Oleh KH Ali Ma’shum
PENGERTIAN
Kata Tawassul berasal dari bahasa
Arab “التوسل” artinya memakai perantara. Jadi
Doa dengan cara tawassul adalah memohon kepada Allah dengan perantaraan
sesuatu. Sedangkan
sesuatu yang dipakai perantara itu disebut dengan Wasilah.
RAHASIA
DAN LATAR BELAKANG TAWASSUL
Syaikh
Abu Saif Al-Hammamiy, salah seorang Ulama Al-Azhar, menyatakan bahwa terdapat
sekelompok orang yang mengatakan bahwa tawassul itu hukumnya musyrik (membawa
kekafiran), dan karenanya maka orang yang bertawassul dengan Nabi dan para wali
Allah telah menjadi halal darahnya.
Lebih
lanjut Abu Saif Al-Hammamiy mengatakan bahwa orang yang bertawassul itu sama
sekali tidak beri’tiqad, bahkan terlintas dalam hatinya bahwa Nabi dan para
Wali yang ditawassuli itu tempat tujuan akhir memohon, melainkan mereka
yakin bahwa hanya Allah belaka yang mengabulkan permohonan. Demikianlah
sesungguhnya keyakinan yang ada dalam benak hati orang-orang yang tawassul.
Siapa saja, kapan saja, dan dimana saja.
Jika
kita mau membaca diri sendiri, maka akan mengetahui bahwa diri kita ini penuh
dosa, maksiat, dan kelaliman. Dan ini semua mengakibatkan terhalangnya
pengabulan pengabdian kita. Dan karena doa itu termasuk pengabdian (ibadah),
maka doapun akan tidak terkabulkan karena Allah berfirman :
......
إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللَّهُ مِنَ الْمُتَّقِيْنَ
“ …… sesungguhnya Allah hanya menerima (pengabdian) dari
orang-orang yang bertakwa”. (QS. Al- Maidah : 27)
Oleh
Karena itu, maka selayaknya jika dalam mengajukan suatu permohonan perlu
memakai perantara orang-orang yang dekat kepada Allah, yaitu para Nabi,
Waliyullah, Ulama, dan Orang-orang yang Sholih. Sebab merekalah orang-orang
yang paling berhak memperoleh kenikmatan dari Allah dan permohonannya selalu
dikabulkan.
Dengan
begitu, maka Tawassul itu sesungguhnya adalah salah satu cara yang lebih
etis/sopan serta luwes dalam mengajukan suatu permohonan kepada Allah, Zat yang
Maha Suci dan Maha Agung.
Allah
adalah Maha Pengasih, Maha Penyayang, dan Maha Mengabulkan permohonan.
Sedangkan manusia sebagai makhluk sudah pasti mempunyai aturan, sopan santun
dan tata krama sendiri dalam upaya mendapatkan kemurahan tersebut. Memanglah
kesopanan dan tata krama hanya dilakukan oleh orang yang mau sopan, tahu adab
dan tidak sombong.
Dalam
kenyataannya hampir seluruh anugerah Allah yang dicurahkan kepada makhlukNya
itu pasti dengan perantaraan sesuatu. Obat menjadi perantara datangnya
kesembuhan. Ulama / guru menjadi wasilah datangnya ilmu. Orang kaya menjadi
wasilah datangnya rezeki Allah. Dan lain-lain. Semua itu sebagai wasilah.
Sedangkan sumber pertama adalah Allah. Demikian pula dalam masalah doa,
anugerah Allah yang wujudnya keterkabulan itu datangnya dengan wasilah para
Nabi, Ulama dan Sholihin.
BENTUK
TAWASSUL.
Tawassul
itu bentuknya ada 2 ( dua ) macam :
1. Tawassul
dengan orang lain. Tawassul bentuk ini ada 2 ( dua ) macam, yaitu ;
a).
Meminta tolong kepada orang lain agar orang itu
memohonkan sesuatu yang kita kehendaki kepada Allah.
Hal ini telah terjadi pada zaman Nabi Muhammad SAW. Sebagaimana dinyatakan
dalam ayat :
“
……Dan kalaulah mereka telah berbuat lalim atas diri mereka, lalu datang kepadamu
(Muhammad) untuk memohon ampunan kepada Allah, dan Rasulpun memohonkan ampun
buat mereka, niscaya akan mereka dapati Allah Maha Penerima taubat dan Maha
Penyayang “. (QS. An-Nisa : 64 )
Ayat
ini dengan jelas mengajarkan kita untuk bertawassul. Dalam hal ini meminta
tolong kepada Rasul agar beliau memohonkan ampun buat kita kepada Allah.
b.)
