Jumat, 10 Mei 2013

PYPD - 8. Tolok Ukur Kekufuran dan Keimanan Seseorang




Prof. DR. Sayyid Muhammad Alawi Al-Maliki



Sekelompok kaum yang sesat berpegangan pada makna dan bunyi lahiriyah ayat-ayat mutasyabihat, tidak dibarengi dengan memperhatikan qarinah-qarinah (indikasi, pokok persoalan) dan maksud yang terkandung didalamnya, serta tidak memandang ayat-ayat tersebut secara komprehenshif (menyeluruh) dalam kaitannya dengan ayat-ayat lainnya. Misalnya kaum muktazilah memandang kemakhlukan Al-Qur’an dengan mendasarkan diri pada firman Allah swt

إِنَّا جَعَلْنَاهُ قُرْءَانًا عَرَبِيًّا لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ

Sesungguhnya Kami menjadikan Al Qur'an dalam bahasa Arab supaya kamu memahami (nya).” (QS Az-Zukhruf,[43] : 3)

Golongan Qadariyah memandang kebebasan manusia dalam berkehendak dan bertindak, dengan mendasarkan diri pada firman Allah swt :

وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ

Dan apa musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri.” (QS Asy-Syura,[42] : 30)

وَنُودُوا أَنْ تِلْكُمُ الْجَنَّةُ أُورِثْتُمُوهَا بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ

Dan diserukan kepada mereka: "Itulah surga yang diwariskan kepadamu, disebabkan apa yang dahulu kamu kerjakan." (QS Al-A’raf,[7] : 43)

dan ayat-ayat lainnya. Sementara golongan Jabbariyah memandang keserbaterpaksaan manusia, dengan berpegangan pada firman Allah swt :

وَاللَّهُ خَلَقَكُمْ وَمَا تَعْمَلُونَ

Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu". (QS As-Shaffat,[37] : 96)

وَمَا رَمَيْتَ إِذْ رَمَيْتَ وَلَكِنَّ اللَّهَ رَمَى

dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang melempar.” (QS Al-Anfal,[8] 17)

Dari semuanya itu maka terbukalah tabir, bahwa setiap muslim selain golongan Qadariyah berpendapat bahwa gerak-gerik perbuatan manusia adalah diciptakan Allah swt, sebagaimana yang dijelaskan oleh QS Al-A’raf’[7] : 43 dan Al-Anfal,[8] : 17. Meski demikian, manusia masih memiliki sifat menentukan perbuatannya menurut segi ta’alluq-nya yang lain, yakni yang diungkapkan dalam bentuk usaha, ikhtiar atau perbuatan, sebagaimana yang dijelaskan oleh QS Al-Baqarah,[2] : 286

لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ

“Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya.” (QS Al-Baqarah,[2] : 286)

وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ

“Dan apa musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri” (QS Asy-Syura,[42] : 30)

Dan masih banyak ayat lain yang secara tegas mengaitkan adanya otoritas suatu perbuatan atau usaha pada diri manusia. Dari segi keharusan Ta’alluq-nya sifat Qudrat terhadap makhluk, tidaklah dalam bentuk penciptaan (mengadakan yang tiada dan meniadakan yang ada) semata, karena sifat Qudrat Allah pada zaman azali telah berta’alluq dengan alam semesta ini sebelum ia diciptakan dalam wujudnya seperti sekarang ini. Ta’alluq semacam ini disebut Ta’alluq shuluhi qadim. Sifat Qudrat Allah sewaktu menciptakan alam ini adalah berta’alluq dengannya dalam bentuk Ta’alluq yang lain, yakni Ta’alluq tanjizi.

