Tampilkan postingan dengan label Ibnu Taimiyah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Ibnu Taimiyah. Tampilkan semua postingan

Jumat, 19 Juli 2013

PYPD - 38. INGIN MENDAPATKAN KEBERKAHAN DARI ROSULULLOH SAW *)



Oleh Sayyid Muhammad Alawi Al-Maliki


Kita mendengar banyak orang yang berkata bahwa mereka ingin mendapatkan keberkahan dari Rasulullah saw.  Ibnu Taimiyah pernah ditanya tentang kenyataan tersebut, lalu ia jawab bahwa perkataan mereka tersebut bisa dibilang “benar” dan juga bisa “salah”.

Dikatakan “benar” jika yang mereka maksudkan itu adalah bahwa Rasulullah saw telah memberi arahan, bimbingan, petunjuk, berita serta memerintahkan agar kita selalu melakukan amar makruf dan nahi munkar. Posisi kita di sini adalah mengharap keberkahan dari beliau saw dengan cara melakukan, mengikuti dan mentaati perintah beliau saw tersebut, sehingga kita akan mendapatkan kebaikan darinya. Sama halnya dengan penduduk Madinah yang mendapatkan keberkahan dari beliau saw disebabkan keimanan dan ketaatan mereka, sehingga mereka mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. Bahkan setiap kaum muslimin yang beriman dan taat kepada beliau saw pun juga akan mendapatkan keberkahan dari beliau saw, disebabkan keimanan dan ketaatan mereka itu, sehingga mereka akan mendapatkan kebaikan dan kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. Hanya saja, seberapa besar kebaikan dan keberkahan tersebut, tidak ada yang tahu kecuali Allah swt.

Atau yang mereka maksudkan dengan “keinginan untuk mendapatkan keberkahan dari Rasulullah saw” adalah bahwa dengan keberkahan doa beliau saw itu maka Allah swt menghilangkan kejelekan dan mereka berhasil memperoleh rizki dan pertolongan dari-Nya. Dengan demikian, hal ini dapat dibenarkan. Sebagaimana yang disinggung beliau saw didalam sabdanya : “Kalian tidak akan mendapatkan pertolongan dan rizki, melainkan dengan perantaraan kaum dhu’afa’ (kaum fakir miskin) di antara kalian, yakni sebab doa mereka, shalat mereka dan keikhlasan mereka”.

Allah swt terkadang mengurungkan siksa-Nya kepada kaum kafir dan orang yang durhaka di suatu kampung agar siksa-Nya itu tidak merembet atau mengenai kaum mukminin di situ atau biar tidak menimpa orang-orang yang sebenarnya tidak berhak disiksa. Dengan kata lain, keberadaan kaum mukminin di suatu tempat dapat mendatangkan keberkahan bagi seluruh penduduk di sekitarnya, meskipun mayoritas mereka adalah tidak beriman, sehingga mereka yang seharusnya mendapatkan siksaan Allah swt lalu tidak jadi terkena siksaan. Allah swt berfirman :

وَلَوْلَا رِجَالٌ مُؤْمِنُونَ وَنِسَاءٌ مُؤْمِنَاتٌ لَمْ تَعْلَمُوهُمْ أَنْ تَطَئُوهُمْ فَتُصِيبَكُمْ مِنْهُمْ مَعَرَّةٌ بِغَيْرِ عِلْمٍ لِيُدْخِلَ اللَّهُ فِي رَحْمَتِهِ مَنْ يَشَاءُ لَوْ تَزَيَّلُوا لَعَذَّبْنَا الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا(25)

  Dan kalau tidaklah karena laki-laki yang mu'min dan perempuan-perempuan yang mu'min yang tiada kamu ketahui, bahwa kamu akan membunuh mereka yang menyebabkan kamu ditimpa kesusahan tanpa pengetahuanmu (tentulah Allah tidak akan menahan tanganmu dari membinasakan mereka). Supaya Allah memasukkan siapa yang dikehendaki-Nya ke dalam rahmat-Nya. Sekiranya mereka tidak bercampur baur, tentulah Kami akan mengazab orang-orang kafir di antara mereka dengan azab yang pedih”. (QS Al-Fath : 25)

Ayat di atas secara ringkas menjelaskan, sekiranya di Makkah tidak ada kaum mukminin yang dhu’afa’ (lemah, fakir-miskin) yang hidup di tengah masyarakat kafir quraisy, tentu Allah swt sudah menurunkan adzab kepada kaum kafir di kota itu sejak dulu. Kehadiran kaum muslimin di Makkah mambawa keberkahan tersendiri bagi kaum Kafir, sehingga Allah swt urung menurunkan siksa-Nya kepada mereka.

