Oleh Sayyid Muhammad Alawi Al-Maliki |
Sebagian orang beranggapan
bahwa para Nabi, dalam setiap keadaannya, adalah sama derajatnya dengan semua
manusia pada umumnya. Anggapan tersebut sekaligus mencerminkan kebodohan dan
kesalahan mereka. Meskipun para Nabi, bila dipandang dari segi hakekat asal
usul kemanusiaannya, adalah sama dengan manusia pada umumnya, akan tetapi
mereka memiliki banyak perbedaan dalam hal sifat dan kepribadiannya. Jika tidak
demikian, lalu apa keistimewaan mereka? Bagaimana mungkin mereka berhasil
dipilih Allah swt sebagai utusan-Nya?
Berikut ini kami akan
menjelaskan sebagian sifat-sifat mereka di dunia dan kekhususan mereka di alam
barzah, sebagaimana yang telah disinggung oleh beberapa nash Al-Qur’an dan
Hadis Nabi.
PARA NABI
ADALAH PEMIMPIN MANUSIA
Para Nabi adalah sosok
manusia suci yang dipilih Allah swt dari sekalian hamba-Nya. Allah swt
memuliakan mereka dengan Nubuwwah ( membawa missi kenabian), Hikmah (kebijaksanaan),
diberi kekuatan pikiran dan ketepatan pandangan. Allah swt memilih mereka
sebagai Perantara antara Dia dan makhluk-Nya. Mereka diberi tugas
menyampaikan perintah-perintah Allah swt, kabar gembira dan peringatan kepada
manusia. Mereka memberi tuntunan hidup dan petunjuk hidup kepada umat manusia
agar dapat hidup bahagia di dunia dan di akhirat. Hikmah Allah swt memilih
mereka dari jenis manusia adalah agar manusia dapat berkumpul bersama-sama
dengan mereka, mengambil pelajaran, mengikuti jejak perjalanan hidup dan akhlak
mereka. Dengan kata lain, kemanusiaan para Nabi merupakan suatu kemukjizatan
bagi mereka, dalam pengertian bahwa mereka berasal dari jenis manusia yang
diberi keistimewaan-keistimewaan yang tidak dimiliki oleh seorang pun di antara
manusia pada umumnya.
Dari uraian di atas dapat
disimpulkan, bahwa menganggap para Nabi adalah sama seperti manusia pada
umumnya yang tak memiliki perbedaan dan keistimewaan tertentu, merupakan
anggapan Kaum Jahiliyah yang musyrik. Sebagaimana pandangan yang
dikemukakan oleh kaum Nabi Nuh kepada dirinya :
فَقَالَ
الْمَلَأُ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ قَوْمِهِ مَا نَرَاكَ إِلَّا بَشَرًا مِثْلَنَا
وَمَا نَرَاكَ اتَّبَعَكَ إِلَّا الَّذِينَ هُمْ أَرَاذِلُنَا بَادِيَ الرَّأْيِ
وَمَا نَرَى لَكُمْ عَلَيْنَا مِنْ فَضْلٍ بَلْ نَظُنُّكُمْ كَاذِبِينَ(27)
“Maka
berkatalah pemimpin-pemimpin yang kafir dari kaumnya: "Kami tidak melihat
kamu, melainkan (sebagai) seorang manusia (biasa) seperti kami, dan kami tidak
melihat orang-orang yang mengikuti kamu melainkan orang-orang yang hina dina di
antara kami yang lekas percaya saja, dan kami tidak melihat kamu memiliki sesuatu
kelebihan apapun atas kami, bahkan kami yakin bahwa kamu adalah orang-orang
yang dusta". (QS Hud,[11] : 27)
Pandangan Bani Israil kepada
pribadi Nabi Musa dan Nabi Isa :
فَقَالُوا
أَنُؤْمِنُ لِبَشَرَيْنِ مِثْلِنَا وَقَوْمُهُمَا لَنَا عَابِدُونَ(47)
“Dan
mereka berkata: "Apakah (patut) kita percaya kepada dua orang manusia
seperti kita (juga), padahal kaum mereka (Bani Israil) adalah orang-orang yang
menghambakan diri kepada kita?" (QS Al-Mukiminun,[23] : 47)
Demikian pula pandangan kaum Tsamud
kepada Nabi Shaleh (QS Asy-Syu’ara’’[26] : 154); pandangan penduduk Aikah
kepada Nabi Syu’aib as (QS Asy-Syu’ara’,[26] : 186); dan kaum musyrikin
Arab kepada Nabi Muhammad saw :
وَقَالُوا مَالِ هَذَا الرَّسُولِ يَأْكُلُ الطَّعَامَ
وَيَمْشِي فِي الْأَسْوَاقِ لَوْلَا أُنْزِلَ إِلَيْهِ مَلَكٌ فَيَكُونَ مَعَهُ
نَذِيرًا(7)
“Dan
mereka berkata: "Mengapa rasul ini memakan makanan dan berjalan di
pasar-pasar? Mengapa tidak diturunkan kepadanya seorang malaikat agar malaikat
itu memberikan peringatan bersama-sama dengan dia?,” (QS Al-FurqaN: 7)
SIFAT PARA
NABI DAN KEKHUSUSAN NABI MUHAMMAD SAW.
