Tampilkan postingan dengan label Aswaja. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Aswaja. Tampilkan semua postingan

Jumat, 19 Juli 2013

PYPD - 34. BERTABARRUK DENGAN DARAH & AIR SENI RASULULLAH SAW *)



Oleh Sayyid Muhammad Alawi Al-Maliki



Bertabarruk Dengan Darah Rasulullah SAW 


Kisah Abdullah bin Zubair meminum darah Rasulullah saw. Rwiayat dari Amir bin Abdullah bin Zubair ra, bahwa ayahnya pernah datang menemui Rasulullah saw yang saat itu sedang berbekam. Setelah selesai dari berbekamnya, beliau saw bersabda : “Hai Abdullah! Pergilah dan buanglah darah ini di tempat yang sepi yang sekiranya tidak seorang pun melihatmu”. Berangkatlah ia ke suatu tempat sepi dan ketika tidak tampak dari pandangan beliau saw, ia minum darah tersebut, lalu ia kembali menemui beliau. Beliau saw bersabda: ”Apa yang telah  Anda lakukan dengan darah itu?” . Jawab Abdullah bin Zubair: “Sudah aku bawa ke tempat yang sepi yang sekiranya aku yakin tidak seorang pun yang melihatku”. Beliau saw berabda: “Barangkali darah itu Anda minum?”. “Benar, aku minum”, pengakuannya. Beliau saw bersabda: “Kenapa kau lakukan? Celakalah orang-orang yang meniru kelakuanmu, dan celakalah Anda yang meniru perbuatan mereka!”.

  Abu Musa Al-Asy’ary menjelaskan bahwa ‘Ashim pernah berkata, “Para sahabat mengetahui bahwa kekuatan yang ada pada diri Abdullah bin Zubair adalah berkat ia meminum darah Rasulullah saw”. Demikianlah yang dituturkan didalam kitab Al-Ishabah juz 2, hal. 310. Sementara Al-Hakim menuturkan riwayat tersebut didalam kitabnya pada juz 3, hal. 554. At-Thabrany juga demikian. Al-Haitsamy didalam kitabnya, juz 8, hal. 270 mengatakan: “Hadis ini diriyawatkan oleh At-Thabrany dan Al-Bazzar secara ringkas. Para perawi hadis Al-Bazzar adalah perawi  hadis shahih, kecuali Hunaid bin al-Qasim, akan tetapi ia seorang yang Tsiqah”. 

Menurut riwayat Abu Na’Imam didalam kitabnya, Al-Haliyyah, juz 1, hal. 32, dari Kisan, salah seorang pelayan Abdullah bin Zubair, bahwa Salman bermaksud datang ke rumah Rasulullah saw, di tengah jalan ia berpapasan dengan Ibnu Zubair yang membawa baskom dan meminum isinya. Selanjutnya Ibnu Zubair masuk ke rumah beliau saw, maka bersabda beliau : “Sudah Anda laksanakan!”. “Sudah”, jawabnya. Salman bertanya kepada beliau saw : “Apa yang sudah dilaksanakannya, wahai Rasulullah!”.Dia aku beri darah bekas bekamanku, agar di buang di tempat yang sepi”, jawab beliau. Salman mengatakan : “Lho, bekas darah bekaman tadi bukan dibuang, tapi justru ia minum! Demi Allah!”. Beliau saw bertanya kepada Abdullah bin Zubari : “Benarkah Anda meminumnya?”. “Benar, aku meminumnya”, jawabnya. “Kenapa Anda lakukan itu!” , tanya beliau. “Aku suka darah Rasulullah saw berada didalam perutku”, jawab Abdullah. Kemudian beliau saw bangkit dari tempat duduknya dan mengelus-elus kepala Abdullah dengan tangannya yang mulia seraya bersabda : “Celaka Anda yang meniru-niru kelakuan orang-orang, dan celakalah mereka yang meniru-niru perbuatan Anda. Api neraka tidak akan menyentuh Anda”.

