa) seperti kami, dan kami tidak melihat orang-orang yang mengikuti kamu melainkan orang-orang yang hina dina di antara kami yang lekas percaya saja, dan kami tidak melihat kamu memiliki sesuatu kelebihan apapun atas kami, bahkan kami yakin bahwa kamu adalah orang-orang yang dusta". (QS Hud,[11] : 27)

Pandangan Bani Israil kepada pribadi Nabi Musa dan Nabi Isa :

فَقَالُوا أَنُؤْمِنُ لِبَشَرَيْنِ مِثْلِنَا وَقَوْمُهُمَا لَنَا عَابِدُونَ(47)
Dan mereka berkata: "Apakah (patut) kita percaya kepada dua orang manusia seperti kita (juga), padahal kaum mereka (Bani Israil) adalah orang-orang yang menghambakan diri kepada kita?" (QS Al-Mukiminun,[23] : 47)

Demikian pula pandangan kaum Tsamud kepada Nabi Shaleh (QS Asy-Syu’ara’’[26] : 154); pandangan penduduk Aikah kepada Nabi Syu’aib as (QS Asy-Syu’ara’,[26] : 186); dan kaum musyrikin Arab kepada Nabi Muhammad saw :

وَقَالُوا مَالِ هَذَا الرَّسُولِ يَأْكُلُ الطَّعَامَ وَيَمْشِي فِي الْأَسْوَاقِ لَوْلَا أُنْزِلَ إِلَيْهِ مَلَكٌ فَيَكُونَ مَعَهُ نَذِيرًا(7)
Dan mereka berkata: "Mengapa rasul ini memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar? Mengapa tidak diturunkan kepadanya seorang malaikat agar malaikat itu memberikan peringatan bersama-sama dengan dia?,” (QS Al-FurqaN: 7)



SIFAT PARA NABI DAN KEKHUSUSAN NABI MUHAMMAD SAW.

Meskipun para Nabi dipilih dari jenis manusia dan melakukan aktifitas sebagaimana layaknya manusia pada umumnya seperti makan, minum, sehat, sakit, menikahi wanita, berjalan di pasar-pasar dan memiliki ciri-ciri khas kemanusiaan seperti tua, lemah dan mati, akan tetapi mereka juga memiliki beberapa sifat khas dan istimewa melebih manusia pada umumnya. Di antaranya :
1.   Shiddiq (benar, jujur, tak pernah berbohong)
2.   Amanah (dapat dipercaya, tak pernah berkhianat)
3.   Tabligh (menyampaikan wahyu)
4.   Fathanah (cerdas, pandai, cendekia)
5.   Terhindar dari cacat dan ‘aib yang menyebabkannya dijauhi umatnya
6.   ‘Ishmah (terpelihara dari salah dan dosa)


Berikutnya kami akan menjelaskan beberapa sifat-sifat khas dan istimewa yang ada pada diri Rasulullah saw yang membedakannya dengan manusia pada umumnya:

a.   Kemampuan melihat dari arah belakang sebagaimana yang dilakukannya dari arah depan. Imam Bukhary dan Muslim mengetengahkan hadis dari Abu Hurairah ra. Dia menuturkan bahwa Rasulullah saw bersabda : “Apakah kalian melihat kiblatku (arahku menghadap) di sini? Demi Allah! Rukukmu dan sujudmu tidak lepas dari penglihatanku. Aku dapat melihat kalian dari belakang punggungku”.
Imam Muslim mengetengahkan hadis dari Anas bin Malik ra, bahwa Rasulullah saw bersabda : “Aku adalah imammu. Karena itu kamu jangan mendahului rukukku dan sujudku. Aku dapat melihat kamu dari arah depanku dan belakangku”.
Imam Abdurrazzaq, Al-Hakim dan Abu Na’im mengetengahkan hadis dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah saw bersabda : “Sesungguhnya aku benar-benar dapat melihat apa saja yang ada di belakangku, sebagaimana aku dapat melihat apa saja yang ada di depanku”.

