Tampilkan postingan dengan label Sifat Kekhususan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sifat Kekhususan. Tampilkan semua postingan

Jumat, 19 Juli 2013

PYPD - 32. PARA NABI ADALAH MANUSIA YANG MEMILIKI SIFAT KEISTIMEWAAN *)



Oleh Sayyid Muhammad Alawi Al-Maliki



Sebagian orang beranggapan bahwa para Nabi, dalam setiap keadaannya, adalah sama derajatnya dengan semua manusia pada umumnya. Anggapan tersebut sekaligus mencerminkan kebodohan dan kesalahan mereka. Meskipun para Nabi, bila dipandang dari segi hakekat asal usul kemanusiaannya, adalah sama dengan manusia pada umumnya, akan tetapi mereka memiliki banyak perbedaan dalam hal sifat dan kepribadiannya. Jika tidak demikian, lalu apa keistimewaan mereka? Bagaimana mungkin mereka berhasil dipilih Allah swt sebagai utusan-Nya?

Berikut ini kami akan menjelaskan sebagian sifat-sifat mereka di dunia dan kekhususan mereka di alam barzah, sebagaimana yang telah disinggung oleh beberapa nash Al-Qur’an dan Hadis Nabi.


PARA NABI ADALAH PEMIMPIN MANUSIA

Para Nabi adalah  sosok manusia suci yang dipilih Allah swt dari sekalian hamba-Nya. Allah swt memuliakan mereka dengan Nubuwwah ( membawa missi kenabian), Hikmah (kebijaksanaan), diberi kekuatan pikiran dan ketepatan pandangan. Allah swt memilih mereka sebagai Perantara antara Dia dan makhluk-Nya. Mereka diberi tugas menyampaikan perintah-perintah Allah swt, kabar gembira dan peringatan kepada manusia. Mereka memberi tuntunan hidup dan petunjuk hidup kepada umat manusia agar dapat hidup bahagia di dunia dan di akhirat. Hikmah Allah swt memilih mereka dari jenis manusia adalah agar manusia dapat berkumpul bersama-sama dengan mereka, mengambil pelajaran, mengikuti jejak perjalanan hidup dan akhlak mereka. Dengan kata lain, kemanusiaan para Nabi merupakan suatu kemukjizatan bagi mereka, dalam pengertian bahwa mereka berasal dari jenis manusia yang diberi keistimewaan-keistimewaan yang tidak dimiliki oleh seorang pun di antara manusia pada umumnya.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan, bahwa menganggap para Nabi adalah sama seperti manusia pada umumnya yang tak memiliki perbedaan dan keistimewaan tertentu, merupakan anggapan Kaum Jahiliyah yang musyrik. Sebagaimana pandangan yang dikemukakan oleh kaum Nabi Nuh kepada dirinya :

فَقَالَ الْمَلَأُ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ قَوْمِهِ مَا نَرَاكَ إِلَّا بَشَرًا مِثْلَنَا وَمَا نَرَاكَ اتَّبَعَكَ إِلَّا الَّذِينَ هُمْ أَرَاذِلُنَا بَادِيَ الرَّأْيِ وَمَا نَرَى لَكُمْ عَلَيْنَا مِنْ فَضْلٍ بَلْ نَظُنُّكُمْ كَاذِبِينَ(27)

Maka berkatalah pemimpin-pemimpin yang kafir dari kaumnya: "Kami tidak melihat kamu, melainkan (sebagai) seorang manusia (biasa) seperti kami, dan kami tidak melihat orang-orang yang mengikuti kamu melainkan orang-orang yang hina dina di antara kami yang lekas percaya saja, dan kami tidak melihat kamu memiliki sesuatu kelebihan apapun atas kami, bahkan kami yakin bahwa kamu adalah orang-orang yang dusta". (QS Hud,[11] : 27)

Pandangan Bani Israil kepada pribadi Nabi Musa dan Nabi Isa :

