Tampilkan postingan dengan label Tabarruk. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Tabarruk. Tampilkan semua postingan

Jumat, 19 Juli 2013

PYPD - 36. BERTABRRUK DENGAN BENDA PETILASAN ROSULULLOH SAW *)



Oleh Sayyid Muhammad Alawi Al-Maliki


1.   BERTABARRUK DENGAN TEMPAT YANG DIPAKAI SHALAT RASULULLAH SAW

Riwayat dari Nafi’, bahwa Ibnu Umar pernah menuturkan, bahwa Rasulullah saw pernah melakukan shalat di suatu masjid kecil, bukan masjid yang berada di Syaraf ar-Rauha. Kepada Nafi’, Ibnu Umar berkata : “Masjid itu bisa kamu lihat, tepatnya di sebelah kananmu sewaktu kamu berdiri hendak shalat. Jarak antara masjid itu dengan masjid yang besar kurang lebih sejauh lemparan batu”. (HR Bukhary)


2.   BERTABARRUK DENGAN WADAH YANG TERSENTUH MULUT  RASULULLAH SAW

Imam Ahmad bin Hambal dan selainnya meriwayatkan hadis dari Anas bin Malik ra, bahwa Rasulullah saw pernah mengunjungi rumah Ummu Sulaim, ibunya. Di rumah itu tergantung Qirbah, wadah air dari kulit kambing. Beliau saw pernah minum air dari mulut Qirbah tersebut. Selanjutnya beliau saw tidur. “Ibuku, Ummu Sulaim ra, memotong mulut Qirbah, sementara Rasulullah saw masih berada di rumah kami”, cerita Anas bin Malik ra.

Pelajaran yang dapat kita ambil dari kisah di atas adalah bahwa Ummu Sulaim ra memotong mulut Qirbah yang pernah tersentuh mulut Rasulullah saw, lalu disimpannya secara baik di rumahnya, merupakan bentuk Tabarruk pada benda bekas peninggalan Rasulullah saw.

Hadis di atas diriwayatkan oleh At-Thabrany. Didalamnya terdapat seorang rawi yang bernama Al-Barra’ bin Zaid, dimana Abdul Karim Al-Jauzy meriwayatkan hadis dari dia seorang. Imam Ahmad bin Hambal tidak memandangnya sebagai hadis Dha’if. Sementara para perawi lainnya adalah perawi hadis shahih.

      
3. BERTABARRUK DENGAN MENCIUM TANGAN ORANG YANG TERSENTUH RASULULLAH SAW

Riwayat dari Yahya bin Al-Haris adz-Dzimary, ia bercerita : “Aku bertemu Watsilah bin Al-Asqa’. Aku bertanya kepadanya : ‘Apakah kamu ikut berbai’at kepada Rasulullah saw dengan tanganmu ini?”. (Maksudnya: berjabat tangan langsung dengan beliau saw). “Benar”, jawabnya. Aku bilang: “Ulurkan tanganmu untuk aku cium”. Kemudian ia ulurkan tangannya dan aku ciumi tangannya itu”.

Al-Haitsamy berkomentar, bahwa didalam hadis tersebut terdapat  seorang rawi yang bernama Abdul Malik al-Qariy yang tidak diketahui pribadinya. Namun para perawi lainnya Tsiqah.

Bukhary mengetengahkan suatu riwayat didalam kitabnya, pada judul Al-Adab, hal. 144, yang bersumber dari Jad’an, bahwa Tsabit Al-Banany pernah bertanya kepada Anas bin Malik ra : “Apakah Anda menyentuh Rasulullah saw dengan tanganmu ini?”. Benar!”, jawab Anas bin Malik ra. Kemudian Tsabit mencium tangannya.

Imam Bukhary dalam kitab dan bab yang sama dengan di atas mengetengahkan riwayat dari Shuhaib, ia mengatakan bahwa dirinya pernah melihat Ali bin Abi Thalib mencium tangan dan kedua kaki Abbas ra.


4.   BERTABARRUK DENGAN BAJU JUBAH RASULULLAH SAW

Riwayat dari Asma’ binti Abu Bakar ra, bahwa ia pernah mengeluarkan jubah Thayalisah, pakaian kebesaran Raja Persia. Pada bagian dadanya ada dua lipatan yang membalutnya berlapiskan sutera mewah. Dia bilang : “Ini adalah baju jubah yang pernah dipakai Rasulullah saw, kemudian disimpan ‘Aisyah ra. Setelah dia wafat, jubah ini aku simpan di rumahku. Aku mencucinya (mencelupnya kedalam air) untuk keperluan mengobati orang yang sakit”. (HR Imam Muslim didalam kitab di bawah judul Al-Libas waz-Zinah, pada juz 3, hal. 130).