Riwayat lainnya menuturkan bahwa Abdullah bin Zubair sewaktu selesai meminumnya, Rasulullah saw bersabda kepadanya : “Apa sebenarnya yang mendorong Anda melakukannya?”. Dia jawab, “Saya tahu bahwa darah engkau tidak akan tersentuh api neraka jahannam. Karenanya, aku minum saja darah engkau”. Beliau saw  berkomentar : “Celaka Anda yang meniru perbuatan orang-orang”.

Menurut Ad-Dainury, didalam riwayat dari Asma’ binti Abu Bakar ra terdapat teks hadis yang berbunyi : “Api tidak akan menyentuhmu”. Dan didalam kitab Al-Jauhar al-Maknun fi Dzikr al-Qabail wal Buthun, dituturkan bahwa setelah Abdullah bin Zubair meminum darah Rasulullah saw, mulutnya berbau harum seperti minyak misik, dan bau itu tetap semerbak didalam mulutnya  sampai meninggalnya. Demikianlah yang dijelaskan al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalany didalam kitabnya,  Al-Mawahib al-Laduniyyah.

 Kisah Sufainah. Ia adalah seorang pelayan Rasulullah saw. At-Thabrany mengetengahkan riwayat dari Sufainah, bahwa Rasulullah saw berbekam, kemudian menyuruh Sufainah : “Ambillah darah ini dan tanamlah, agar darah ini tidak diminum lalat, burung atau manusia!”. Setelah darah tersebut ia baw pergi, lalu ia minum sendiri. Selanjutnya ia menceritakan perbuatannya itu kepada beliau saw dan beliau tertawa. Riwayat ini dinukil oleh Al-Haitsamy didalam kitabnya, juz 8, hal. 280, disertai komentar : “Para perawi hadis At-Thabrany Tsiqah semua”.

Kisah Malik bin Sinan. Didalam kitab Sunan Sa’id bin Manshur, dari jalan ‘Amr bin as-Saib. Dituturkan bahwa Malik bin Sinan, ayahnya Abu Sa’id al-Khudry, pernah menyedot darah dari wajah Rasulullah saw yang mengalami luka pada perang Uhud, sampai bagian yang terluka terlihat berwarna keputih-putihan. Beliau saw memerintahkan ia agar memuntahkan darah yang ia sedot itu, namun ia justru menjawab : “Tidak akan aku muntahkan selamanya!”, lalu ia telan saja darah itu kedalam perutnya. Beliau saw bersabda: “Barangsiapa yang ingin melihat calon penghuni surga, pandanglah orang ini!”. Tak lama kemudian, Malik bin Sinan gugur di tengah berkecamuknya perang Uhud sebagai syuhada’.

At-Thabrany juga meriwayatkan riwayat di atas, hanya saja ada tambahan teks hadis : “Barangsiapa yang mencampur darahku dengan darahnya, maka ia tidak akan tersentuh api neraka”. Al-Haitsamy berkomentar : “Aku tidak melihat seorang pun didalam isnad-nya yang bersepakat menganggap riwayat itu dha’if”.

Demikian pula Sa’id bin Manshur juga meriwayatkan hadis, bahwa Rasulullah saw bersabda : “Barangsiapa yang ingin memandang orang yang telah mencampur darahku dengan darahnya, maka pandanglah Malik bin Sinan”.

Kisah Seorang Budak milik orang quraisy. Ibnu Hibban didalam kitabnya, Adh-Dhu’afa’, menuturkan suatu riwayat dari Abbas bin Abdulmuthalib ra, bahwa ada seorang budak milik orang Quraisy yang sedangmembekam Rasulullah saw. Setelah selesai, ia mengambil darah beliau dan membawanya pergi ke kebun. Setelah merasa tidak ada seorang pun yang melihatnya, ia lalu meminumnya sampai habis. Kemudian ia kembali ke tempat semula sambil memandangi wajah beliau saw. Beliau bersabda : “Celaka, apa yang baru saja Anda lakukan dengan darah itu?”. Aku sembunyikan di balik tembok”, jawabnya. Sekali lagi beliau saw bertanya : “Di mana Anda sembunyikan?”. Dia secara jujur menjelaskan : “Wahai Rasulullah saw! Akuhirup  darahmu dan aku tumpahkan kedalam bumi, yakni kedalam perutku ini”. Kemudian beliau saw bersabda : “Pergilah. Dirimu akan terpelihara dari neraka!”. Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalany juga menuturkan riwayat tersebut didalam kitabnya, Al-Mawahib al-Laduniyyah.




