Tampilkan postingan dengan label ahlussunnah waljamaah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label ahlussunnah waljamaah. Tampilkan semua postingan

Senin, 03 Juni 2013

PYPD - 14. Hakekat Madzhab Asy'ariyah

________________________________________________

Penulis : DR. Sayyid Muhammad Alawi Al-Malikiy *)

 





Banyak sekali generasi muda muslim yang tidak mengetahui apa itu madzhab “Al-Asy’ariyah”  dalam bidang aqidah. Mereka tidak mengenal siapa saja para ulama yang bermadzhab Asy’ariyah dalam bertauhid dan bagaimana metode yang dipakai para ulama bermadzhab Asy’ariyah dalam merumuskan ajaran Akidah Islamiyah. Bahkan sebagian mereka ada yang memandang madzhab Asy’ariyah sebagai madzhab yang sesat, tidak mengakui adanya sifat-sifat Allah swt dan dipandang telah keluar dari rel agama Islam.

Ketidaktahuan mereka terhadap hakekat madzhab Asy’ariyah inilah yang menjadi salah satu sarana terpecahbelahnya persatuan dan kesatuan golongan Ahlussunnah wal Jamaah. Sampai-sampai orang yang bodoh mengira bahwa madzhab Asy’ariyah adalah termasuk sekte sesat. Kami tidak tahu, bagaimana mungkin mereka menyandingkan antara ahli iman dan ahli kesesatan. Bagaimana ia bisa menganggap sama antara golongan Ahlussunnah dengan golongan Mu’tazilah ekstrim yang merupakan perwujudan dari aliran Jahmiyyah .
   
Allah swt berfirman :
أَفَنَجْعَلُ الْمُسْلِمِينَ كَالْمُجْرِمِينَ   (35)  مَا لَكُمْ كَيْفَ تَحْكُمُونَ  (36)
  “Apakah patut Kami menjadikan orang-orang Islam itu sama dengan orang-orang yang berdosa ? Mengapa kamu berbuat demikian ? Bagaimanakah kamu mengambil keputusan ?” (QS Al-Qalam,[68] : 35-36)

Al-Asya’irah adalah para ulama yang keilmuannya tersebar luas ke seantero dunia. Orang-orang mengakui tentang keutamaan, kelebihan, keluasan ilmu dan ketaatan mereka dalam menjalankan syariat Islam. Mereka adalah para pakarnya ulama golongan Ahlususunnah di bidang akidah, yang berusaha sekuat tenaga membendung gelombang serangan pemikiran aliran rasionalis Mu’tazilah. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkomentar, “Para ulama adalah para penolong ilmu agama. Sedangkan para ulama yang bermadzhab Asy’ariyah adalah para penolong ilmu ushuluddin” (“Al-Fatawa” juz 4) [1]

 
Fathul Baariy
Para ulama yang tergolong bermadzhab Asy’ariyah kebanyakan adalah para imam yang ahli di bidang hadis (“Muhadditsin”), fiqih (“Fuqaha’”), dan tafsir (“Mufassirin”). Di antara mereka adalah : 

1.  Syaikhul Islam Ahmad Ibn Hajar al-Asqalany [2], seorang pakar hadis, penulis kitab “Fathul Bari ala Syarhil Bukhary”. Beliau bermadzhab Asy’ariyah dalam berakidah. Kitab beliau di atas tidak mampu ditandingi kehebatannya oleh seorang pun ulama hadis.

 

Syarah Shahih Muslim
2. Imam an-Nawawy [3]: Seorang tokoh ulama Ahlussunnah yang bermadzhab Asy’ariyah dalam berakidah. Di antara karya tulisnya berjudul “Syarah Shahih Muslim”, dan kitab-kitab bermutu lainnya.
3. Imam al-Qurthuby [4]: Seorang pemuka ulama yang ahli di bidang tafsir, yang bermadzhab As’ariyah dalam berakidah. Di antara karya tulisnya berjudul “Al-Jami’ li Ahkamil Qur’an”, berisi tafsir yang sangat terkenal.
Az-Zawajir ,

  4.  Syaikhul Islam Ibnu Hajar al-Haitamy [5]: Seorang ulama besar yang juga bermadzhab Asy’ariyah, penulis kitab “Al-Zawajir ‘aniqtiraf al-Kabaair”.