Memohon kepada Allah dengan perantara / tawassul keagungan derajat orang
lain di sisi Allah. Misalnya membaca Shalawat Badar ; adalah memohonkan rahmat
Nabi dengan perantaraan keagungan sahabat pahlawan Badar (Bi ahli Badri Ya
Allah). Dalam suatu Hadits Nabi mengajarkan kepada seseorang yang buta dan
ingin memohon agar sembuh dari butanya. Doa tersebut adalah memakai tawassul,
yaitu :
اَلّلهُمَّ
إِنِّي أَسْأَلُكَ وَأَتَوَجَّهُ إِلَيْكَ بِنَبِيِّكَ مُحَمَّدٍ نَبِيِّ
الرَّحْمَةِ، يَامحَمَّدُ إِنِّي تَوَجَّهْتُ بِكَ إِلَى رَبِّى فِى حَجَتِي
هَدِهِ لِتَقْضِيَ، اَلّلهُمَّ فَشَفِّعْهُ فِيَّ. ( رواه
الترمذى وغيره)
“ Ya Allah sesungguhnya aku
memohon kepadaMu dan menghadap kepadaMu dengan perantaraan NabiMu, Muhammad
Nabi Rahmah, Ya Muhammad sesungguhnya aku menghadap kepada Tuhanku dengan
perantaraan engkau dalam hajatku ini agar engkau penuhi, Ya Allah
Syafa’atkanlah dia buatku “. (
Riwayat At-Turmudzi, An-Nasa’i, Baihaqi, dan Thabarani).
Setelah
selesai berdoa, maka sembuhlah penyakitnya dan bisa melihat seperti sedia kala.
Demikian ajaran Nabi untuk tawassul.
2.
Tawassul dengan amal kebaikani. Hal ini berdasarkan sebuah hadits riwayat
Bukhari dan Muslim. Haditsnya terlalu panjang untuk kita kutip di sini. Inti
ceritanya sebagai berikut : “ Ada tiga ( 3 ) orang tertidur di dalam gua. Gua
tersebut lalu pintunya tertutup. Dengan Tawassul amal kebaikan orang bertiga
tersebut, ternyata dalam waktu singkat doanya terkabul dan pintu gua pun
terbuka. ( Hadts ini termaktub juga dalam kitab syarah Hadits Dalilul Falihin
Juz I, hal. 71 – 77 )
PRAKTEK
PELAKSANAAN TAWASSUL
Pada
dasarnya tawassul itu dilaksanakan dalam rangka mencari / menempuh jalan untuk
mendekatkan diri kepada Allah SWT. Sebagaimana firmanNya :
يَا
أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا اتَّقُوْا اللَّهَ وَابْتَغُوْا إِلَيْهِ الْوَسِيْلَةَ ....
“ Wahai orang-orang yang beriman bertakwalah kamu kepada
Allah dan carilah wasilah ( = jalan untuk mendekatkan ) kepada Allah …..”.
( QS. Al Maidah : 35 )
Ayat
ini memerintahkan agar kita bertakwa dan mencari wasilah kepadaNya.
Dalam
sejarah perjalanan Islam, tawassul selalu dilakukan oleh para Ulama, bahkan
oleh Nabi dan sahabat beliau.
1.
Rasulullah pernah tawassul dengan hak Sa-iliin (pemohon kepada Allah) dan hak
perjalanan beliau sendiri. Yaitu beliau berdoa :
اَلّلهُمَّ إِنِّي
أَسْأَلُكَ بِحَقِّ السَّا ئِلِيْنَ لَكَ أَسْأَلُكَ بِحَقِّ مَمْشَايَ هَذَا
إِلَيْكَ (رواه
أحمد وغيره)
“ Ya Allah kami memohon kepadaMu dengan tawassul pada hak
para pemohon kepadaMu dan hak perjalanan kami ini…..”. (HR. Ahmad, Baihaqi,
Thabrani ).
Beliau
mendoakan pada jenazah Ummu Fathimah dan tawassul dengan para Nabi sebelum
beliau :
إِغْفِرْ ِلأُمَّ فَاِطمَةِ
بِنْتِ أَسَدٍ وَوَسِّعْ عَلَيْهَا مَدْخَلَهَا بِحَقِّ نَبِيِّكَ وَاْلأِ
نْبِيَاءِ اّلَذِيْنَ مِنْ قَبْلِي ( رواه الطبراني وصححه إبن حبّان)
“ Ampunilah (dosa) Ummu Fathimah binti Asad dan luaskanlah
tempatnya, dengan tawassul pada Nabi-Mu dan para Nabi sebelum aku “. (
Riwayat Ath-Thabrani, dan dinyatakan Shahih oleh Ibnu Hibban dan Al-Hakim, dari
Anas bin Malik )
2. Sahabat
Umar pernah tawassul dengan Sayidina Abbas. Sebagaimana diriwayatkan oleh
Bukhari :
إِنَّ
عُمَرَاْبنَ الْخَطَّاب كَانَ إِذَا قحَطْوَا إِسْتَسْقَى بِاْلعَبَّاسِ بن عبدِ
المُطَّلِب، فَقَالَ :اَلّلهُمَّ كُناَّ نَتَوَسَّلُ إِلَيْكَ بِنَبِيِّنَا وإنَا
نَتَوَسَّلُ إِلَيْكَ بِعَمِّ بِنَبِيِّنَا فَاسْقِنَا – فَيَسْقَوْنَ. (رواه البخاري)
“Sesungguhnya
Umar bin Khathab bila terjadi kemarau panjang memohon hujan dengan tawassul
pada Saiyidina Abbas bin Abdul Mutholib dan doanya : Ya Allah, kami memohon
kepadaMu dengan tawassul pada Nabi kami maka turunkanlah hujan dan tawassul
dengan paman Nabi kami maka, turunkanlah hujan. Maka hujanpun turun dengan
deras “. (HR. Bukhari ).