Bertabarruk Dengan Air Seni Rasulullah SAW



Kisah dari Barkah ra, seorang pelayan Ummu Habibah ra. Ibnu Hajar Al-Asqalany menuturkan bahwa Abdurrazzaq meriwayatkan suatu hadis dari Ibnu Juraij yang menjelaskan bahwa Rasulullah saw pernah membuang air seninya didalam sebuah gelas logam, lalu beliau sembunyikan di bawah kolong tempat tidurnya, dan terus keluar rumah. Tak lama kemudian beliau saw kembali ke tempat semula, dan ternyata gelas tadi tidak ada di tempat. Beliau saw kemudian bertanya kepada Barkah, pelayan Ummu Habibah yang baru saja datang dari Habasayah bersamanya : “Tahukah kamu, dimana gelas berisi air seniku yang aku sembunyikan di bawah kolong tempat tidur?”. Sudah aku minum!”, jawabnya. Rasulullah saw lalu bersabda kepadanya : “Semoga kamu sehart, wahai Ummu Yusuf”. Ummu Yusuf adalah nama panggilan Barkah. Sepanjang hidupnya, ia memang tidak pernah sakit, kecuali sakit beberapa saat menjelang wafatnya. (Lihat kitab At-Talkhish al-Kabir fi takhrij Ahadits ar-Rafi’iy al-Kabir, juz 1, hal. 32  dan kitab Syarh as-Suyuthy ‘ala Sunan an-Nasa’iy, juz 1, hal. 32).

Kisah Ummu Aiman ra. Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalany didalam kitabnya, Al-Mawahib al-Laduniyyah, menuliskan bahwa Al-Hasan bin Sufyan didalam Musnad-nya; Al-Hakim ; ad-Daruquthny; At-Thabrany dan Abu Naim meriwayatkan suatu hadis dari Abu Malik an-Nakha’iy, dari Al-Aswad, dari Ummu Aimah, bahwa ia bercerita : “Pada suatu malam, Rasulullah saw bangun dari tempat tidurnya menuju ke samping rumah, lalu membuang air kecilnya di dalam sebuah gerabah atau tembikar. Tak lama kemudian, aku pun bangun dari tidurku dalam keadaan sangat haus, lalu aku minum saja air yang ada di gerabah tersebut. Aku tidak merasa bahwa yang baru saja aku minum tadi adalah air seni beliau saw dan aku baru sadar kalau yang aku minum itu air seni setelah pagi hari beliau saw  memerintahkan aku : “Hai Ummu Aiman! Tolong buangkan air seniku yang ada didalam gerabah itu”. Langsung aku jawab: “Wahai Rasulullah! Demi Allah. Air itu sudah aku minum tadi malam”. Beliau saw lantas tertawa sampai gigi gerahamnya terlihat, terus bersabda : “Demi Allah! Perutmu mulai saat ini tidak akan pernah sakit”.

Kisah Sarah,  pelayan Ummu Salamah ra. At-Thabrany mengetengahkan hadis dari Hakimah binti Umaimah ra, bahwa ibunya pernah bercerita : “Rasulullah saw memiliki gelas terbuat dari perak. Pada suatu hari, beliau saw membuang air seninya didalam gelas tersebut, lalu beliau letakkan di bawah kolong tempat tidurnya (dan keluar rumah). Pada suatu ketika, beliau saw mencari gelas tersebut, namun tidak ditemukannya, kemudian bertanya kepada orang yang di situ : “Di mana gelas yang aku letakkan di bawah tempat tidurku?”. Mereka jawab : “Isinya diminum Sarah, pelayan Ummu Salamah yang baru saja datang dari Habasyah bersamanya”. Beliau saw bersabda : “Dia menar-benar terhalang dari tirai yang sangat kuat dari api neraka”.  Al-Haitsamy didalam bukunya pada juz 8, hal. 271 berkomentar : “Para perawi hadis tersebut adalah perawi hadis shahih, selain Abdullah bin Ahmad bin Hambal. Sementara Hakimah adalah seorang yang Tsiqah”.




