Tampilkan postingan dengan label makam Rosulullah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label makam Rosulullah. Tampilkan semua postingan

Jumat, 19 Juli 2013

PYPD - 35. BERTABARRUK DENGAN MAKAM ROSULULLAOH SAW *)








Oleh Sayyid Muhammad Alawi Al-Maliki



Beberapa saat menjelang wafatnya, Umar bin Khatthab ra mengutus puteranya, Abdullah : “Temuilah Ummul Mukminin Aisyah ra dan sampaikan salam Umar kepadanya, jangan kamu katakan salam dari Amirul Mukminin. Karena hari ini aku mengutusmu bukan atas nama Amirul mukminin (tetapi atas nama pribadi). Kemudian katakan kepadanya, bahwa Umar bin Khatthab memohon izin agar jenazahnya nanti dikuburkan di samping makam kedua sahabatnya”.

Abdullah bin Umar melaksanakan apa yang diperintahkan ayahnya itu. Sesampainya di rumah Aisyah ra, ia memohon diperbolehkan masuk ke rumahnya seraya mengucapkan salam. Setelah masuk, ia menyaksikan Aisyah sedang menangis dan beberapa saat setelahnya ia berkata kepadanya: “Umar bin Khatthab ra mengirimkan salam untukmu dan memohon kepadamu agar dipersolehkan jenazahnya nanti dikuburkan di samping makam kedua sahabatnya”. Jawab Aisyah : “Sebenarnya aku sendiri juga menginginkan dikuburkan di tempat ini. Sesungguhnya pada hari ini aku utamakan diriku sendiri”.

Abdullah bin Umar selanjutnya mohon diri dan kembali pulang menemui ayahnya. Seorang pelayan memberitahukan kedatangannya kepada Umar bin Khatthab ra. Umar meminta agar dirinya dibangunkan dan disandarkan kepada puteranya seraya berkata : “Apa jawaban yang kamu dapatkan darinya?”. Abdullah bilang : “Seperti yang engkau harapkan, wahai Amirul Mukminin! Dia mengizinkan engkau”. Umar berkomentar : “Alhamdulillah! Tiada sesuatu yang lebih penting bagiku selain ini (yakni dikuburkan di samping makam kedua sahabatnya, Rasulullah saw dan Abu Bakar). Jika nanti aku wafat, bawalah jenazahku ke sana. Ucapkanlah salam kepada Aisyah dan katakan sekali lagi bahwa Umar meminta izin agar dikuburkan di samping makam kedua sahabatnya. Jika dia mengizinkan, lalu kuburkan jenazahku di situ. Namun jika ia tidak mengizinkannya, maka bawalah jenazahku untuk dikuburkan di pekuburan kaum muslimin”.

Riwayat yang cukup panjang tersebut diketengahkan oleh Imam Bukhary didalam kitabnya di bawah judul Al-Janaiz, pada bab Ma ja-a fi Qabri an-Nabiy saw, dan disebutkan didalam kitab Fadhailus Shahabah pada bab Qishshah al-Badi’ah.

Komentar Adz-Dzahabi tentang bertabarruk dengan makam Rasulullah saw. Al-Imam Syamsuddin Muhammad bin Ahmad Adz-Dzahabi mengetengahkan riwayat yang diperolehnya dari Ahmad bin Abdul Mun’Imam dan seterusnya sampai kepada Abdullah bin Umar ra, yang menjelaskan bahwa Abdullah bin Umar membenci dan tidak menyukai mengusap makam Rasulullah saw.

Menurut Adz-Dzahabi, hal ini disebabkan bahwa mengusap makam beliau saw adalah perbuatan Su-ul Adab (tidak sopan) kepada beliau saw. Imam Ahmad bin Hambal pernah ditanya orang mengenai hukum mengusap, menyentuh dan mencium makam beliau saw, lalu dijawabnya “tidak mengapa”. Jawabannya ini dituturkan sendiri oleh puteranya, yakni Abdullah bin Ahmad bin Hambal.