فَقَالُوا أَنُؤْمِنُ لِبَشَرَيْنِ مِثْلِنَا وَقَوْمُهُمَا لَنَا عَابِدُونَ(47)
Dan mereka berkata: "Apakah (patut) kita percaya kepada dua orang manusia seperti kita (juga), padahal kaum mereka (Bani Israil) adalah orang-orang yang menghambakan diri kepada kita?" (QS Al-Mukiminun,[23] : 47)

Demikian pula pandangan kaum Tsamud kepada Nabi Shaleh (QS Asy-Syu’ara’’[26] : 154); pandangan penduduk Aikah kepada Nabi Syu’aib as (QS Asy-Syu’ara’,[26] : 186); dan kaum musyrikin Arab kepada Nabi Muhammad saw :

وَقَالُوا مَالِ هَذَا الرَّسُولِ يَأْكُلُ الطَّعَامَ وَيَمْشِي فِي الْأَسْوَاقِ لَوْلَا أُنْزِلَ إِلَيْهِ مَلَكٌ فَيَكُونَ مَعَهُ نَذِيرًا(7)
Dan mereka berkata: "Mengapa rasul ini memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar? Mengapa tidak diturunkan kepadanya seorang malaikat agar malaikat itu memberikan peringatan bersama-sama dengan dia?,” (QS Al-FurqaN: 7)



SIFAT PARA NABI DAN KEKHUSUSAN NABI MUHAMMAD SAW.

Meskipun para Nabi dipilih dari jenis manusia dan melakukan aktifitas sebagaimana layaknya manusia pada umumnya seperti makan, minum, sehat, sakit, menikahi wanita, berjalan di pasar-pasar dan memiliki ciri-ciri khas kemanusiaan seperti tua, lemah dan mati, akan tetapi mereka juga memiliki beberapa sifat khas dan istimewa melebih manusia pada umumnya. Di antaranya :
1.   Shiddiq (benar, jujur, tak pernah berbohong)
2.   Amanah (dapat dipercaya, tak pernah berkhianat)
3.   Tabligh (menyampaikan wahyu)
4.   Fathanah (cerdas, pandai, cendekia)
5.   Terhindar dari cacat dan ‘aib yang menyebabkannya dijauhi umatnya
6.   ‘Ishmah (terpelihara dari salah dan dosa)


Berikutnya kami akan menjelaskan beberapa sifat-sifat khas dan istimewa yang ada pada diri Rasulullah saw yang membedakannya dengan manusia pada umumnya:

a.   Kemampuan melihat dari arah belakang sebagaimana yang dilakukannya dari arah depan. Imam Bukhary dan Muslim mengetengahkan hadis dari Abu Hurairah ra. Dia menuturkan bahwa Rasulullah saw bersabda : “Apakah kalian melihat kiblatku (arahku menghadap) di sini? Demi Allah! Rukukmu dan sujudmu tidak lepas dari penglihatanku. Aku dapat melihat kalian dari belakang punggungku”.
Imam Muslim mengetengahkan hadis dari Anas bin Malik ra, bahwa Rasulullah saw bersabda : “Aku adalah imammu. Karena itu kamu jangan mendahului rukukku dan sujudku. Aku dapat melihat kamu dari arah depanku dan belakangku”.
Imam Abdurrazzaq, Al-Hakim dan Abu Na’im mengetengahkan hadis dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah saw bersabda : “Sesungguhnya aku benar-benar dapat melihat apa saja yang ada di belakangku, sebagaimana aku dapat melihat apa saja yang ada di depanku”.