Komentar Para Ulama

 a). Imam Muhyiddin an-Nawawy didalam kitab Syarh Al-Muhadz-dzab berkomentar : “Orang yang menganggap sucinya darah dan air seni Rasulullah saw beralasan dengan hadis yang disebutkan di muka, bahwa Abu Thayyibah al-Hijam membekam Rasulullah saw, kemudian darahnya ia minum. Beliau saw ternyata tidak mengingkari perbuatan Abu Thayyibah. Demikian pula seorang wanita yang pernah meminum air seni beliau saw, dan beliau saw tidak mengingkarinya. Riwayat Abu Thayyibah bernilai Dha’if, sementara hadis mengenai meminum air seni bernilai shahih seperti yang dijelaskan oleh ad-Daruquthny : “Hadis ini Hasan Shahih”. Kisah tentang sucinya darah dan air seni beliau saw ini dapat dijadikan sebagai dalil untuk mengkiaskan apa saja  yang keluar dari tubuh beliau saw.


b). Imam Badruddin Al-‘Ainy, pensyarah kitab Shahih Al-Bukhary, didalam kitabnya yang sangat terkenal  ’Umdatul Qary”, juz 2, hal. 35 berkomentar : “Adapun mengenai rambut Rasulullah saw yang dimuliakan dan diagung-agungkan itu adalah keluar dari isi kandungan hadis ini”.

Perlu kami sebutkan di sini tentang pendapatnya Al-Mawardy mengenai rambut Rasulullah saw: “Pendapat yang benar adalah memastikan tentang kesuciannya. Ini menunjukkan bahwa para ulama ada yang memiliki pendapat selain itu”. Na’udzu billahi min dzalik.

Badruddin Al-‘Ainy menegaskan lagi, banyak hadis-hadis yang menuturkan bahwa sekelompok sahabat meminum darah Rasulullah saw, di antaranya adalah Abdullah bin Zubair dan Abu Thayyibah al-Hijam, seorang pelayan orang Quraisy. Selain itu telah diriwayatkan bahwa Ummu Aiman pernah meminum air seni Rasulullah saw (HR Al-Hakim, At-Thabrany dan Abu Naim), juga sayyidina Ali pernah meminum air seni beliau saw. Sementara itu, At-Thabrany menuturkan suatu riwayat didalam kitabnya, Al-Ausath, yang menjelaskan bahwa Salma, isterinya Abu Rafi’, pernah meminum sebagian sisa air seni beliau saw, kemudian beliau bersabda : “Semoga Allah swt mengharamkan badanmu dari api neraka”.

    c). Ibnu Hajar Al-Asqalany didalam kitabnya, Al-Mawahib al-Laduniyyah, mengomentari pendapatnya Imam An-Nawawy dari Al-Qadhy Husain : “Pendapat yang benar adalah kepastian sucinya seluruh apa saja yang keluar dari tubuh Rasulullah saw. Hal ini persis sama dengan pendapat Abu Hanifah yang dituturkan oleh Badruddin Al-‘Ainy”. Ibnu Hajar Al-Asqalany mengatakan lagi : “Cukup banyak dalil-dalil yang menunjukkan kesucian apa saja yang keluar dari tubuh Rasulullah saw. Bahkan para Imam Hadis menganggapnya sebagai salah satu kekhususan beliau saw”.


========================================

*) Sumber : Diambil dari salah satu bagian dari kitab :
Judul Asli
: مفـاهـيم يجب أن تـصحح
Penulis
: Prof. DR. Sayyid Muhammad Alawi Al-Maliki
Alih Bahasa
: Achmad Suchaimi
Judul Terjemahan
: Pemahaman Yang Perlu Diluruskan (PYPD)

PYPD - 35. BERTABARRUK DENGAN MAKAM ROSULULLAOH SAW *)








Oleh Sayyid Muhammad Alawi Al-Maliki



Beberapa saat menjelang wafatnya, Umar bin Khatthab ra mengutus puteranya, Abdullah : “Temuilah Ummul Mukminin Aisyah ra dan sampaikan salam Umar kepadanya, jangan kamu katakan salam dari Amirul Mukminin. Karena hari ini aku mengutusmu bukan atas nama Amirul mukminin (tetapi atas nama pribadi). Kemudian katakan kepadanya, bahwa Umar bin Khatthab memohon izin agar jenazahnya nanti dikuburkan di samping makam kedua sahabatnya”.