 

Hakekat Penisbatan Perbuatan Pada Manusia

Dari sini jelaslah bahwa ta’alluqnya sifat Qudrat tidaklah terkhusus atau tertentu dengan tercapainya Maqdur (makhluk, sesuatu yang menjadi obyek sifat Qudrat). Perbuatan manusia dinisbatkan kepadanya adalah atas dasar usaha-nya, bukan dalam pengertian bahwa usaha tersebut diciptakan oleh manusia itu sendiri, karena Allah-lah pada hekekatnya yang menciptakan, menentukan dan menghendaki perbuatan manusia tersebut. Penjelasan ini tidak dapat disangkal dengan pernyataan bahwa, bagaimana mungkin Allah swt menghendaki manusia untuk melakukan perbuatan apa saja yang dilarang-Nya, seperti perintah-Nya kepada manusia agar tetap beriman, sementara di sisi lain sebagian mereka tidak menghendaki keimanan tersebut,  sebagaimana firman-Nya :

وَمَا أَكْثَرُ النَّاسِ وَلَوْ حَرَصْتَ بِمُؤْمِنِينَ

Dan sebagian besar manusia tidak akan beriman --walaupun kamu sangat menginginkannya.” (QS Yusuf,[12] : 103).

Untuk itu, penisbatan suatu perbuatan pada diri manusia adalah termasuk menisbatkan musabbab (akibat) kepada sebab atau kepada perantara (wasithah). Dan ini bukan sesuatu yang kontradiktif, oleh karena Penyebab dari semua sebab (Causa Prima, Sumber Sebab), yakni Allah swt, itulah yang menciptakan perantara dan yang menciptakan konsep keperantaraan pada perantara atau wasithah tersebut. Sekiranya Allah swt tidak menitipkan Af’al-Nya kepada perantara tersebut, maka tidaklah pantas perantara tersebut disebut sebagai perantara, baik ia berupa benda tidak berakal seperti benda padat, bintang-bintang di langit, hujan, api, dan lain-lain, maupun berupa benda-benda berakal seperti malaikat,  manusia dan jin.






 

 

 

Kamis, 09 Mei 2013

PYPD - 4. Menyadari Posisi Khaliq dan Makhluk, pemisah kekafiran dan keimanan




Sesungguhnya kedudukan Khalik dan makhluk merupakan suatu batas pemisah antara kekafiran dan keimanan. Kami beri’tikad bahwa orang yang mencampuradukkan antara kedua kedudukan tersebut adalah benar-benar kafir. Semoga Allah swt melindunga kita.

Setiap Maqam (kedudukan) atau posisi tersebut memiliki hak-hak secara spesifik. Namun di situ terdapat beberapa persoalan yang dikembalikan kedalam bab ini, khususnya persoalan yang berkaitan dengan Nabi Muhammad saw dan kekhususan-kekhususannya yang menyebabkan beliau menjadi teristimewa, berbeda dan lebih tinggi derajatnya dari sekalian manusia pada umumnya. Persoalan ini kadang menjadi Tasyabbuh (jumbuh, samar) pada sebagian orang, disebabkan keterbatasan akal, kelemahan pemikiran, kesempitan wawasan, dan keburukan pemahaman mereka, lalu mereka serta merta mengkafirkan pelakunya dan mengeluarkannya dari Islam. Mereka mendasarkan diri pada suatu persangkaan bahwa didalamnya terdapat percampuran kedudukan  antara Khalik (Allah swt)  dan Makhluk (Rasulullah saw), dan dianggapnya telah mengangkat posisi Rasulullah saw ke posisi  Uluhiyah (Ketuhanan). Sesungguhnya kami berlepas diri dari pemahaman yang demikian itu.

Berkat anugerah dan karunia Allah swt, kami mengetahui apa yang menjadi Hak bagi Allah swt dan apa yang menjadi Hak bagi Rasulullah saw. Kami mengetahui apa yang secara murni merupakan hak Allah swt dan apa yang secara murni menjadi hak Rasulullah saw. Hal ini lepas dari niat untuk melebih-lebihkan dan mengkultuskan diri pribadi beliau saw sampai pada suatu batas di mana beliau saw secara khusus disifati dengan sifat-sifat rububiyyah dan uluhiyyah, yang sebenarnya keduanya hanya pantas dimiliki Allah swt. Di antara sifat-sifat tersebut adalah seperti adanya kemampuan mutlak untuk menolak bahaya; memberi rizki dan manfaat; memiliki kekuasaan dan kepenguasaan sempurna dan menyeluruh kepada semua makhluk; menguasai kerajaan dan mengatur jagad raya; memonopoli sifat kesempurnaan, keagungan dan kesucian; dan secara ekslusif menerima sesembahan dengan berbagai bentuk, keadaan dan tingkatan peribadatan.