 

Pada kesempatan yang lain Rasulullah saw bersabda : “Sekiranya tidak karena kaum wanita dan anak-anak kecil di suatu rumah, tentu sudah aku perintahkan agar shalat jamaah benar-benar ditegakkan, kemudian berangkatlah bersamaku beberapa orang lelaki yang membawa kayu bakar menuju ke suatu kaum yang tidak shalat berjamaah bersama kami, lalu akan aku bakar rumah-rumah mereka”.

 

Demikian pula wanita yang hamil akibat perbuatan zinanya terhindar dari hukuman Rajam disebabkan keberkahan adanya janin yang ada didalam perutnya.
Nabi Isa as berkata :

وَجَعَلَنِي مُبَارَكًا أَيْنَ مَا كُنْتُ

dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku berada” (QS Maryam,[19] : 31)

Keberkahan dari adanya para auliya’ dan kaum shalihin adalah disebabkan keberadaan mereka yang selalu memberikan kemanfaatan kepada semua makhluk, yakni ajakan mereka agar bertakwa dan kepada Allah swt, doa mereka dan rahmat yang diberikan Allah swt kepada mereka.  Allah swt urung menurunkan siksa-Nya kepada kaum kafir, munafiq, dan pendurhaka disebabkan di situ ada orang yang shalih adalah sesuatu yang benar adanya. Orang yang menginginkan sesuatu keberkahan dengan pemahaman seperti itu dapatlah dibenarkan.

Adapun ucapan atau keinginan mendapatkan keberkahan yang dinilai salah, tidak benar atau menyimpang adalah seperti seseorang menginginkan suatu keberkahan dengan cara-cara yang menjurus kepada perbuatan syirik. Misalnya suatu anggapan bahwa ia menjadi terhormat, mulia, kaya dan sejenisnya adalah disebabkan keberkahan orang mati yang ada didalam kuburan, meskipun orang mati tersebut selama hidupnya tidak taat kepada Allah swt dan Rasul-Nya. Mencari keberkahan dengan cara semacam ini merupakan suatu kebodohan.

Rasulullah saw adalah Sayyidu Waladi Adam (tuan, pemimpin seluruh umat manusia) yang jenazahnya dimakamkan di Madinah. Namun penduduk Madinah tetap tertimpa musibah pembunuhan, perampokan dan intimidasi pada masa-masa setelah periode Khulafaurrasyidin. Hal ini disebabkan pada masa itu mereka banyak yang melakukan perbuatan bid’ah. Padahal  selama periode Khulafaurrasyidin, mereka tidak pernah mengalami peristiwa seperti itu. Bahkan Allah swt memelihara, melindungi dan memberi keamanan kepada mereka, disebabkan keimanan dan ketaatan mereka yang kuat. Apalagi para khalifah mendorong mereka agar meningkatkan ketakwaan dan ketaatan mereka. Maka dengan keberkahan mentaati perintah para Khalifah tersebut, serta keberkahan amal usaha Khulafaurrasyidin bersama-sama dengan mereka itulah, kemudian Allah swt memberikan pertolongan-Nya dan mengokohkan kedudukan mereka.

 Nabi Ibrahim telah wafat dan jenazahnya dimakamkan di kota Damaskus, toh para penduduknya tetap dilanda kekacauan dan kejahatan merejalela di sana sini. Adalah suatu kebodohan jika ada suatu anggapan bahwa orang mati yang dikubur di suatu kota atau desa dapat mendatangkan keselamatan bagi penduduknya. Demikian pula anggapan bahwa keberkahan dapat diterima oleh orang yang mensyirikkan Allah swt  dan orang yang tidak mentaati Allah swt dan Rasul-Nya. Misalnya persangkaan bahwa bersujud kepada selain Allah swt, mencium bumi dan sejenisnya dapat mendatangkan keberkahan atau kebaikan pada pelakunya, meskipun ia tidak pernah mentaati Allah swt dan Rasul-Nya; atau anggapan bahwa seseorang dapat memberikan syafaat kepadanya dan dapat memasukkannya ke surga, disebabkan kecintaannnya kepada orang itu . Kesemuanya itu merupakan perbuatan kaum musyrikin dan ahli bid’ah, dan apa yang mereka sangka tersebut adalah batil dan tidak boleh dipegangi.