Abdullah bin Umar melaksanakan apa yang diperintahkan ayahnya itu. Sesampainya di rumah Aisyah ra, ia memohon diperbolehkan masuk ke rumahnya seraya mengucapkan salam. Setelah masuk, ia menyaksikan Aisyah sedang menangis dan beberapa saat setelahnya ia berkata kepadanya: “Umar bin Khatthab ra mengirimkan salam untukmu dan memohon kepadamu agar dipersolehkan jenazahnya nanti dikuburkan di samping makam kedua sahabatnya”. Jawab Aisyah : “Sebenarnya aku sendiri juga menginginkan dikuburkan di tempat ini. Sesungguhnya pada hari ini aku utamakan diriku sendiri”.

Abdullah bin Umar selanjutnya mohon diri dan kembali pulang menemui ayahnya. Seorang pelayan memberitahukan kedatangannya kepada Umar bin Khatthab ra. Umar meminta agar dirinya dibangunkan dan disandarkan kepada puteranya seraya berkata : “Apa jawaban yang kamu dapatkan darinya?”. Abdullah bilang : “Seperti yang engkau harapkan, wahai Amirul Mukminin! Dia mengizinkan engkau”. Umar berkomentar : “Alhamdulillah! Tiada sesuatu yang lebih penting bagiku selain ini (yakni dikuburkan di samping makam kedua sahabatnya, Rasulullah saw dan Abu Bakar). Jika nanti aku wafat, bawalah jenazahku ke sana. Ucapkanlah salam kepada Aisyah dan katakan sekali lagi bahwa Umar meminta izin agar dikuburkan di samping makam kedua sahabatnya. Jika dia mengizinkan, lalu kuburkan jenazahku di situ. Namun jika ia tidak mengizinkannya, maka bawalah jenazahku untuk dikuburkan di pekuburan kaum muslimin”.

Riwayat yang cukup panjang tersebut diketengahkan oleh Imam Bukhary didalam kitabnya di bawah judul Al-Janaiz, pada bab Ma ja-a fi Qabri an-Nabiy saw, dan disebutkan didalam kitab Fadhailus Shahabah pada bab Qishshah al-Badi’ah.

Komentar Adz-Dzahabi tentang bertabarruk dengan makam Rasulullah saw. Al-Imam Syamsuddin Muhammad bin Ahmad Adz-Dzahabi mengetengahkan riwayat yang diperolehnya dari Ahmad bin Abdul Mun’Imam dan seterusnya sampai kepada Abdullah bin Umar ra, yang menjelaskan bahwa Abdullah bin Umar membenci dan tidak menyukai mengusap makam Rasulullah saw.

Menurut Adz-Dzahabi, hal ini disebabkan bahwa mengusap makam beliau saw adalah perbuatan Su-ul Adab (tidak sopan) kepada beliau saw. Imam Ahmad bin Hambal pernah ditanya orang mengenai hukum mengusap, menyentuh dan mencium makam beliau saw, lalu dijawabnya “tidak mengapa”. Jawabannya ini dituturkan sendiri oleh puteranya, yakni Abdullah bin Ahmad bin Hambal.

Jika ada orang yang mengatakan: “Kenapa para sahabat tidak melakukan seperti itu?”. Jawabnya: “Karena mereka menyaksikan sendiri kehidupan Rasulullah saw, bersuka cita dan bergembira bersama beliau saw. Mereka mencium tangannya dan hampir seperti orang bertarung sesama teman demi memperebutkan sisa air wudhunya serta meminta bagian rambutnya pada saat Haji Akbar. Bila beliau saw berdahak, tangan mereka mendahinya lalu diusapkan ke wajah dan sekujur tubuh. Dan kita, yang hidup tidak sejaman beliau saw,  tidak dapat melakukan seperti yang dilakukan oleh para sahabat tersebut, sehingga kita cukup mendatangi makam beliau saw, memeluknya, mengusap dan menciumnya.