Adapun yang dimaksud dengan sikap “berlebih-lebihan” adalah sikap keterlaluan dalam mencintai dan mentatati Rasulullah saw, melebih kecintaannya kepada Allah swt. Itulah makna yang dimaksud di dalam sebuah hadis Nabi :

لاَ  تـــَـطْــرُوْنــِـيْ كَـمَـا اَطْــرَتْ الــنـَّــصَـارَى  ابــْـنَ  مَـرْيـَـمَ

"Janganlah kalian menyanjung-nyanjungku, sebagaimana kaum nasrani menyanjung-nyanjung  (Isa) Putra Maryam".

 

Maksudnya, menyanjung-nyanjung, menghormat dan memuji-muji beliau saw dengan sanjungan yang dilakukan orang pada umumnya, bukan dalam pengertian pengkultusan (sikap mendewa-dewakan) seperti yang dilakukan kaum Nasrani kepada diri Nabiyullah Isa bin Maryam as, adalah suatu sikap yang terpuji. Sekiranya maknanya tidak demikian, tentulah yang dikehendaki hadis di atas secara prinsip adalah larangan secara mutlak menyanjung dan memuji beliau s aw. Namun yang jelas, hal itu tidak diucapkan oleh salah seorang dari kaum muslimin yang paling bodoh sekalipun. Karena Allah swt sendiri  telah mengagungkan pribadi Rasulullah saw dengan berbagai bentuk pengagungan tertinggi di dalam beberapa ayat Al-Qur’an, maka kita pun wajib mengagungkan “orang” yang telah diperintahkan Allah swt untuk diagungkan, yakni Nabi Muhammad saw .

ذَلِكَ وَمَنْ يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوبِ

Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan syi`ar-syi`ar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati.” (QS Al-Hajj,[22] : 32)

ذَلِكَ وَمَنْ يُعَظِّمْ حُرُمَاتِ اللَّهِ فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ عِنْدَ رَبِّهِ

Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan apa-apa yang terhormat di sisi Allah maka itu adalah lebih baik baginya di sisi Tuhannya.”  (QS Al-Hajj,[22] : 30)

 

Di antara syi’ar-syi’ar dan sesuatu yang terhormat di sisi Allah swt  yang dijelaskan di dalam kedua ayat di atas adalah seperti Ka’bah, hajar aswad, dan maqam Ibrahim, yang kesemuanya itu berupa batu. Namun Allah swt memerintahkan kita agar mengagungkannya dengan cara melakukan thawaf mengelilingi Ka’bah, mengusap rukun yamani di pojok sebelah barat daya Ka’bah, mengecup Hajar aswad, melakukan shalat di belakang “maqam Ibrahim”, lalu berhenti sebentar untuk berdoa di dalam Hijir Isma’il,  di depan pintu Ka’bah, dan di Multazam, yakni suatu tempat di antara pintu Ka’bah dan Hajar Aswad. Pada saat melakukan yang demikian itu, kita tidak berniat untuk melakukan suatu peribadatan atau penyembahan, melainkan ditujukan hanya kepada Allah swt, dan kita tidak memiliki suatu keyakinan atau I’tiqad tentang adanya pengaruh mistis dan kekuatan supranatural lainnya dari batu-batu tersebut, di luar kekuatan Allah swt.