b.   Melihat sesuatu yang tak mampu kita lihat dan mendengar sesuatu yang tak mampu kita dengar. Hadis dari Abu Dzar al-Ghiffary menuturkan bahwa Rasulullah saw bersabda : “Sungguh aku melihat sesuatu yang tidak mampu Anda lihat dan mendengar sesuatu yang tidak mampu Anda dengar. Langit sudah pernah aku jelajahi dan ia memang berhak dilintasi. Demi Allah yang jiwaku berada didalam kekuasaan-Nya! Tiada tempat selebar empat jari melainkan ada malaikat yang meletakkan keningnya untuk bersujud kepada Allah swt. Demi Allah! Sekiranya Anda mengetahui apa yang sedang aku ketahui saat ini, tentu Anda akan sedikit tertawa dan banyak menangis, serta tidak akan merasakan kelezatan kaum wanita di tempat tidur Anda. Anda tentu akan pergi ke bukit-bukit yang tinggi (beruzlah mengasingkan diri) untuk mendekatkan diri kepada Allah swt”. Abu Dzar setelah mendengar sabda beliau saw tadi berkata, “Alangkah senangnya seandainya aku menjadi sebatang pohon yang besar dan menjulang tinggi”. (HR Imam Ahmad, At-Tirmidzy dan Ibnu Majah).

c.   Ketiak Rasulullah saw. Imam Bukhary dan Muslim mengetengahkan hadis dari Anas bin Malik ra, ia berkata : “Aku melihat Rasulullah saw mengangkat kedua tangannya ke atas pada saat berdoa, sampai kedua ketiaknya terlihat”.
Ibnu Sa’ad mengetengahkan hadis dari Jabir ra, bahwa ia pernah mengatakan: “Rasulullah saw sewaktu sujud terlihat  kedua ketiaknya yang berwarna keputih-putihan”.
Al-Muhibb at-Thabary  mengatakan: “Di antara kekhususan Rasulullah saw adalah bahwa ketiak semua manusia pada umumnya berbeda-beda warnanya, kecuali ketiak beliau saw yang berwarna keputih-putihan”. Al-Qurthuby juga menuturkan demikian. Dan perlu ditambahkan, bahwa ketiak Rasulullah saw tidak berbulu.

d.   Tidak pernah menguap.  Imam Bukhary didalam buku Tarikh-nya dan Ibnu Syaibah dalam Mushnaf-nya, serta Ibnu Sa’ad mengetengahkan hadis dari Yazid bin Al-Ashamm. Ia bercerita bahwa Rasulullah saw tidak pernah menguap sama sekali.
Ibnu Syaibah mentakhrij hadis dari Maslamah bin Abdulmalik bin Marwan, katanya: “Rasulullah saw tidak pernah menguap sama sekali”.

e.   Keringat Rasulullah saw. Imam Muslim mengetengahkan hadis dari Anas bin Malik ra, bahwa dia menuturkan : “Rasulullah saw datang berkunjung ke rumah kami. Beliau tidur siang dan berkeringat. Ibuku, Ummu Sulaim, datang dengan membawa sebuah wadah semacam botol untuk menadahi tetesan keringat beliau. Kemudian beliau terbangun dan bersabda: “Hai Ummu Sulaim! Apa yang sedang Anda lakukan!”. “Keringat Engkau ini akan aku jadikan sebagai minyak wangi yang sangat harum baunya”, jawab ibuku”.

f.   Tinggi badan Rasulullah saw. Ibnu Khaitsamah didalam buku Tarikh-nya, Al-Baihaqy dan Ibnu ‘Asakir mengetengahkan hadis dari Aisyah ra, bahwa dia menuturkan : “Rasulullah saw tidak terlalu tinggi dan juga tidak terlalu pendek. Beliau nampak berperawakan sedang jika berjalan sendirian. Jika berjalan bersama dua orang yang terbilang tinggi, beliau saw nampak lebih tinggi darinya. Namun jika keduanya berpisah, perawakan beliau saw sedang”.
Ibnu Saba’ menjelaskan kekhususan-kehususan beliau saw tersebut dengan tambahan, bahwa bila beliau saw sedang duduk di tengah-tengah majlis, pundak beliau nampak lebih tinggi dari semua orang yang hadir.