Anda tentu tahu apa yang dilakukan oleh Tsabit al-Banany yang mencium tangan Anas bin Malik ra dan mengusapkannya ke wajah, hanya dikarenakan tangan Anas pernah bersentuhan langsung dengan tangan Rasulullah saw. Perbuatan yang demikian ini hanya akan dilakukan oleh orang yang memiliki kecintaan yang begitu mendalam kepada beliau saw. Apalagi setelah ada perintah dari agama  agar selalu mencintai Allah swt dan Rasul-Nya melebihi kecintaannya kepada dirinya sendiri, anak-anaknya, keluarganya, harta bendanya dan melebihi kecintaannya kepada surga beserta kenikmatan didalamnya, serta juga diperintahkan untuk mencintai Abu Bakar ash-Shiddiq ra dan Umar bin Khatthab ra melebihi kecintaannya kepada dirinya sendiri.

Kisah Jundar. Sewaktu  berada di puncak bukit Baqa’, ia mendengar seseorang yang sedang mencaci maki sahabat Abu Bakar ash-Shiddiq. Tanpa pikir panjang ia cabut pedangnya lalu menebas leher orang itu. Namun, sekiranya ia mendengar seseorang yang mencaci maki dirinya atau ayahnya, tentu ia tidak akan merasa tercemar namanya dan tidak akan melakukan perbuatan seperti yang ia lakukan kepada orang yang mencaci maki Abu Bakar tersebut.

Anda tentu tahu, betapa kecintaan para sahabat yang begitu mendalam kepada Rasulullah saw. Beliau saw pernah ditanya : “Apakah perbuatan seperti ini berarti kami telah bersembah sujud kepada engkau?”. Beliau jawab : “Oh, tidak!”. Seandainya mereka diperbolehkan sujud kepada beliau saw, itupun terbatas sebagai rasa penghormatan atau sopan santun kepada beliau saw, bukan sujud sebagai betuk penyembahan kepada beliau saw. Sebagaimana hal ini pernah dilakukan oleh saudara-saudara Nabi Yusuf  as kepada dirinya.

 Demikian pula terhadap pemahaman “Sujud” yang dilakukan seorang muslim di atas makam Rasulullah saw, merupakan wujud rasa penghormatannya kepada penguhuni makam tersebut, yakni Rasulullah saw. Bukan sujud dalam pengertian “menyembah” beliau saw dan makamnya.  Yang prinsip, orang yang melakukan perbuatan seperti itu tidak boleh dihukumi Kafir, ia hanyalah sekedar melakukan perbuatan Maksiat. Karena melakukan sujud di depan makam merupakan perbuatan haram, sama haramnya dengan melakukan shalat di atas makam.  ( Dinukil dan disadur dari kitab Mu’jam asy-Syuyukh, juz 1, hal. 73-74, tulisan Adz-Dzahaby).

==============================================

*) Sumber : Diambil dari salah satu bagian dari kitab :
Judul Asli
: مفـاهـيم يجب أن تـصحح
Penulis
: Prof. DR. Sayyid Muhammad Alawi Al-Maliki
Alih Bahasa
: Achmad Suchaimi
Judul Terjemahan
: Pemahaman Yang Perlu Diluruskan (PYPD)





Jumat, 21 Juni 2013

PYPD - 27. Surga Ada Dibawah Telapak Kaki Ibu. Kenapa Tidak Dibawah Perintah Rasulullah ? *)



Oleh Sayyid Muhammad Alawi Al-Maliki




Di antara keistimewaan dan kekhususan Rasulullah saw yang ramai dibicarakan para pakar dan ulama sampai saat ini adalah tentang “Jaminan surga” Rasulullah, sebagaimana yang dijelaskan oleh As-Suyuthy dan al-Qasthalany, serta az-Zarqany dalam komentarnya terhadap kitab Al-Mawahib al-Laduniyah, yang intinya : bahwa jaminan surga ini tidak akan terjadi kecuali bagi orang yang berhak mendapatkannya dari kalangan Ahlu Tauhid, dan  dengan seizin Allah swt, sebagaimana yang dijelaskan didalam hadis Nabi :

إِنَّـمَا أنـَا قَاسِمٌ,   وَ اللَّـهُ مُعْـطٍ
Saya hanya sekedar membagikan, sementara Allah-lah yang memberi”.