IMAM AHMAD BIN HAMBAL BERTABARRUK DAN ADZ-DZAHABI MENDUKUNG

Abdullah bin Ahmad bin Hambal menceritakan : “Aku melihat ayahku, Ahmad bin Hambal, mengambil selembar rambut peninggalan Rasulullah saw , lalu menciumnya. Aku juga melihat  ayahku meletakkan rambut tersebut di atas matanya, setelah itu ia mencelupkannya kedalam air, kemudian airnya ia minum untuk pengobatan. Aku pernah melihat lagi ayahku mengambil sebuah mangkok peninggalan Rasulullah saw dan dicelupkannya kedalam air, lalu airnya ia minum. Ayah juga pernah meminum air zamzam untuk pengobatan dan mengusapkan air itu pada kedua tangan dan wajahnya”.

Saya tegaskan di sini, apakah masih ada orang yang mengingkari cara bertabarruk seperti yang dilakukan oleh Imam Ahmad bin Hambal di atas? Abdullah bin Ahmad bin Hambal pernah bertanya kepada ayahnya mengenai orang-orang yang bertabarruk dengan cara menyentuh rumanah pada mimbar Rasulullah saw dan mengusap-usap Hajar Aswad. Imam Ahmad menjawab: “Menurut saya, hal itu tidak apa-apa”.

Pendapat Imam Ahmad bin Hambal dan perilakunya tersebut ternyata disetujui dan didukung oleh Adz-Dzahaby. Semoga Allah swt selalu melindungi kita semua dari perbuatan kaum khawarij dan ahli bid’ah. (Baca juga kitab Siyaru A’lam an-Nubala’, juz 11, hal. 812).



Penutup

Kesimpulan yang dapat kita ambil dari beberapa Atsar dan Hadis Nabi di atas adalah bahwa Bertabarruk pada diri Rasulullah saw, petilasan, benda bekas peninggalan, dan apa saja yang berkaitan dengan Rasulullah saw, merupakan Sunnah Marfu’ah dan perbuatan terpuji yang disyariatkan. Hal ini ditunjukkan oleh tindakan dan perbuatan para tokoh sahabat yang diperkuat oleh tindakan Rasulullah saw sendiri. Bahkan suatu ketika beliau saw memerintahkan bertabarruk, dan pada kesempatan yang lain beliau saw mengisyaratkan tentang diperbolehkannya bertabarruk.

Berdasarkan nash-nash yang kami kutip di atas, nampak sekali kebohongan dari orang-orang yang beranggapan bahwa tidak seorang sahabat pun yang memiliki perhatian, kepedulian dan anggapan tentang pentingnya bertabarruk, selain Abdullah bin Umar. Bahkan Tabarruk yang dipraktekkan Abdullah bin Umar tersebut tidak seorang pun di antara sahabat yang menyetujuinya. Anggapan dan persangkaan mereka semacam itu menunjukkan kebodohan dan kebohongan mereka, sekaligus merupakan usaha mereka menutupi kenyataan dan kebenaran yang ada.

Sebenarnya banyak sekali sahabat, selain Ibnu Umar, yang mempraktekkan Tabarruk, dan menganggapnya sangat penting. Di antara mereka adalah Khulafaur Rasyidin, Ummu Salamah, Khalid bin Walid, Watsilah bin al-Asqa’, Salamah bin al-Akwa’, Anas bin Malik ra, Abdullah bin Salam, Ummu Sulaim, Usaid bin Hudhair, Sawad bin Ghaziyah, Sawad bin Amr, Abu Musa al-Asy’ary, Sufainah, Sarah, Malik bin Sinan, Asma’ binti Abu Bakar, dan juga dari kalangan ulama generasi sesudahnya seperti Imam Malik bin Anas beserta para gurunya di Madinah seperti Sa’id bin al-Musayyab dan Yahya bin Sa’id.