g.   Bayangan tubuh Rasulullah saw. Al-Hakim dan At-Tirmidzy mentakhrij hadis dari Dzakran, bahwa Rasulullah saw tidak meninggalkan bekas bayangan tubuhnya sewaktu beliau terkena sinar matahari dan bulan.
Ibnu Saba’ menuturkan bahwa di antara kekhususan beliau saw adalah bayangan tubuhnya tidak jatuh ke atas tanah, karena beliau adalah “Nur” itu sendiri. Jika berjalan di bawah terik matahari dan sinar rembulan, tidak terlihat bayangan tubuh beliau di atas tanah. Sebagian ulama mengatakan, bahwa hal ini disebabkan beliau senantiasa berdoa : أللـهمّ اجـعـلـني نوراً  , (“Ya Allah! Jadikanlah diriku cahaya”).
Al-Qadhy ‘Iyadh dalam kitab Asy-Syifa’ dan Al-‘Ashafy didalam kitab Maulid-nya menuturkan, bahwa di antara kekhususan beliau saw adalah bahwa lalat tak pernah singgah di tubuhnya. Perlu ditambahkan bahwa kutu-kutu pun tidak berani menyakiti dan menyengat tubuh beliau saw.

h.   Darah Rasulullah saw. Al-Bazar, At-Thabrany, Al-Hakim dan Al-Baihaqy mengetengahkan hadis dari Abdullah bin Zubair ra, bahwa ia mendatangi Rasulullah saw yang sedang berbekam/bercantuk (mengeluarkan darah kotor). Beliau saw bersabda: “Hai Abdullah ! Pergi dan buanglah darah ini ke tempat yang sepi, sekiranya di situ tidak ada seorang pun yang melihatmu”. Setelah darah itu ia bawa ke luar, ia tidak segera membuang darah itu, tetapi malah ia minum. Kemudian ia kembali ke hadapan beliau saw. Beliau saw bersabda: “Hai Abdullah! Apa yang Anda lakukan?”. Darah itu sudah aku bawa ke tempat yang sepi dan tidak ada seorang pun yang melihatku”, jawab Abdullah. Beliau saw bilang: “Pasti Anda minum!”. “Benar, aku meminumnya, Ya Rasulullah saw!”, jawabnya. Kemudian Rasulullah saw bersabda : “Celakalah orang-orang disebabkan perbuatan Anda tadi, dan celakalah Anda  dari perbuatan mereka itu, oleh karena mereka memandang bahwa dengan meminum darahku itu mereka menjadi kuat”.

i.   Tidurnya Rasulullah saw. Imam Bukhary dan Muslim mengetengahkan hadis dari ‘Aisyah ra, katanya: “Ya Rasulullah! Apakah engkau tidur sebelum shalat witir?”Hai ‘Aisyah! Kedua mataku memang tidur, tetapi mata hatiku tiak pernah tidur”, jawab beliau saw. 

j.   Hubungan sebadan Rasulullah saw. Imam Bukhary menuturkan hadis dari jalan Qatadah ra, dari Anas bin Malik ra, ia berkata : “Beliau saw pernah menggilir para isterinya yang berjumlah sebelas orang itu dalam satu waktu sehari semalam” Qatadah ra bertanya: “Seberapa besar keperkasaannya?”. Anas bin Malik ra  menjawab Sebesar keperkasaan tiga puluh orang”.

k.   Rasulullah saw tidak pernah ihtilam. At-Thabrany mengetengahkan hadis dari jalur  Ikrimah ra, dari Anas bin Malik ra dan Ibnu Abbas ra. Sementara Ad-Dainury dalam kitabnya, Al-Mujalasah, mengetengahkannya dari jalan Mujahid, dari Ibnu Abbas ra, bahwa ia bercerita : “Rasulullah saw sama sekali tidak pernah Ihtilam (keluar air sperma akibat bermimpi). Karena Ihtilam adalah akibat gangguan syetan”.  
 
l.    Air kencing Rasulullah saw. Al-Hasan  bin Sufyan dalam kitabnya, Al-Musnad, serta Al-Hakim, Abu Ya’la, Ad-Daruquthny dan Abu Na’im mengetengahkan hadis dari Ummu Aiman ra, ia berkata : “Rasulullah saw bangun dari tidurnya di tengah malam, lalu menuju ke tempat tembikar di sudut rumah, lalu membuang air seninya didalamnya. Tak lama kemudian aku pun bangun dari tidurku dalam keadaan sangat haus, terus aku mencari air minum, maka aku minum saja air yang ada di tembikar tersebut. Setelah datang waktu pagi, aku bercerita kepada beliau saw tentang apa yang aku lakukan semalam. Beliau saw langsung tertawa sambil bersabda, “Sungguh, perutmu setelah hari ini selamanya tidak akan pernah sakit”.