Meskipun para Nabi dipilih dari
jenis manusia dan melakukan aktifitas sebagaimana layaknya manusia pada umumnya
seperti makan, minum, sehat, sakit, menikahi wanita, berjalan di pasar-pasar
dan memiliki ciri-ciri khas kemanusiaan seperti tua, lemah dan mati, akan
tetapi mereka juga memiliki beberapa sifat khas dan istimewa melebih manusia
pada umumnya. Di antaranya :
1. Shiddiq (benar, jujur, tak pernah
berbohong)
2. Amanah (dapat dipercaya, tak pernah
berkhianat)
3. Tabligh (menyampaikan wahyu)
4. Fathanah (cerdas, pandai, cendekia)
5. Terhindar dari
cacat dan ‘aib yang menyebabkannya dijauhi umatnya
6. ‘Ishmah
(terpelihara dari salah dan dosa)
Berikutnya kami akan
menjelaskan beberapa sifat-sifat khas dan istimewa yang ada pada diri
Rasulullah saw yang membedakannya dengan manusia pada umumnya:
a. Kemampuan melihat dari arah belakang sebagaimana yang
dilakukannya dari arah depan. Imam Bukhary dan Muslim mengetengahkan hadis
dari Abu Hurairah ra. Dia menuturkan bahwa Rasulullah saw bersabda : “Apakah
kalian melihat kiblatku (arahku menghadap) di sini? Demi Allah! Rukukmu dan
sujudmu tidak lepas dari penglihatanku. Aku dapat melihat kalian dari belakang
punggungku”.
Imam
Muslim mengetengahkan hadis dari Anas bin Malik ra, bahwa Rasulullah saw
bersabda : “Aku adalah imammu. Karena itu kamu jangan mendahului rukukku dan
sujudku. Aku dapat melihat kamu dari arah depanku dan belakangku”.
Imam
Abdurrazzaq, Al-Hakim dan Abu Na’im mengetengahkan hadis dari Abu Hurairah ra,
bahwa Rasulullah saw bersabda : “Sesungguhnya aku benar-benar dapat melihat
apa saja yang ada di belakangku, sebagaimana aku dapat melihat apa saja yang
ada di depanku”.
b. Melihat sesuatu yang tak mampu kita lihat dan mendengar sesuatu
yang tak mampu kita dengar. Hadis dari Abu Dzar al-Ghiffary menuturkan
bahwa Rasulullah saw bersabda : “Sungguh aku melihat sesuatu yang tidak
mampu Anda lihat dan mendengar sesuatu yang tidak mampu Anda dengar. Langit
sudah pernah aku jelajahi dan ia memang berhak dilintasi. Demi Allah yang
jiwaku berada didalam kekuasaan-Nya! Tiada tempat selebar empat jari melainkan
ada malaikat yang meletakkan keningnya untuk bersujud kepada Allah swt. Demi
Allah! Sekiranya Anda mengetahui apa yang sedang aku ketahui saat ini, tentu
Anda akan sedikit tertawa dan banyak menangis, serta tidak akan merasakan
kelezatan kaum wanita di tempat tidur Anda. Anda tentu akan pergi ke
bukit-bukit yang tinggi (beruzlah mengasingkan diri) untuk mendekatkan diri
kepada Allah swt”. Abu Dzar setelah mendengar sabda beliau saw tadi
berkata, “Alangkah senangnya seandainya aku menjadi sebatang pohon yang
besar dan menjulang tinggi”. (HR Imam Ahmad, At-Tirmidzy dan Ibnu Majah).