Jumat, 03 Mei 2013

Tempat penting & bersejarah di kota Madinah (2)


Khondaq (parit) dan Masjid Sab’ah


Masjid Al-Fath di Khandaq Madinah
Khondaq artinya parit, digunakan untuk menamai peristiwa perang antara umat Islam melawan 10.000 orang "pasukan sekutu kafir" pada tahun 5 H.
Pasukan sekutu yang terdiri dari kafir Quraisy Makkah, kabilah Ghothofan dan kaum Yahudi bani Qainuqa’ datang menyerang Madinah di bawah pimpinan Abu Sufyan.  Dalam perang ini, Nabi lebih memilih strategi perang kota. Agar musuh terhalang masuk kedalam kota, atas saran Salman Al-Farisi, Nabi membangun sistem pertahanan dengan membuat parit  (khondaq) yang lebar dan dalam di sekeliling kota Madinah, yang dilengkapi dengan 7 menara pengintai.
Sesampainya di Madinah, pasukan musuh tidak berhasil membobol pertahanan parit ini, lalu mereka mendirikan tenda-tenda sambil mengepung kota Madinah, sampai tenda mereka diporak-porandakan angin kencang disertai udara dingin, sehingga mereka hanya mampu bertahan selama kurang lebih 24 hari, kemudian pulang kembali dengan tangan hampa.
Masjid Sab’ah. Pada masa-masa  selanjutnya, di atas ketujuh menara pengintai tersebut didirikan 7 masjid kecil yang letaknya saling berdekatan untuk mengenang peristiwa yang sangat bersejarah tersebut. Ahir-akhir ini, ketujuh masjid ini lebih dikenal dengan sebutan Masjid Sab’ah. Lokasinya di sebelah barat gunung Sala’.

 Dari ketujuh masjid itu yang paling tersohor adalah Masjid Al-Fath yang didirikan pada masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz. Lokasinya persis di tempat Rosululloh  mendirikan kemah dan Beliau berdoa di kemah ini selama tiga hari terus menerus berdoa agar tentara sekutu (ahzab) diporak-porandakan Alloh. Doa beliau akhirnya terabul.
Masjid Al-Fath beberapa kali direnovari dan yang terakhir dilakukan pada tahun 1851 M (1268 H). Bentuk masjidnya memanjang dengan ukuran 8,5 m x 3,5 m, dilengkapi dengan serambi terbuka (tanpa atap) seluas 8,5 m x 6,5 m.
Beberapa meter dari masjid Al-Fath terdapat 6 buah masjid kecil lainnya yang secara urut menggunanakan nama para sahabat yang dipandang berjasa dalam perang Khondaq/Ahzab :
a. Masjid Salman Al-Farisi yang terletak di puncak bukit. Sahabat ini berperan sebagai penemu ide untuk menggali parit (khondaq) sekeliling Madinah.
b.  Masjid Abu Bakar Ash-Shiddiq
c. Masjid Umar bin Khotthob
d. Masjid Ali bin Abi Tholib
e. Masjid Fathimah
f. Masjid Sa’ad bin Mu’adz


Masjid Qiblatain


masjid qiblatain Madinah
Masjid Qiblatain Madinah
 Masjid Qiblatain (dua kiblat) terletak diatas bukit kecil dekat wadi al-'aqiq, berjarak 3 km arah barat laut dari Masjid Nabawi. Masjid ini memiliki dua mihrab, satu menghadap ke Baitul Maqdis (Masjidil Aqsho - Palestina) dan satunya lagi menghadap ke Ka'bah (Masjidil Haram - Makkah).
Dulu, masjid ini disebut masjid Banu Salamah. Sewaktu Nabi sholat 'ashar di masjid ini sambil berkiblat ke Masjidil Aqsho lalu turun wahyu yang memerintahkan agar berpindah kiblat
Sungguh Kami (Alloh) melihat mukamu (Muhammad) menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram dan dimana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Alloh sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan”. (QS Al-Baqarah : 144)

 Sejak saat itu beliau berputar 180 derajat berkiblat ke Masjidil Haram, lalu diikuti para sahabat yang bermakmum. Untuk mengenang peristiwa tersebut, maka masjid banu Salamah ini dinamakan Masjid Qiblatain.
Di dekat masjid ini ada satu sumur yang disebut "Sumur Raumah" dan sampai kini masih berfungsi. Dulunya, sumur ini merupakan danau kecil berair jernih milik orang Yahudi, kemudian dibeli Usman bin Affan dan diwakafkan untuk keperluan masjid.