Jika benar suatu ungkapan “Surga itu ada di bawah telapak kaki kaum ibu”, kenapa tidak ada ungkapan yang berbunyi “Surga itu berada di bawah perintah Rasulullah saw” ?.
Makna yang terkandung didalam ungkapan “Surga itu berada di bawah telapak kaki kaum ibu”  merupakan ungkapan Majaz Aqli, dan bukan dalam pengertian yang sebenarnya. Maksudnya, seseorang akan sampai menuju ke surga adalah dengan cara berbakti kepada kedua orang tuanya, terutama ibunya. Dalam hubungannya dengan Rasulullah saw, seseorang akan masuk kedalam surga adalah dengan cara mentaati dan mencintai beliau saw. Berikut ini merupakan kajian tentang beberapa keistimewaan beliau saw dalam kaitannya dengan jaminan masuk surga.


1.  Jaminan surga dari Rasulullah saw

Rasulullah saw memberikan jaminan masuk surga kepada sebagian sahabatnya. Di antaranya adalah mereka yang pernah mengikuti Bai’atul ‘Aqabah. Hadis yang diceritakan Ubadah bin as-Shamit berbunyi: “Aku termasuk orang yang mengikuti Bai’atul ‘Aqabah pertama. Saat itu kami berjanji setia kepada Rasulullah saw untuk tidak akan menyekutukan Allah swt dengan sesuatu yang lain; tidak akan mencuri; tidak akan berzina; tidak akan membunuh bayi-bayi kami; tidak akan melakukan kebohongan yang besar (fitnah); tidak akan bermaksiat; dan tidak akan melanggar suatu aturan yang jelas-jelas diatur didalam agama. Setelah itu beliau saw bersabda: “Barangsiapa yang wafat di antara kalian, maka ia akan berhak masuk ke surga. Jika kalian melanggar salah satu butir dari isi Bai’atul Aqabah tersebut, maka urusan kalian berada di tangan Allah swt. Jika Dia menghendaki, Dia akan menyiksamu dan bila menghendaki, Dia akan mengampunimu”.

Ibnu Katsir mengetengahkan hadis di atas didalam kitabnya, As-Sirah, juz 2, hal. 176, pada bab “Permulaan Islamnya Sahabat Anshar”.
Dijelaskan didalam kitab Ash-Shahih, bahwa pernyataan Bai’at tersebut merupakan syarat seseorang masuk ke surga. Ubadah bin ash-Shamit berkata, “Kami termasuk pimpinan kabilah yang mengucapkan Ba’at (janji setia) kepada Rasulullah saw. Kami berbai’at untuk tidak akan mensyirikkan Allah swt dengan sesuatu yang lain; tidak akan mencuri; tidak akan berzina; tidak akan membunuh jiwa yang telah diharamkan Allah swt kecuali dengan alasan yang dibenarkan agama. Dan kami berhak mendapatkan surga jika telah melakukan isi Bai’at tersebut”.  (HR Bukhary didalam kitab Manaqib al-Anshar, pada bab “Bai’atul ‘Aqabah”.)
Riwayat lainnya menyebutkan bahwa Rasulullah saw pernah bersabda: “Barangsiapa yang melaksanakan (isi Bai’at), maka ia berhak mendapatkan surga”. Sebagaimana hal ini disebutkan didalam kitab Al-Bidayah, juz 3, hal. 150. Dan didalam kitab yang sama dijelaskan sebuah hadis Nabi yang dikisahkan oleh Qatadah ra, bahwa para sahabat Anshar berkata: “Ya Rasulullah saw ! Dengan Bai’at itu, lalu apa balasannya jika kami telah melaksanakannya?”. Surga”, jawab beliau saw.
Hadis dari Abdullah bin Mas’ud ra, bahwa Rasulullah saw bersabda: “Jika kalian melakukan isi Bai’atul Aqabah tersebut, kalian berhak masuk surga atas jaminan Allah swt dan aku”. (HR At-Thabrany. Lihat kitab Kanzul ‘Ummal, juz 1, hal. 63 dan kitab Majma’ al-Zawaid, juz 6, hal. 67)