3. Imam Syafi’i suka berziarah ke
makam Imam Hanafi dan tawassul dengannya.
4. Imam Hambali berziarah ke makam
Imam Syafi’i dan tawassul dengannya.
5. Imam Abu Hasan Asy-Syazili
menganjurkan agar tawassul dengan Imam Al-Ghozali bila mempunyai hajat.
6. Syaikh Al-Bakri bin Muhammad
Syatha’ –penyusun kitab ‘I’anatuth thalibin- bertawassul dengan
Rasulullah.
7. Imam Abdul Rauf Al-Manawi,
pengarang Faidhul Qadir kitab syarah hadts Al-Jamiush Shaghir, bertawassul
dengan Rasulullah.
8. Syaikh Tharabulusi, pengarang
kitab Tauhid Al-Husunul Hamidiyah, bertawassul dengan Zat Allah, sifat
Allah, dan Asma Allah serta Ruhaniyyah Rasulullah.
9. Para Ulama dan Kyai di
Indonesia semuanya hampir ahli ziarah kubur dan bertawassul dengan Rasulullah,
waliyullah, dan para Ulama yang telah meninggal dunia.
10. Shalawat Badar yang biasa di baca oleh kaum
Muslimin Indonesia adalah merupakan tawassul dengan para Syuhada’
Badar (Bi Ahlil Badri Ya Allah).
Melihat
data tersebut, jika benar bahwa tawassul itu hukumnya musyrik
sebagaimana yang didakwahkan oleh sekelompok orang, maka berarti Rasulullah,
para sahabat, dan para Ulama tersebut semuanya masuk neraka. Sebab musyrik itu
merupakan dosa besar yang tidak bisa diampuni. Lalu, siapa gerangan yang akan
masuk sorga?. Adakah surga yang seluas langit dan bumi itu hanya disediakan
untuk beberapa gelintir manusia yang memusyrikkan tawassul ?
TAWASSUL
DENGAN ORANG MATI
Melihat
uraian di atas, maka diketahui bahwa tawassul dapat dilakukan dengan
orang-orang yang dekat pada Allah, baik yang masih hidup maupun yang sudah
meninggal dunia.
Apabila
berwasilah itu dengan Rasulullah, maka ada sebuah Hadits yang menyatakan bahwa
para Nabi itu masih tetap hidup setelah dikubur, bahkan melakukan shalat. Bunyi
Haditsnya :
اْلأَ نْبِيَاءُ أَحْيَاءٌ
فِى قُبُوْرِهِمْ يُصَلُّوْنَ (رواه
البيهقى)
“ Para Nabi adalah masih tetap hidup di kubur mereka dan
melakukan shalat “. (Riwayat Al-Baihaqi)
Apabila
berwasilah itu dengan para Ulama dan Shalihin, maka dinyatakan suatu ayat bahwa
mereka tetap hidup setelah matinya dan mendapat kenikmatan dari Allah :
وَلاَ
تَحْسَبَنَّ الَّذِيْنَ قُتِلُوْا فِي سَبِيْلِ اللَّهِ أَمْوَاتًا, بَلْ أَحْيَاءٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُوْنَ
“Dan janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang mati di
jalan Allah itu mati, melainkan mereka hidup di sisi Tuhannya dengan memperoleh
rezeki “.
(QS. Ali Imran : 169 )
Ayat
ini menyatakan bahwa orang mati di jalan Allah, atau orang mati dalam keadaan
Shalih pada hakekatnya tetap hidup. Sudah barang tentu hidupnya bukan di alam
dunia lagi tetapi di alam Barzah. Mereka mendapat kenikmatan dan keutamaan di
sana termasuk keutamaan mereka adalah mampu digunakan sebagai wasilah
Disamping
itu, Mazhab empat telah sepakat memperbolehkan tawassul dengan orang-orang
Sholih, baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal dunia. Bahkan
menganjurkan untuk melakukannya. Ulama Salaf dan Khalaf dari Ahlilmadzhab empat,
Madzahibil Arba’ah mensunnahkan bagi penziarah ke makam Nabi agar memohon
syafa’at dan tawassul dengan Nabi. sebagai berikut :
يَارَسُوْلَ
اللهِ إِنِّي قَدْ جِئْتَكَ مُسْتَغْفِرًامِنْ ذَنْبِى مُتَشَفِّعًا بِكَ إِلَى
رَبِّى
“Ya Rasulullah sesungguhnya aku datang menghadap
engkau seraya memohon syafa’atmu guna memohon ampun kepada Tuhanku dari dosaku”.