Fathul Wahhab






5.   Imam Zakaria al-Anshary [6]: Seorang pakar hadis dan fiqih.

  
Al-Bahrul Muhith

Selain di atas, masih banyak lagi ulama besar lainnya seperti Abu Bakar al-Baqilany, imam Al-Asqalany, imam an-Nasafy, imam asy-Syarbiny, Abu Hayyan al-Nahwy al-Andalusi penulis buku tafsir “Al-Bahrul Muhith”, imam Ibn Jauzy penulis buku “At-Tafshil fi ‘Ulum at-Tanzil”. Dan ulama lainnya. Semuanya itu terkenal sebagai ulama bermadzhab Al-Asy’ariyah.


  Jika kita ingin menghitung-hitung jumlah para ulama yang bermadzhab Asy’ariyah dalam bidang akidah, tentu akan mengalami kesulitan, kehabisan waktu dan membutuhkan berjilid-jilid buku untuk dibaca agar dapat mengidentifikasi para ulama asy’ariyah yang keilmuannya tersebar luas memenuhi dunia.

 
Kebaikan atau keuntungan apa yang sebenarnya dapat kita peroleh jika menuduh para ulama bermazhab Asy’ariyah yang sangat ahli di bidangnya dan para Salafusshalih dengan tuduhan bahwa mereka telah melakukan “kesesatan” dan penyimpangan? Bagaimana mungkin Allah swt akan membuka hati dan pikiran kita untuk memanfaatkan ilmu-ilmu mereka, jika kita masih tetap menuduh mereka sebagai orang yang sesat dan menyimpang dari ajaran Islam ?

 
Perlu kami tegaskan di sini. Apakah Anda sudah menemukan seorang guru dari sekian ribu, bahkan  sekian juta ulama, sekalipun mereka yang bergelar Profesor Doktor yang mampu menandingi keilmuan dan kepakaran semacam Syaikhul Islam Ibnu Hajar al-Asqalany dan Syaikh An-Nawawy, di mana mereka berdua sangat berjasa dan menghabiskan seluruh waktunya untuk menjaga, menyebarluaskan dan melestarikan Sunnah Rasulullah saw?  Lalu bagaimana kita bisa melontarkan  tuduhan Sesat dan Menyimpang kepada kedua ulama tersebut khususnya, dan seluruh ulama bermadzhab Asy’ariyah lainnya pada umumnya? Sementara kita sendiri masih tetap membutuhkan uluran ilmu mereka ? Bagaimana mungkin kita dapat mengambil ilmu dari mereka itu, kalau mereka kita tuduh telah melakukan kesesatan ?

 
Benar-benar aneh bin ajaib kita menuduh mereka sesat dan menyimpang, sementara kita sendiri masih membutuhkan, mengambil, mengkaji dan mengembangkan ilmu mereka. Ibnu Sirin pernah mengatakan, “Sesungguhnya ilmu itu adalah agama, maka lihat dan perhatikan, dari siapa Anda mengambil  agama Anda ?!

 
Mereka yang sinis kepada ulama Asy’ariyah berkomentar, “Para ulama Asy’ariyah memang benar telah melakukan ijtihad. Namun dalam ijtihadnya itu mereka telah melakukan kesalahan dalam menakwilkan sifat-sifat Allah swt”.

 
 Apakah komentar mereka tersebut dapat diterima oleh akal sehat ?  Masuk akalkah bahwa para ulama sekaliber imam An-Nawawy, Ibnu Hajar al-Asqalany, dan para ulama besar lainnya yang ilmunya telah diserap kaum muslimin seluruh dunia, bahkan sampai sekarang belum ada seorang pakar pun yang mampu menandinginya, lalu mereka tuduh telah Sesat ? Mungkinkah komentar miring mereka itu justru mencerminkan bahwa mereka sendiri lah sebenarnya yang sesat dan menyimpang dari kebenaran ? Kita benar-benar sangat marah kepada mereka yang gegabah dan tidak secara jantan melontarkan tuduhan sesat kepada para ulama Ahlussunnah Wal Jamaah tersebut.