Masjid Quba'

 
Masjid Quba' Madinah

 
Depan pintu masuk Masjid Quba'
Quba' adalah sebuah perkampungan yang berjarak 5 km dari kota Madinah. Di sini terdapat sebuah Masjid yang pertama kali dibangun Nabi pada bulan Rabiul Awwal tahun 1 Hijriyah (622 M) dalam perjalanan hijrahnya ke Madinah, di atas sebidang tanah milik Kalsum bin Hadam dari kabilah Amir bin Auf. Di Masjid ini pula beliau pertama kali melakukan sholat berjamaah.
Masjid Quba yang oleh Al-Qur'an surat At-Taubah : 108 disebut Masjid Taqwa ini juga memiliki beberapa keutamaan, diantaranya seperti yang disabdakan Nabi : "Sholaatun fi masjidi Quba-a ka'umrotin" (Sekali sholat di masjid Quba' seperti melakukan 'Umroh sekali).


Masjid Jum'at


Masjid Jum'at berada di lembah Ranuna perkampungan Bani Salim bin Auf, tidak jauh dari masjid Quba' dan berjarak + 4 km dari kota Madinah. Dinamakan Masjid Jum'at karena di masjid ini Nabi pernah melakukan sholat jum'at pertama kali dalam sejarah Islam, yang terjadi pada hari jum'at tanggal 16 Rabiul Awwal tahun 1 H (622 M) dalam perjalanan hijrahnya menuju ke Madinah, setelah beberapa hari menginap di desa Quba'.



Masjid Suqya dan Musium “Kereta Api” Madinah

 
Masjid Suqya di Anbariyah Madinah

Masjid suqya berlokasi di dusun sugya wilayah Anbariyah, sebelah barat laut Masjid Nabawi. Tempat ini dahulunya merupaan tanah milik Sa’ad bin Abi Waqqash. Bangunannya berornamen Turki Usmani dengan tiga kubah. Luasnya 31 x 5 m. Direnovasi kembali pada masa Raja Fahd pada tahgun 1423-1424 H.
Ketika perang Badar, Nabi pernah berdoa untuk kemenangan para tentaranya di tempat ini dan memohonkan keberkahan bagi penduduk Madinah dua kali lipatnya penduduk Makkah (HR Ahmad).  Sementara itu, Imam Bukhori juga meriwayatkan bahwa Umar bin Khotthob juga pernah berdoa memohon hujan (sholat istisqo’) dengan perantaraan kemuliaan dan kedudukan Abbas bin Abdul Mutholib di tempat ini.

Musium “Stasiun Kereta Api” Madinah. Masjid Suqya saat ini persisnya didalam pagar bekas gedung Stasiun Kereta Api yang dibangun tahun 1907 M. Pada tahun 1908 kereta api  pertama kali masuk ke kota Madinah dari kota Damaskus. Terpasangnya rel di tanah hijaz ini merupakan salah satu bentuk keberhasilan sultan Turki Usmani Abdul Hamid II membuka keterasingan kota Madinah dari dunia luar. 
Musium Kereta Apidi Anbariya Madinah
Rel kereta api tersebut tidak berfungsi setelah meletusnya Perang Dunia I dan terjadinya pemberontakan di jazirah arab. Oleh pemerintahan Arab Saudi, gedung stasiun kereta api tersebut pada tahun 1999 M difungsikan sebagai Musium Madinah, yang banyak menyimpan puing-puing barang peninggalan bersejarah seperti lokomotif dan gerbong kereta api, tempayan dari tanah, perabotan rumah, perhiasan, foto dan lain-lain.