2. Daftar nama para penghuni surga di tangan Rasulullah saw

Sebuah riwayat dari Ibnu Abbas ra menjelaskan, bahwa Rasulullah saw bersabda “Mimbar-mimbar dari Nur disediakan untuk diduduki  para Nabi. Tinggal mimbarku yang tidak aku duduki. Karena saat itu aku berdiri di hadapan Tuhanku, khawatir kalau-kalau aku dimasukkan ke surga terlebih dahulu, sementara umatku tertinggal di belakang. Kemudian aku berdoa: ‘Ya Allah! Umatku bagaimana? Umatku bagaimana?’ . Allah swt berfirman: ‘Hai Muhammad! Apa yang kamu kehendaki agar Aku dapat berbuat untuk umatmu?’. Aku jawab: ‘Ya Allah! Segerakan penghitungan amal mereka!’. Selanjutnya Allah swt segera memanggil umatku satu persatu untuk dihitung amalnya. Diantara mereka ada yang dimasukkan ke surga berkat rahmat-Nya, ada yang masuk surga berkat syafaatku. Aku selalu memberi syafaat, sampai-sampai daftar nama orang-orang yang jelas sudah masuk neraka diserahkan kepadaku, sehingga malaikat penjaga neraka bilang kepadaku: ‘Hai Muhammad! Aku terus menerus menyiksa umatmu disebabkan kemarahan Tuhanmu kepada mereka!’. (HR Thabrany, didalam kitab Al-Kabir dan Al-Ausath. Hadis ini juga diriwayatkan oleh Al-Baihaqy).



3. Usman bin Affan membeli surga dari Rasulullah saw

Hadis dari Abu Hurairah ra menjelaskan, bahwa Usman bin Affan ra dua kali membeli surga dari Rasulullah saw. Yang pertama pada saat ia membiayai penggalian sumur Ma’unah dan kedua pada saat ia menyumbangkan hartanya untuk perbekalan para prajurit perang yang sedang mengalami kesulitan ekonomi. (HR Al-Hakim didalam kitab Al-Mustadrak, juz 3, hal. 107. Hadis tersebut bernilai shahih)
Setiap orang yang berakal tentu tahu, bahwa surga adalah hak milik Allah swt. Tiada seorang pun yang berhak memiliki dan memberikannya kepada orang lain, sekalipun ia memiliki kedudukan yang sangat tinggi di sisi Allah swt, baik ia malaikat, para Nabi, maupun para Rasul. Hanya saja Allah swt menganugerahkan surga dan kedudukan yang mulia kepada mereka yang menyebabkan mereka lebih istimewa daripada sekalian makhluk. Anugerah tersebut disandarkan kepada mereka, dan pentasarufannya pun disandarkan kepada mereka sebagai wujud penghormatan, pengagungan dan pemuliaan Allah swt kepada mereka.
Dari sini kita dapat menyimpulkan tentang kekhususan dan keistimewaan Rasulullah saw yang diberi hak untuk memberikan jatah masuk surga, menjamin masuk surga, menjual surga, serta memberi kabar gembira masuk surga dan lain-lain kepada umatnya, disertai suatu keyakinan bahwa surga adalah hak milik Allah swt. Hal ini tidak perlu diragukan. Hanya orang bodoh saja yang meragukannya.

أَللَّهُـمَّ نَـوِّرْ بَصَائِـرَنَـا وَ افْـتَحْ مَسَامِـعَ قُلُوْبِـنَا, وَ أَرِنَـا الْـحَقَّ حَقًّـا وَ ارْزُقْنَا اتِّـبَاعَـهُ
Ya Allah! Sinarilah mata hati kami. Bukakanlah pendengaran hati kami. Perlihatkanlah kepada kami bahwa yang benar itu benar, lalu berikanlah kemampuan kepada kami untuk mengikutinya".



=============================
 *) Sumber : diterjemahkan dari kitab "مفاهيم يجب ان تصحح", karya DR. Sayyid Muhammad Alawi Abbas Al-Maliki