 
Bila para ulama Asy’ariyah semacam imam an-Nawawy, al-Qurthuby, al-Asqalany, al-Fahrurrazy, al-Haitamy, Zakaria al-Anshary dan para tokoh ulama besar lainnya dikatakan bukan termasuk kelompok ulama Ahlussunnah Wal Jamaah, lalu siapa yang berhak mendapatkan predikat  Ahlussunnah wal Jamaah ?

 
Kami secara ikhlas benar-benar mengajak kepada seluruh propagandis, para praktisi dan para tenaga yang bergerak di bidang dakwah islamiyah  agar bertakwa kepada Allah swt dan berhati-hati dalam melontarkan tuduhan kepada umat Muhammad saw, khususnya kepada para ulama yang ahli di bidang hadis, tafsir dan fiqih. Oleh karena ummat Muhammad saw selalu dalam lingkungan kebaikan sampai akhir jaman. Kita tidak akan terdorong untuk mengenal kemampuan dan keutamaan para ulama kita yang bermadzhab Asy’ariyah.



__________________________________

*).  Sumber : diterjemahkan dari kitab "", karya DR. Sayyud Muhammad Alawi Abbas Al-Maliki

[1]. https://sites.google.com/site/pustakapejaten/ahlus-sunnah-wal-jama-ah/asy-ariyyah

[2]. http://alquran-sunnah.com/kitab/bulughul-maram/source/0.%20Pendahuluan/3.%20Biografi%20al-Hafidh%20Ibnu%20Hajar%20al-Asqalany.htm .       http://ustadzkholid.com/bulughul-maram-seri-04-biografi-ibnu-hajar-al-asqalani/.     https://sites.google.com/site/pustakapejaten/manaqib-biografi/para-imam/imam-ibnu-hajar-al--atsqolani

[3]. https://sites.google.com/site/pustakapejaten/manaqib-biografi/para-imam/imam-nawawi .    http://www.as-salafiyyah.com/2012/05/imam-nawawi-makan-sedikit-tidur-pun.html.

[4]. imamal-qurtubi.blogspot.com/.../biografi-imam-al-qurthubi-ulama-besar.      jacksite.wordpress.com/.../biografi-imam-al-qurthubi-ulama-besar-dari-s

[5]. http://salafytobat.wordpress.com/category/ibn-hajar-haitamy-al-makky-ibn-taymiyah-dan-ibn-qayyim-al-jauziyyah-sesat/ .   

[6]. http://tamanulama.blogspot.com/2008/06/syeikh-zakaria-al-anshari-sufi-nan.html.  