Masjid Miqot Bi’r Ali

 
Masjid Miqot Dzulhulaifah (Bi'r Ali) Madinah


Masjid Miqot bagi jamaah Umroh dan haji  penduduk Madinah dan orang-orang yang melewatinya ini di kampung Dzul Hulaifah, sehingga disebut Masjid Dzul Hulaifah atau Bi’r Ali. Letaknya pada 12 km dari Masjid Nabawi


Jabal Uhud

 
di lokasi Jabal Uhud

Gunung Uhud merupakan gunung terbesar di sekitar Madinah yang berjarak sekitar + 5 km dari kota Madinah.
Gunung Uhud menjadi terkenal karena di tempat ini pernah terjadi pertempuran besar antara umat Islam dengan kaum kafir Makkah pada tanggal 15 syawal tahun 13 H (Maret 625 M). Penyebabnya kaum kafir quraisy ingin membalas atas kekalahannya pada perang Badar kubro. Pada pertempuran ini 70 orang tentara Islam mati syahid, termasuk Hamzah bin Abdul Mutholib. Para syuhada' tersebut dimakamkan di lokasi pertempuran ini. 

Makam syuhada' Uhud
 Pemakaman Syuhada' Uhud ini setiap tahun selalu diziarahi oleh Rosululloh dan diikuti oleh Khulafaur Rasyidin. Sehingga sampai saat ini, pekuburan ini menjadi salah satu tempat yang diziarahi para jamaah haji, selain untuk itba' (mengikuti jejak Rosululloh) juga untuk mengenang dan menggugah semangat juang kaum muslimin dalam membela kebenaran agamanya.



Percetakan Mush-haf Al-Qur'an

 
Percetakan Mushaf

Percetakan raksasa King Fahd Al-Qur'an Printing yang luasnya 20 hektar ini terletak di kota Madinah, 10 km arah barat daya dari Masjid Nabawi, yang diresmikan oleh Raja Fahd pada tahun 1985.
Percetakan ini dilengkapi mesin cetak modern dan super canggih sehingga menjadi percetakan terbesar di dunia. Dengan jumlah pegawai lebih dari 1.600 orang, percetakan ini  setiap tahunnya mampu memproduksi 8 juta mush-haf Al-Qur'an berbagai ukuran, yang dibagi-bagikan secara gratis kepada jamaah haji dan kaum muslmin seluruh dunia (melalui masjid, lembaga, organisasi Islam).
Selain Mush-haf Al-Qur'an, juga mencetak buku tafsir dan terjemah Al-Qur'an dalam berbagai bahasa di dunia, kaset-kaset bacaan Al-Qur'an baik audio maupun video.


Jabal Magnet

Jabal Magnit

Nama Jabal Magnet (Gravity Hills, Magnetic Hills, atau Gunung Magnet) semakin lama semakin populer di Arab Saudi. Penduduk sekitar Madinah menyebutnya “Manthoqotul Baidho’” (daerah/perkampungan putih).
Jabal Magnet yang terletak + 40 - 50 km sebelah utara dari Kota Madinah ini menjadi favorit terutama bagi para jamaah haji dan umroh dari Asia, dan merupakan kawasan luar Tanah Suci sehingga touris non muslim pun boleh mengunjunginya.