c. Ketiak Rasulullah saw. Imam Bukhary dan Muslim
mengetengahkan hadis dari Anas bin Malik ra, ia berkata : “Aku melihat
Rasulullah saw mengangkat kedua tangannya ke atas pada saat berdoa, sampai
kedua ketiaknya terlihat”.
Ibnu
Sa’ad mengetengahkan hadis dari Jabir ra, bahwa ia pernah mengatakan:
“Rasulullah saw sewaktu sujud terlihat kedua ketiaknya yang berwarna
keputih-putihan”.
Al-Muhibb
at-Thabary mengatakan: “Di antara kekhususan Rasulullah saw adalah bahwa
ketiak semua manusia pada umumnya berbeda-beda warnanya, kecuali ketiak beliau
saw yang berwarna keputih-putihan”. Al-Qurthuby juga menuturkan
demikian. Dan perlu ditambahkan, bahwa ketiak Rasulullah saw tidak berbulu.
d. Tidak pernah menguap. Imam Bukhary didalam buku Tarikh-nya
dan Ibnu Syaibah dalam Mushnaf-nya, serta Ibnu Sa’ad mengetengahkan
hadis dari Yazid bin Al-Ashamm. Ia bercerita bahwa Rasulullah saw tidak pernah
menguap sama sekali.
Ibnu
Syaibah mentakhrij hadis dari Maslamah bin Abdulmalik bin Marwan, katanya: “Rasulullah
saw tidak pernah menguap sama sekali”.
e. Keringat Rasulullah saw. Imam Muslim mengetengahkan hadis
dari Anas bin Malik ra, bahwa dia menuturkan : “Rasulullah saw datang
berkunjung ke rumah kami. Beliau tidur siang dan berkeringat. Ibuku, Ummu
Sulaim, datang dengan membawa sebuah wadah semacam botol untuk menadahi tetesan
keringat beliau. Kemudian beliau terbangun dan bersabda: “Hai Ummu Sulaim! Apa
yang sedang Anda lakukan!”. “Keringat Engkau ini akan aku jadikan sebagai
minyak wangi yang sangat harum baunya”, jawab ibuku”.
f. Tinggi badan Rasulullah saw. Ibnu Khaitsamah didalam buku Tarikh-nya,
Al-Baihaqy dan Ibnu ‘Asakir mengetengahkan hadis dari Aisyah ra, bahwa dia
menuturkan : “Rasulullah saw tidak terlalu tinggi dan juga tidak terlalu
pendek. Beliau nampak berperawakan sedang jika berjalan sendirian. Jika
berjalan bersama dua orang yang terbilang tinggi, beliau saw nampak lebih
tinggi darinya. Namun jika keduanya berpisah, perawakan beliau saw sedang”.
Ibnu
Saba’ menjelaskan kekhususan-kehususan beliau saw tersebut dengan tambahan,
bahwa bila beliau saw sedang duduk di tengah-tengah majlis, pundak beliau
nampak lebih tinggi dari semua orang yang hadir.
g. Bayangan tubuh Rasulullah saw. Al-Hakim dan At-Tirmidzy
mentakhrij hadis dari Dzakran, bahwa Rasulullah saw tidak meninggalkan bekas
bayangan tubuhnya sewaktu beliau terkena sinar matahari dan bulan.