Selasa, 14 Mei 2013

PYPD - 3. Mencaci Muslim itu fasik dan membuhnya adalah kafir






Perlu diketahui bahwa membenci kaum muslimin, memutus tali persaudaraan dan memusuhi mereka adalah haram hukumnya. Sementara mencaci maki seorang muslim termasuk perbuatan fasik dan membunuhnya adalah suatu tindak kekufuran.Cukuplah sebagai penghalang persoalan ini, sebuah hadis yang menceritakan tentang Khalid bin Walid bersama pasukannya yang dikirim ke kabilah Bani Judzaimah untuk mengajak penduduknya masuk Islam.
Sesampainya di perkampungan, mereka menemui Khalid bin Walid, lalu diserukan kepada mereka , “Masuk Islamlah kalian !”. “Kami sudah Islam !”, jawab mereka. Khalid mengatakan, “Letakkan dan turunkan senjata kalian”  Mereka jawab, “Tidak, Demi Allah, Kami tidak akan meletakkan senjata, kecuali berperang ! Kami merasa tidak aman dari gangguan kalian dan dari orang-orang yang bersama kalian”.  Khalid menyeru mereka lagi, “Tiada jaminan bagi kalian, kecuali kalian mau meletakkan senjata kalian !” Maka sekelompok orang di antara mereka meletakkan senjata, sementara sekelompok lainnya tidak mau meletakkan senjatanya, lalu memisahkan diri dari mereka.
Pada riwayat yang lain dikatakan, bahwa setelah Khalid sampai pada suatu kaum, dia berkata kepada mereka, “Siapa kalian ? Muslim atau kafir !”.
Mereka menjawab, “Kami semuanya muslim. Kami melaksanakan shalat, mengirimkan zakat kepada Nabi Muhammad saw, membangun masjid dan menyerukan adzan !”.
Khalid berkata, “Apa yang ada di dalam benak kalian tentang senjata yang kalian bawa ?” .
“Sesungguhnya di antara kami terdapat permusuhan dengan salah satu kabilah Arab. Kami merasa khawatir bahwa kalian ini adalah kelompok mereka, sehingga kami selalu waspada untuk menjaga diri dengan membawa senjata ini”
Khalid berkata kepada mereka, “Sekarang, letakkan senjatamu !”. Kemudian mereka mau meletakkan senjatanya, dan Khalid memerintahkan pasukannya, “Tahan mereka !”
Di antara mereka ada yang ditawan, ada yang diikat tangannya ke belakang, dan ada yang dipisahkan lalu disebarkan untuk ditawan oleh pasukan Khalid.
Sewaktu datang waktu sahur, diserukan oleh Khalid, “Barangsiapa yang memiliki tawanan, hendaklah membunuh tawanannya” Pasukan Khalid yang berasal dari kabilah Bani Sulaim sama mebunuh tawanannya, sementara pasukan yang berasal dari kalangan sahabat Muhajirin dan Anshar tidak mau membunuh mereka, lalu mengirimkan tawanannya.
Setelah peristiwa tersebut terdengar oleh Rasulullah saw, beliau bersabda,
أللهم إنّي أُبَرِّأُ إليك مما صنع خالد
Ya Allah, sesungguhnya aku lepas tangan  kepada-Mu dari apa yang diperbuat oleh Khalid “.
Sabdanya itu sampai beliau ulangi dua kali.
Ada yang mengatakan bahwa Khalid bin Walid memahami dan memandang mereka telah bersikap sombong dan tidak segera tunduk kepada pasukan Islam. Tetapi yang diingkari Rasulullah saw adalah sikap tergesah-gesahnya Khalid dalam memutuskan tindakan pembunuhan terhadap para tawanan tersebut, sebelum dikonfirmasikan dan dicek kebenaran sikap mereka disertai dengan bukti-bukti yang nyata.  
Imam al-Bukhari mengetengahkan hadis dari Abu Zhabyan, bahwa dia pernah mendengar cerita dari Usamah bin Zaid. Rasulullah saw pernah mengutusnya ke daerah al-Hirwah. Di medan  pertempuran, dia dan temannya dari sahabat Anshar berpapasan dengan tentara musuh. Sewaktu dia akan mengayunkan senjatanya, musuh tersebut mengucapkan kalimat La ilaha illallah, lalu teman Ansharnya menarik senjatanya, sementara dia tetap melemparkan tombaknya sampai musuh itu mati.
Sewaktu peristiwa tersebut dihaturkan kepada Rasulullah saw, beliau bersabda, “Hai Usamah!  Apakah kamu bunuh orang yang sudah mengucapkan kalimat tauhid ‘La ilaha illallah’ ?”. “Dia membaca kalimat tesebut karena membela diri”, jawab Usmah. Beliau saw mengulang-ulang sabdanya itu sampai beberapa kali.
Sementara di dalam riwayat lainnya dikatakan, bahwa beliau saw pernah bersabda kepada Usamah, “Kenapa kamu tidak membelah dadanya dulu, sehingga kamu tahu persis, apakah ucapannya itu jujur ataukah bohong!”  Usmah bin Zaid mengatakan, “Saya sejak saat itu tidak lagi memerangi orang yang telah ber-syahadat.”    
Sayyidina Ali ra pernah ditanya tentang status kaum Khawarij yang telah memisahkan diri dari barisannya. Apakah mereka itu kafir ? Ali menjawab, “Bukan, sesungguhnya mereka melarikan diri dari (perasaan) kufur”. Ditanyakan lagi kepadanya, apakah mereka itu munafiq ?, lalu dijawabnya, “Bukan,  sesungguhnya orang-orang munafiq tidak berdzikir kepada Allah swt melainkan sedikit, sedangkan mereka banyak berdzikir”. “Lalu, siapa mereka ?”  “Mereka adalah suatu kelompok umat Islam yang terkena fitnah (provokasi), sehingga mereka menjadi buta dan tuli matahatinya”, jawab Sayyidina Ali ra.