b.   Melihat sesuatu yang tak mampu kita lihat dan mendengar sesuatu yang tak mampu kita dengar. Hadis dari Abu Dzar al-Ghiffary menuturkan bahwa Rasulullah saw bersabda : “Sungguh aku melihat sesuatu yang tidak mampu Anda lihat dan mendengar sesuatu yang tidak mampu Anda dengar. Langit sudah pernah aku jelajahi dan ia memang berhak dilintasi. Demi Allah yang jiwaku berada didalam kekuasaan-Nya! Tiada tempat selebar empat jari melainkan ada malaikat yang meletakkan keningnya untuk bersujud kepada Allah swt. Demi Allah! Sekiranya Anda mengetahui apa yang sedang aku ketahui saat ini, tentu Anda akan sedikit tertawa dan banyak menangis, serta tidak akan merasakan kelezatan kaum wanita di tempat tidur Anda. Anda tentu akan pergi ke bukit-bukit yang tinggi (beruzlah mengasingkan diri) untuk mendekatkan diri kepada Allah swt”. Abu Dzar setelah mendengar sabda beliau saw tadi berkata, “Alangkah senangnya seandainya aku menjadi sebatang pohon yang besar dan menjulang tinggi”. (HR Imam Ahmad, At-Tirmidzy dan Ibnu Majah).

c.   Ketiak Rasulullah saw. Imam Bukhary dan Muslim mengetengahkan hadis dari Anas bin Malik ra, ia berkata : “Aku melihat Rasulullah saw mengangkat kedua tangannya ke atas pada saat berdoa, sampai kedua ketiaknya terlihat”.
Ibnu Sa’ad mengetengahkan hadis dari Jabir ra, bahwa ia pernah mengatakan: “Rasulullah saw sewaktu sujud terlihat  kedua ketiaknya yang berwarna keputih-putihan”.
Al-Muhibb at-Thabary  mengatakan: “Di antara kekhususan Rasulullah saw adalah bahwa ketiak semua manusia pada umumnya berbeda-beda warnanya, kecuali ketiak beliau saw yang berwarna keputih-putihan”. Al-Qurthuby juga menuturkan demikian. Dan perlu ditambahkan, bahwa ketiak Rasulullah saw tidak berbulu.

d.   Tidak pernah menguap.  Imam Bukhary didalam buku Tarikh-nya dan Ibnu Syaibah dalam Mushnaf-nya, serta Ibnu Sa’ad mengetengahkan hadis dari Yazid bin Al-Ashamm. Ia bercerita bahwa Rasulullah saw tidak pernah menguap sama sekali.
Ibnu Syaibah mentakhrij hadis dari Maslamah bin Abdulmalik bin Marwan, katanya: “Rasulullah saw tidak pernah menguap sama sekali”.

e.   Keringat Rasulullah saw. Imam Muslim mengetengahkan hadis dari Anas bin Malik ra, bahwa dia menuturkan : “Rasulullah saw datang berkunjung ke rumah kami. Beliau tidur siang dan berkeringat. Ibuku, Ummu Sulaim, datang dengan membawa sebuah wadah semacam botol untuk menadahi tetesan keringat beliau. Kemudian beliau terbangun dan bersabda: “Hai Ummu Sulaim! Apa yang sedang Anda lakukan!”. “Keringat Engkau ini akan aku jadikan sebagai minyak wangi yang sangat harum baunya”, jawab ibuku”.

f.   Tinggi badan Rasulullah saw. Ibnu Khaitsamah didalam buku Tarikh-nya, Al-Baihaqy dan Ibnu ‘Asakir mengetengahkan hadis dari Aisyah ra, bahwa dia menuturkan : “Rasulullah saw tidak terlalu tinggi dan juga tidak terlalu pendek. Beliau nampak berperawakan sedang jika berjalan sendirian. Jika berjalan bersama dua orang yang terbilang tinggi, beliau saw nampak lebih tinggi darinya. Namun jika keduanya berpisah, perawakan beliau saw sedang”.
Ibnu Saba’ menjelaskan kekhususan-kehususan beliau saw tersebut dengan tambahan, bahwa bila beliau saw sedang duduk di tengah-tengah majlis, pundak beliau nampak lebih tinggi dari semua orang yang hadir.