Ibnu
Saba’ menuturkan bahwa di antara kekhususan beliau saw adalah bayangan tubuhnya
tidak jatuh ke atas tanah, karena beliau adalah “Nur” itu sendiri. Jika
berjalan di bawah terik matahari dan sinar rembulan, tidak terlihat bayangan
tubuh beliau di atas tanah. Sebagian ulama mengatakan, bahwa hal ini disebabkan
beliau senantiasa berdoa
: أللـهمّ اجـعـلـني نوراً , (“Ya
Allah! Jadikanlah diriku cahaya”).
Al-Qadhy
‘Iyadh dalam kitab Asy-Syifa’ dan Al-‘Ashafy didalam kitab Maulid-nya
menuturkan, bahwa di antara kekhususan beliau saw adalah bahwa lalat tak pernah
singgah di tubuhnya. Perlu ditambahkan bahwa kutu-kutu pun tidak berani
menyakiti dan menyengat tubuh beliau saw.
h. Darah Rasulullah saw. Al-Bazar, At-Thabrany, Al-Hakim dan
Al-Baihaqy mengetengahkan hadis dari Abdullah bin Zubair ra, bahwa ia
mendatangi Rasulullah saw yang sedang berbekam/bercantuk (mengeluarkan darah
kotor). Beliau saw bersabda: “Hai Abdullah ! Pergi dan buanglah darah ini ke
tempat yang sepi, sekiranya di situ tidak ada seorang pun yang melihatmu”.
Setelah darah itu ia bawa ke luar, ia tidak segera membuang darah itu, tetapi
malah ia minum. Kemudian ia kembali ke hadapan beliau saw. Beliau saw bersabda:
“Hai Abdullah! Apa yang Anda lakukan?”. “Darah itu sudah aku bawa ke
tempat yang sepi dan tidak ada seorang pun yang melihatku”, jawab Abdullah.
Beliau saw bilang: “Pasti Anda minum!”. “Benar, aku meminumnya, Ya
Rasulullah saw!”, jawabnya. Kemudian Rasulullah saw bersabda : “Celakalah
orang-orang disebabkan perbuatan Anda tadi, dan celakalah Anda dari
perbuatan mereka itu, oleh karena mereka memandang bahwa dengan meminum
darahku itu mereka menjadi kuat”.
i. Tidurnya Rasulullah saw. Imam Bukhary dan Muslim
mengetengahkan hadis dari ‘Aisyah ra, katanya: “Ya Rasulullah! Apakah engkau
tidur sebelum shalat witir?” “Hai ‘Aisyah! Kedua mataku memang tidur,
tetapi mata hatiku tiak pernah tidur”, jawab beliau saw.
j. Hubungan sebadan Rasulullah saw. Imam Bukhary menuturkan
hadis dari jalan Qatadah ra, dari Anas bin Malik ra, ia berkata : “Beliau
saw pernah menggilir para isterinya yang berjumlah sebelas orang itu dalam satu
waktu sehari semalam” Qatadah ra bertanya: “Seberapa besar
keperkasaannya?”. Anas bin Malik ra menjawab “Sebesar
keperkasaan tiga puluh orang”.
k. Rasulullah saw tidak pernah ihtilam. At-Thabrany
mengetengahkan hadis dari jalur Ikrimah ra, dari Anas bin Malik ra dan
Ibnu Abbas ra. Sementara Ad-Dainury dalam kitabnya, Al-Mujalasah, mengetengahkannya
dari jalan Mujahid, dari Ibnu Abbas ra, bahwa ia bercerita : “Rasulullah saw
sama sekali tidak pernah Ihtilam (keluar air sperma akibat bermimpi). Karena
Ihtilam adalah akibat gangguan syetan”.
l. Air kencing Rasulullah saw. Al-Hasan bin
Sufyan dalam kitabnya, Al-Musnad, serta Al-Hakim, Abu Ya’la,
Ad-Daruquthny dan Abu Na’im mengetengahkan hadis dari Ummu Aiman ra, ia berkata
: “Rasulullah saw bangun dari tidurnya di tengah malam, lalu menuju ke
tempat tembikar di sudut rumah, lalu membuang air seninya didalamnya. Tak lama
kemudian aku pun bangun dari tidurku dalam keadaan sangat haus, terus aku
mencari air minum, maka aku minum saja air yang ada di tembikar tersebut. Setelah
datang waktu pagi, aku bercerita kepada beliau saw tentang apa yang aku lakukan
semalam. Beliau saw langsung tertawa sambil bersabda, “Sungguh, perutmu setelah
hari ini selamanya tidak akan pernah sakit”.