5.   BERTABARRUK DENGAN GELAS RASULULLAH SAW

Riwayat dari Abu Burdah, bahwa dia menceritakan dirinya: “Aku mengunjungi kota Madinah. Abdullah bin Salam menemuiku sambil berkata: ‘Mampirlah ke rumahku. Anda akan aku beri minum dengan memakai gelas yang pernah dipakai Rasulullah saw minum dan Anda dapat melakukan shalat di masjid  yang pernah beliau saw tempati shalat’. Aku pun mengiayakan lalu berangkat ke rumahnya, dan di sana aku disuguhi minum dengan gelas tersebut, beberapa butir kurma dan diajak shalat di masjid tersebut.” (HR Bukhary didalam kitab Shahih-nya di bawah judul Al-I’tisham bil-Kitab was-Sunnah).


6. BERTABARRUK DENGAN TEMPAT YANG PERNAH DIINJAK KAKI RASULULLAH SAW

Dijelaskan didalam sebuah riwayat yang bersumber dari Abu Mujlas, bahwa Abu Musa al-Asy’ary, di tengah perjalanannya antara Makkah dan Madinah, meng-Qashar shalat isyak, lalu diteruskan dengan shalat sunnah witir satu rekaat. Di tengah bacaan shalatnya, setelah bacaan surat Al-Fatihah, dia membaca surat An-Nisa’ seratus ayat. Selesai shalat, dia berkata : “Aku tidak lupa meletakkan kedua telapak kakiku pada tempat yang pernah diinjak Rasulullah saw dan aku membaca surat serta ayat yang pernah dibaca beliau saw di tempat ini”. (HR An-Nasaiy, 3/243).


7. BERTABARRUK DENGAN MIMBAR RASULULLAH SAW

Al-Qadhi ‘Iyadh mengemukakan suatu riwayat, bahwa Ibnu Umar ra pernah meletakkan tangannya di atas tempat duduk mimbar Rasulullah saw, lalu dia usapkan ke wajahnya. Sementara riwayat dari Abu Qusaith dan Al-Utba menjelaskan bahwa para sahabat Rasulullah saw, bila Masjid Nabawi sudah sepi, mereka sama  mengusap Rumanah (Tiang kayu berbentuk bulat di atas mimbar, tempat pegangan sewaktu berkhutbah) di atas mimbar beliau saw. Kemudian mereka menghadap ke arah kiblat untuk berdoa. (Bersumber dari kitab Asy-Syifa’, karya al-Qadhy ‘Iyadh).

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah juga meriwayatkan dari Imam Ahmad bin Hambal, bahwa dia memperbolehkan mengusap mimbar Rasulullah saw dan Rumanah yang ada di atasnya. Ibnu Taimiyah menuturkan lagi, bahwa Ibnu Umar ra, Sa’id bin al-Musayyab dan Yahya bin Sa’id (salah seorang ahli fiqih di Madinah saat itu), mereka bertiga pernah melakukan yang demikian itu. (Iqtidha’ as-Shirath al-Mustaqim, hal. 367) 



========================================
*) Sumber : Diambil dari salah satu bagian dari kitab :
Judul Asli
: مفـاهـيم يجب أن تـصحح
Penulis
: Prof. DR. Sayyid Muhammad Alawi Al-Maliki
Alih Bahasa
: Achmad Suchaimi
Judul Terjemahan
: Pemahaman Yang Perlu Diluruskan (PYPD)



PYPD - 37. BERTABARRUK DENGAN PETILASAN PARA NABI DAN KAUM SHALIHIN *)







Diriwayatkan dari Nafi’, bahwa Ibnu Umar ra pernah bercerita : “Sesungguhnya para sahabat bersama-sama dengan Rasulullah saw berhenti dari perjalanannya dan turun untuk singgah di desa Hijir, bekas wilayah negeri kaum Tsamud. Mereka meminum air dari beberapa sumur yang tersebar di situ dan membuat adonan roti dengan campuran air dari sumur tersebut. Beberapa saat kemudian, Rasulullah saw memerintahkan mereka agar menumpahkan air-air yang akan diminum dan memberikan adonan roti yang sudah mereka buat kepada onta-onta mereka. Selanjutnya beliau saw memerintahkan mereka agar hanya meminum air yang berasal dari salah satu sumur yang airnya tidak mau diminum onta betina. (HR Muslim didalam kitabnya di bawah judul Kitabuz Zuhud, bab : An-Nahyu ‘an ad-Dukhul ‘ala Ahli al-Hijr).