g.   Bayangan tubuh Rasulullah saw. Al-Hakim dan At-Tirmidzy mentakhrij hadis dari Dzakran, bahwa Rasulullah saw tidak meninggalkan bekas bayangan tubuhnya sewaktu beliau terkena sinar matahari dan bulan.
Ibnu Saba’ menuturkan bahwa di antara kekhususan beliau saw adalah bayangan tubuhnya tidak jatuh ke atas tanah, karena beliau adalah “Nur” itu sendiri. Jika berjalan di bawah terik matahari dan sinar rembulan, tidak terlihat bayangan tubuh beliau di atas tanah. Sebagian ulama mengatakan, bahwa hal ini disebabkan beliau senantiasa berdoa : أللـهمّ اجـعـلـني نوراً  , (“Ya Allah! Jadikanlah diriku cahaya”).
Al-Qadhy ‘Iyadh dalam kitab Asy-Syifa’ dan Al-‘Ashafy didalam kitab Maulid-nya menuturkan, bahwa di antara kekhususan beliau saw adalah bahwa lalat tak pernah singgah di tubuhnya. Perlu ditambahkan bahwa kutu-kutu pun tidak berani menyakiti dan menyengat tubuh beliau saw.

h.   Darah Rasulullah saw. Al-Bazar, At-Thabrany, Al-Hakim dan Al-Baihaqy mengetengahkan hadis dari Abdullah bin Zubair ra, bahwa ia mendatangi Rasulullah saw yang sedang berbekam/bercantuk (mengeluarkan darah kotor). Beliau saw bersabda: “Hai Abdullah ! Pergi dan buanglah darah ini ke tempat yang sepi, sekiranya di situ tidak ada seorang pun yang melihatmu”. Setelah darah itu ia bawa ke luar, ia tidak segera membuang darah itu, tetapi malah ia minum. Kemudian ia kembali ke hadapan beliau saw. Beliau saw bersabda: “Hai Abdullah! Apa yang Anda lakukan?”. Darah itu sudah aku bawa ke tempat yang sepi dan tidak ada seorang pun yang melihatku”, jawab Abdullah. Beliau saw bilang: “Pasti Anda minum!”. “Benar, aku meminumnya, Ya Rasulullah saw!”, jawabnya. Kemudian Rasulullah saw bersabda : “Celakalah orang-orang disebabkan perbuatan Anda tadi, dan celakalah Anda  dari perbuatan mereka itu, oleh karena mereka memandang bahwa dengan meminum darahku itu mereka menjadi kuat”.

i.   Tidurnya Rasulullah saw. Imam Bukhary dan Muslim mengetengahkan hadis dari ‘Aisyah ra, katanya: “Ya Rasulullah! Apakah engkau tidur sebelum shalat witir?”Hai ‘Aisyah! Kedua mataku memang tidur, tetapi mata hatiku tiak pernah tidur”, jawab beliau saw. 

j.   Hubungan sebadan Rasulullah saw. Imam Bukhary menuturkan hadis dari jalan Qatadah ra, dari Anas bin Malik ra, ia berkata : “Beliau saw pernah menggilir para isterinya yang berjumlah sebelas orang itu dalam satu waktu sehari semalam” Qatadah ra bertanya: “Seberapa besar keperkasaannya?”. Anas bin Malik ra  menjawab Sebesar keperkasaan tiga puluh orang”.

k.   Rasulullah saw tidak pernah ihtilam. At-Thabrany mengetengahkan hadis dari jalur  Ikrimah ra, dari Anas bin Malik ra dan Ibnu Abbas ra. Sementara Ad-Dainury dalam kitabnya, Al-Mujalasah, mengetengahkannya dari jalan Mujahid, dari Ibnu Abbas ra, bahwa ia bercerita : “Rasulullah saw sama sekali tidak pernah Ihtilam (keluar air sperma akibat bermimpi). Karena Ihtilam adalah akibat gangguan syetan”.  
 
l.    Air kencing Rasulullah saw. Al-Hasan  bin Sufyan dalam kitabnya, Al-Musnad, serta Al-Hakim, Abu Ya’la, Ad-Daruquthny dan Abu Na’im mengetengahkan hadis dari Ummu Aiman ra, ia berkata : “Rasulullah saw bangun dari tidurnya di tengah malam, lalu menuju ke tempat tembikar di sudut rumah, lalu membuang air seninya didalamnya. Tak lama kemudian aku pun bangun dari tidurku dalam keadaan sangat haus, terus aku mencari air minum, maka aku minum saja air yang ada di tembikar tersebut. Setelah datang waktu pagi, aku bercerita kepada beliau saw tentang apa yang aku lakukan semalam. Beliau saw langsung tertawa sambil bersabda, “Sungguh, perutmu setelah hari ini selamanya tidak akan pernah sakit”.