Abdurrazzaq menuturkan sebuah riwayat dari Ibnu Juraij, ia mengatakan bahwa Rasulullah saw pernah kencing didalam sebuah gelas dari logam, lalu beliau letakkan gelas itu di bawah kolong tempat tidurnya, terus keluar rumah. Setelah masuk kembali untuk mengambil gelas, tiba-tiba gelas itu sudah tidak ada di tempat semula. Beliau saw kemudian bertanya kepada  seorang wanita pelawan Ummu Habibah, yang lebih dikenal dengan nama “Barkah”, pelayan Ummu Habibah, yang baru saja datang bersamanya dari negeri Habasyah : “Di mana gelas yang berisi air seniku yang aku letakkan di bawah kolong tempat tidurku ini?”. Barkah menyahut: “Sudah aku minum, tadi!”. Kemudian beliau saw bersabda: “Kamu akan sehat, wahai Ummu Yunus!”. Ummu Yunus adalah nama panggilan dari Barkah. Kenyataannya, Barkah tidak pernah sakit sampai akhir hayatnya.

Di antara para ulama ada yang menyusun Nazhaman yang berisi sejumlah kekhususan sifat Rasulullah saw yang membedakannya dengan sifat manusia pada umumnya :

Nabi kita Muhammad SAW memiliki sepuluh sifat khas
1.   Beliau tidak pernah mengalami Ihtilam sama sekali dan tidak berbayang
2.   Bumi menelan apa yang keluar darinya
3.   Lalat pun enggan mendekati beliau
4.   Kedua matanya tidur, namun mata hatinya tidak
5.   Mampu melihat yang di belakang seperti yang di muka
6.   Beliau tak pernah menguap
7.   Sejak lahir sudah berkhitan
8.  Hewan-hewan yang ditunggangi sama mengenalnya, Tidak lari, malah semakin mendekat
9.   Sewaktu duduk, pundaknya nampak lebih tinggi dari yang lain
10. Allah bershalawat kepadanya di waktu pagi dan petang.

Kekhasan sifat Rasulullah saw sebenarnya sangat banyak dan tidak terbatas pada sepuluh sifat seperti di atas. Hadis-hadis yang meriwayatkan tentang sifat-sifat khas beliau saw ada yang bernilai shahih sanadnya, ada yang tidak shahih, dan ada yang masih diperselisihkan, sehingga menjadi persoalan khilafiyah di kalangan ulama.

Kajian para ulama di jaman dahulu tentang kekhasan sifat beliau saw adalah sekitar persoalan benar dan salahnya, sah dan batalnya, bukan pada persoalan kufur dan tidaknya. Kekhasan sifat beliau saw yang kami kutip di atas juga ada yang berdasarkan riwayat yang sanadnya shahih dan ada yang tidak shahih, ada yang pantas diterima dan ada yang tidak. Apa yang kami uraikan di atas adalah agar dijadikan sebagai dalil tentang betapa tolerannya para Muhadditsin (ulama/pakar hadis) sewaktu menukilnya. Maksud kajian mereka bukan diarahkan untuk mencari shahih atau tidaknya suatu riwayat, akan tetapi lebih dititikberatkan untuk direnungkan isi kandungannya.

 

   

========================================

*) Sumber : Diambil dari salah satu bagian dari kitab :
Judul Asli
: مفـاهـيم يجب أن تـصحح
Penulis
: Prof. DR. Sayyid Muhammad Alawi Al-Maliki
Alih Bahasa
: Achmad Suchaimi
Judul Terjemahan
: Pemahaman Yang Perlu Diluruskan (PYPD)