Imam an-Nawawi didalam kitabnya, Syarh Shahih Muslim, juz 8, hal. 118 menjelaskan bahwa hadis tersebut mengandung pelajaran tentang bolehnya Bertabarruk dengan petilasan atau bekas peninggalan kaum shalihin.



BERTABRRUK DENGAN TABUT.

Allah swt menjelaskan didalam Al-Qur’an tentang keutamaan Tabut :

وَقَالَ لَهُمْ نَبِيُّهُمْ إِنَّ ءَايَةَ مُلْكِهِ أَنْ يَأْتِيَكُمُ التَّابُوتُ فِيهِ سَكِينَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَبَقِيَّةٌ مِمَّا تَرَكَ ءَالُ مُوسَى وَءَالُ هَارُونَ تَحْمِلُهُ الْمَلَائِكَةُ

Dan Nabi mereka mengatakan kepada mereka: "Sesungguhnya tanda ia akan menjadi raja, ialah kembalinya tabut kepadamu, di dalamnya terdapat ketenangan dari Tuhanmu dan sisa dari peninggalan keluarga Musa dan keluarga Harun; tabut itu dibawa oleh Malaikat.”  (QS Al-Baqarah,[2] : 248)

Tabut ini pada awalnya berada didalam kekuasaan Bani Israil. Dengan keberkahan Tabut ini mereka selalu mendapatkan kemenangan dan pertolongan Allah swt setiap kali berperang. Mereka bertawassul kepada Allah swt dengan perantaraan bekas barang peninggalan Nabi Musa dan Harun yang tersimpan didalam sebuah kotak yang disebut Tabut. Bertabarruk dengan barang berbentuk Tabut inilah yang kami maksudkan di sini.

Allah swt menjelaskan isi barang yang ada didalam Tabut : “…dan sisa peninggalan keluarga Musa dan Harun…” (QS Al-Baqarah,[2] : 248). Isinya adalah berupa  tongkat Nabi Musa, beberapa lembar pakaian Nabi Musa dan Harun, sepasang sandal Nabi Musa, beberapa lembar kitab Taurat dan baskom (bak cuci tangan). Demikianlah menurut penuturan sebagian mufassir seperti Ibnu Katsir, al-Qurthuby, As-Suyuthy dan ahli sejarah At-Thabary.

Dalam persoalan ini terkandung pelajaran yang cukup banyak, diantaranya ajaran tentang tawassul dengan perantaraan petilasan atau barang peninggalan kaum shalihin, memelihara kelestarian benda bekas peninggalan sejarah masa lalu, dan ajaran ber-tabrruk pada benda-benda peninggalan sejarah kaum shalihin masa lalu.


BERTABARRUK DENGAN MASJID AL-‘USYAR.

Riwayat dari Shalih bin Dirham, bahwa ia bercerita : “Kami pergi melakukan ibadah haji ke Makkah, lalu ada seseorang yang bilang kepada kami : ‘Jika lewat jalan di sisimu, apakah di sana ada desa yang namanya Al-Ibillah ?’. Benar’, jawabku. Orang itu mengatakan : ‘Siapa di antara kalian yang mau ikut mengantar aku ke sana, untuk melakukan shalat sunnah dua rekaat atau empat rekaat di masjid Al-‘Usyar ?  Karena Abu Hurairah ra pernah menuturkan hadis, bahwa Rasulullah saw bersabda : “Sesungguhnya  Allah swt membangkitkan para syuhada’ pada hari kiamat nanti adalah dimulai dari masjid al-‘Usyar. Selain mereka tidak ada yang dibangkitkan bersama-sama dengan para syuhada’ Badar”. (HR Abu Dawud).

Seorang tokoh besar dalam ilmu hadis, syaikh Abu ath-Thayyib, seorang penulis kitab ‘Aunul Ma’bud, mengatakan : “Masjid al-‘Usyar adalah masjid yang cukup terkenal. Orang-orang sama bertabarruk dengannya, dengan cara melakukan shalat sunnah didalamnya”. (‘Aunul Ma’bud, juz 11, hal. 422).


==============================================

*) Sumber : Diambil dari salah satu bagian dari kitab :
Judul Asli
: مفـاهـيم يجب أن تـصحح
Penulis
: Prof. DR. Sayyid Muhammad Alawi Al-Maliki
Alih Bahasa
: Achmad Suchaimi
Judul Terjemahan
: Pemahaman Yang Perlu Diluruskan (PYPD)