Jika ada orang yang mengatakan: “Kenapa para sahabat tidak melakukan seperti itu?”. Jawabnya: “Karena mereka menyaksikan sendiri kehidupan Rasulullah saw, bersuka cita dan bergembira bersama beliau saw. Mereka mencium tangannya dan hampir seperti orang bertarung sesama teman demi memperebutkan sisa air wudhunya serta meminta bagian rambutnya pada saat Haji Akbar. Bila beliau saw berdahak, tangan mereka mendahinya lalu diusapkan ke wajah dan sekujur tubuh. Dan kita, yang hidup tidak sejaman beliau saw,  tidak dapat melakukan seperti yang dilakukan oleh para sahabat tersebut, sehingga kita cukup mendatangi makam beliau saw, memeluknya, mengusap dan menciumnya.

Anda tentu tahu apa yang dilakukan oleh Tsabit al-Banany yang mencium tangan Anas bin Malik ra dan mengusapkannya ke wajah, hanya dikarenakan tangan Anas pernah bersentuhan langsung dengan tangan Rasulullah saw. Perbuatan yang demikian ini hanya akan dilakukan oleh orang yang memiliki kecintaan yang begitu mendalam kepada beliau saw. Apalagi setelah ada perintah dari agama  agar selalu mencintai Allah swt dan Rasul-Nya melebihi kecintaannya kepada dirinya sendiri, anak-anaknya, keluarganya, harta bendanya dan melebihi kecintaannya kepada surga beserta kenikmatan didalamnya, serta juga diperintahkan untuk mencintai Abu Bakar ash-Shiddiq ra dan Umar bin Khatthab ra melebihi kecintaannya kepada dirinya sendiri.

Kisah Jundar. Sewaktu  berada di puncak bukit Baqa’, ia mendengar seseorang yang sedang mencaci maki sahabat Abu Bakar ash-Shiddiq. Tanpa pikir panjang ia cabut pedangnya lalu menebas leher orang itu. Namun, sekiranya ia mendengar seseorang yang mencaci maki dirinya atau ayahnya, tentu ia tidak akan merasa tercemar namanya dan tidak akan melakukan perbuatan seperti yang ia lakukan kepada orang yang mencaci maki Abu Bakar tersebut.

Anda tentu tahu, betapa kecintaan para sahabat yang begitu mendalam kepada Rasulullah saw. Beliau saw pernah ditanya : “Apakah perbuatan seperti ini berarti kami telah bersembah sujud kepada engkau?”. Beliau jawab : “Oh, tidak!”. Seandainya mereka diperbolehkan sujud kepada beliau saw, itupun terbatas sebagai rasa penghormatan atau sopan santun kepada beliau saw, bukan sujud sebagai betuk penyembahan kepada beliau saw. Sebagaimana hal ini pernah dilakukan oleh saudara-saudara Nabi Yusuf  as kepada dirinya.

 Demikian pula terhadap pemahaman “Sujud” yang dilakukan seorang muslim di atas makam Rasulullah saw, merupakan wujud rasa penghormatannya kepada penguhuni makam tersebut, yakni Rasulullah saw. Bukan sujud dalam pengertian “menyembah” beliau saw dan makamnya.  Yang prinsip, orang yang melakukan perbuatan seperti itu tidak boleh dihukumi Kafir, ia hanyalah sekedar melakukan perbuatan Maksiat. Karena melakukan sujud di depan makam merupakan perbuatan haram, sama haramnya dengan melakukan shalat di atas makam.  ( Dinukil dan disadur dari kitab Mu’jam asy-Syuyukh, juz 1, hal. 73-74, tulisan Adz-Dzahaby).

==============================================

*) Sumber : Diambil dari salah satu bagian dari kitab :
Judul Asli
: مفـاهـيم يجب أن تـصحح
Penulis
: Prof. DR. Sayyid Muhammad Alawi Al-Maliki
Alih Bahasa
: Achmad Suchaimi
Judul Terjemahan
: Pemahaman Yang Perlu Diluruskan (PYPD)