Abdurrazzaq
menuturkan sebuah riwayat dari Ibnu Juraij, ia mengatakan bahwa Rasulullah saw
pernah kencing didalam sebuah gelas dari logam, lalu beliau letakkan gelas itu
di bawah kolong tempat tidurnya, terus keluar rumah. Setelah masuk kembali
untuk mengambil gelas, tiba-tiba gelas itu sudah tidak ada di tempat semula.
Beliau saw kemudian bertanya kepada seorang wanita pelawan Ummu Habibah,
yang lebih dikenal dengan nama “Barkah”, pelayan Ummu Habibah, yang baru
saja datang bersamanya dari negeri Habasyah : “Di mana gelas yang berisi air
seniku yang aku letakkan di bawah kolong tempat tidurku ini?”. Barkah
menyahut: “Sudah aku minum, tadi!”. Kemudian beliau saw bersabda: “Kamu
akan sehat, wahai Ummu Yunus!”. Ummu Yunus adalah nama panggilan dari
Barkah. Kenyataannya, Barkah tidak pernah sakit sampai akhir hayatnya.
Di antara para ulama ada yang
menyusun Nazhaman yang berisi sejumlah kekhususan sifat Rasulullah saw
yang membedakannya dengan sifat manusia pada umumnya :
Nabi kita Muhammad SAW memiliki
sepuluh sifat khas
1. Beliau tidak pernah
mengalami Ihtilam sama sekali dan tidak berbayang
2. Bumi menelan apa
yang keluar darinya
3. Lalat pun enggan
mendekati beliau
4. Kedua matanya
tidur, namun mata hatinya tidak
5. Mampu melihat
yang di belakang seperti yang di muka
6. Beliau tak
pernah menguap
7. Sejak lahir
sudah berkhitan
8. Hewan-hewan yang
ditunggangi sama mengenalnya, Tidak lari, malah semakin mendekat
9. Sewaktu duduk,
pundaknya nampak lebih tinggi dari yang lain
10. Allah bershalawat kepadanya
di waktu pagi dan petang.
Kekhasan sifat Rasulullah saw
sebenarnya sangat banyak dan tidak terbatas pada sepuluh sifat seperti di atas.
Hadis-hadis yang meriwayatkan tentang sifat-sifat khas beliau saw ada yang
bernilai shahih sanadnya, ada yang tidak shahih, dan ada
yang masih diperselisihkan, sehingga menjadi persoalan khilafiyah di
kalangan ulama.
Kajian para ulama di jaman
dahulu tentang kekhasan sifat beliau saw adalah sekitar persoalan benar
dan salahnya, sah dan batalnya, bukan pada persoalan kufur
dan tidaknya. Kekhasan sifat beliau saw yang kami kutip di
atas juga ada yang berdasarkan riwayat yang sanadnya shahih dan ada yang
tidak shahih, ada yang pantas diterima dan ada yang tidak. Apa yang kami
uraikan di atas adalah agar dijadikan sebagai dalil tentang betapa
tolerannya para Muhadditsin (ulama/pakar hadis) sewaktu menukilnya.
Maksud kajian mereka bukan diarahkan untuk mencari shahih atau tidaknya
suatu riwayat, akan tetapi lebih dititikberatkan untuk direnungkan isi
kandungannya.
========================================
*)
Sumber : Diambil dari salah satu bagian dari kitab :
|
|
Judul
Asli
|
:
مفـاهـيم يجب أن تـصحح
|
Penulis
|
:
Prof. DR. Sayyid Muhammad Alawi Al-Maliki
|
Alih
Bahasa
|
:
Achmad Suchaimi
|
Judul
Terjemahan
|
:
Pemahaman Yang Perlu Diluruskan (PYPD)
|