Abdurrazzaq menuturkan sebuah riwayat dari Ibnu Juraij, ia mengatakan bahwa Rasulullah saw pernah kencing didalam sebuah gelas dari logam, lalu beliau letakkan gelas itu di bawah kolong tempat tidurnya, terus keluar rumah. Setelah masuk kembali untuk mengambil gelas, tiba-tiba gelas itu sudah tidak ada di tempat semula. Beliau saw kemudian bertanya kepada  seorang wanita pelawan Ummu Habibah, yang lebih dikenal dengan nama “Barkah”, pelayan Ummu Habibah, yang baru saja datang bersamanya dari negeri Habasyah : “Di mana gelas yang berisi air seniku yang aku letakkan di bawah kolong tempat tidurku ini?”. Barkah menyahut: “Sudah aku minum, tadi!”. Kemudian beliau saw bersabda: “Kamu akan sehat, wahai Ummu Yunus!”. Ummu Yunus adalah nama panggilan dari Barkah. Kenyataannya, Barkah tidak pernah sakit sampai akhir hayatnya.

Di antara para ulama ada yang menyusun Nazhaman yang berisi sejumlah kekhususan sifat Rasulullah saw yang membedakannya dengan sifat manusia pada umumnya :

Nabi kita Muhammad SAW memiliki sepuluh sifat khas
1.   Beliau tidak pernah mengalami Ihtilam sama sekali dan tidak berbayang
2.   Bumi menelan apa yang keluar darinya
3.   Lalat pun enggan mendekati beliau
4.   Kedua matanya tidur, namun mata hatinya tidak
5.   Mampu melihat yang di belakang seperti yang di muka
6.   Beliau tak pernah menguap
7.   Sejak lahir sudah berkhitan
8.  Hewan-hewan yang ditunggangi sama mengenalnya, Tidak lari, malah semakin mendekat
9.   Sewaktu duduk, pundaknya nampak lebih tinggi dari yang lain
10. Allah bershalawat kepadanya di waktu pagi dan petang.

Kekhasan sifat Rasulullah saw sebenarnya sangat banyak dan tidak terbatas pada sepuluh sifat seperti di atas. Hadis-hadis yang meriwayatkan tentang sifat-sifat khas beliau saw ada yang bernilai shahih sanadnya, ada yang tidak shahih, dan ada yang masih diperselisihkan, sehingga menjadi persoalan khilafiyah di kalangan ulama.

Kajian para ulama di jaman dahulu tentang kekhasan sifat beliau saw adalah sekitar persoalan benar dan salahnya, sah dan batalnya, bukan pada persoalan kufur dan tidaknya. Kekhasan sifat beliau saw yang kami kutip di atas juga ada yang berdasarkan riwayat yang sanadnya shahih dan ada yang tidak shahih, ada yang pantas diterima dan ada yang tidak. Apa yang kami uraikan di atas adalah agar dijadikan sebagai dalil tentang betapa tolerannya para Muhadditsin (ulama/pakar hadis) sewaktu menukilnya. Maksud kajian mereka bukan diarahkan untuk mencari shahih atau tidaknya suatu riwayat, akan tetapi lebih dititikberatkan untuk direnungkan isi kandungannya.

 

   

========================================

*) Sumber : Diambil dari salah satu bagian dari kitab :
Judul Asli
: مفـاهـيم يجب أن تـصحح
Penulis
: Prof. DR. Sayyid Muhammad Alawi Al-Maliki
Alih Bahasa
: Achmad Suchaimi
Judul Terjemahan
: Pemahaman Yang Perlu Diluruskan (PYPD)