Keistimewaan Jabal Magnet
Jabal Magnet menyimpan misteri dan decak kagum bagi siapa saja yang berkunjung ke sana. Perjalanan menuju ke sana dipenuhi sejumlah perkebunan kurma yang subur dan hamparan bukit berbatuan. 10 kilometer menjelang Jabal Magnet, ada sebuah bendungan air atau danau buatan yang besar.
Kawasan antara bendungan air/danau dan Jabal Magnet diyakini memiliki daya dorong, terutama pada km 2 - 4 menjelang tujuan. Karena di tengah bendungan air ini mobil terasa berat (lambat) berjalan menuju ke arah Jabal Magnet. Ketika persneling dalam posisi netral, mobil berjalan sendiri ke arah berlawanan (mundur), bahkan sanggup mendaki tanjakan. Sebaliknya, ketika berbalik arah menuju ke Medinah,  mobil yang dalam kondisi persneling netral melaju dengan kecepatan tinggi. Kian lama kecepatan kendaraan makin tinggi.
Tidak hanya itu, jarum penunjuk KOMPAS juga tidak bekerja sebagaimana mestinya. Arah utara-selatan menjadi kacau, dan data-data di telepon seluler bisa hilang di lokasi itu. Oleh karena itu, bagi siapa saja yang pergi berkunjung melalui wilayah ini, segera matikan ponsel Anda, daripada data-data di dalam ponsel hilang.
Hingga kini, belum diketahui secara jelas hubungan antara magnet dengan laju kendaraan, karena batu yang mengandung biji magnet itu diduga berada di bawah permukaan jalan yang dilewati (antara danau sampai Jabal Magnet), bukan di dalam bukit. Alasannya, bila medan magnet ada bebukitan, tentu semakin mendekati bukit akan semakin kuat daya tariknya, sehingga kendaraan dapat menempel di bebukitan itu, namun medan magnet tampaknya ada dalam radius 2-4 kilometer saja.

Kisah Penemuan.
Jabal Magnet ditemukan beberapa tahun yang lalu secara tidak sengaja oleh seorang Arab Baduy. Saat itu si Arab ini menghentikan mobilnya karena ingin buang air kecil. Karena sudah kebelet, ia mematikan mesin mobilnya, tetapi tidak memasang rem tangan. Ketika sedang enak-enaknya pipis, ia kaget bukan kepalang, karena mobilnya berjalan sendiri dan makin lama makin kencang. Ia berusaha mengejarnya, tetapi tidak berhasil. Mobilnya baru berhenti setelah melenceng ke tumpukan pasir di samping jalan.
Konon, Jabal Magnet ini diketahui setelah ada pesawat terbang yang melintasi kawasan itu, tiba-tiba kecepatan pesawat berkurang dengan sendirinya.
Selain itu, otoritas Saudi Geological Survey (SGS) pada tahun 1999 sempat dikejutkan dengan adanya aktivitas swarm (gempa kecil terus-menerus) di Harrah Rahat yang merupakan pertanda naiknya sejumlah besar magma. Bahkan, di sekitar Madinah diketahui ada kegempaan aktif di Harrah Rahat, yang sangat dimungkinkan terjadinya migrasi magma dan sebagian di antaranya diduga menyusup ke bawah Jabal Magnet, sehingga muncul medan magnet di kawasan itu.
Fenomena alam semacam ini juga ditemukan di beberapa tempat di dunia seperti di Korea Selatan, Yunani, Australia, timur Amerika, juga di Indonesia : sekitar Gunung Kelud (Jawa Timur) dan di desa Limpakuwus kecamatan Sumbang Banyumas. Hanya saja, kekuatan magnet di daerah-daerah tersebut tidaklah sekuat yang ada di Madinah.
Obyek Wisata Baru
Saat ini Pemerintah Arab Saudi sudah membangun fasilitas mainan dan tempat berteduh di kawasan Jabal Magnet yang merupakan jalan buntu, karena di sana memang tidak ada jalan tembus ke daerah lain, sehingga pergi dan pulang pun hanya tinggal memutar di bundaran Jabal Magnet.

di kawasan jabal maqnit
Setiap Kamis sore atau malam Jumat, suasana di Jabal Magnet terlihat ramai dengan masyarakat Madinah yang bercengkerama bersama anak-anak, saudara, dan kawan-kawannya. Mereka sering juga membawa makanan dan tenda sendiri. Di masa dahulu, wilayah itu merupakan tempat uzlah atau menyepi bagi mereka yang ingin menenangkan diri.