 

==============================================

*) Sumber : Diambil dari salah satu bagian dari kitab :
Judul Asli
: مفـاهـيم يجب أن تـصحح
Penulis
: Prof. DR. Sayyid Muhammad Alawi Al-Maliki
Alih Bahasa
: Achmad Suchaimi
Judul Terjemahan
: Pemahaman Yang Perlu Diluruskan (PYPD)

Kamis, 18 Juli 2013

PYPD - 26. Pandangan Para Ulama Tentang Keistimewaan Nabi Muhammad SAW. *)



Oleh Sayyid Muhammad Alawi Al-Maliki




Para ulama menaruh perhatian yang cukup besar terhadap kekhususan, keistimewaan dan kemukjizatan Nabi Muhammad saw dalam beberapa tulisan, komentar dan kajian mereka. Kitab yang terkenal dan terlengkap mengenai persoalan ini adalah yang ditulis oleh imam Jalaluddin as-Suyuthy, berjudul Al-Khashaish al-Kubra.
Nabi Muhammad saw memiliki kekhususan dan keistimewaan yang cukup banyak. Sandaran pengambilannya pun beragam. Ada yang shahih dan ada yang tidak, bahkan ada yang masih diperselisihkan keabsahannya di kalangan para ulama. Di antara mereka ada memandangnya shahih dan ada yang memandangnya masih diperselisihkan, sehingga menjadi persoalan khilafiyah.
Pembahasan ini sekitar pandangan para ulama jaman dahulu mengenai soal benar-salahnya dan sah-batalnya, bukan soal kufur tidaknya. Mereka berselisih tentang sebagian besar Hadis Nabi yang menjelaskan masalah kekhususan dan keistimewaan yang dimiliki Nabi Muhammad saw. Sebagian mereka membantah dan menolak sebagian ulama lain dalam masalah shahih dan dha’ifnya suatu hadis. Penolakan mereka didasarkan atas hasil kajian mereka terhadap sanad dan status para perawinya. Di antara mereka ada yang menshahihkan hadis yang dha’if dan mendha’ifkan hadis yang shahih; menetapkan hadis yang mardud (seharusnya ditolak) dan memardudkan yang sudah ditetapkan, disertai dengan berbagai alasan, penakwilan dan lain-lain, melalui metode pembahasan yang mereka tetapkan. Hal itu terjadi disebabkan adanya ketidaksamaan visi, pandangan dan kemampuan dalam menangkap pemahaman makna yang terkandung, dan dalam keluasan ilmu mereka.
Para ulama cukup toleran dalam mengutip dan menerjemahkan keistimewaan Nabi Muhammad saw, lalu memandangnya masuk kedalam kategori Fadhailul A’mal (keutamaan amal) dan tidak ada kaitannya dengan persoalan halal-haramnya. Atas dasar ini, mereka menyusun dan merumuskan kaidah-kaidah yang berkaitan dengan pengamalan Hadis-hadis Dha’if dalam persoalan Fadhailul A’mal, selama hadis tersebut tidak bernilai “Maudhu’” (hadis palsu) dan “Batil” dengan syarat-syarat yang mu’tabar (terkenal, absah), sesuai dengan yang mereka tentukan.
Jika kita tengok kitab-kitab susunan para ulama Salaf, tentu kita akan menemukan sebagian besar diantara mereka, khususnya para fuqaha’ (ahli fiqh), telah menyebutkan kedalam kitab-kitab mereka sejumlah keistimewaan  Rasulullah saw. Semuanya mereka susun dan mereka nukil berdasarkan kaidah-kaidah serta prinsip-prinsip tertentu yang mereka tetapkan.


Pandangan Ibnu Taimiyah

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah terkenal sebagai seorang ulama yang sangat teguh, kuat dan keras pendiriannya. Beliau menukil beberapa keistimewaan Rasulullah saw dalam beberapa kitab karangannya, yang sanad-nya terkadang kurang shahih, namun kemudian ia jadikan sebagai dalil pada sebagian besar persoalan, lalu ia simpulkan dan ia ambil suatu I’tibar (pelajaran), sambil menyandarkannya pada penjelasan hadis, atau ia melakukan interpretasi terhadap hadis tersebut. Misalnya didalam kitabnya, Al-Fatawa al-Kubra, disebutkan sebuah hadis yang menjelaskan tentang dituliskannya nama “Muhammad” di atas tiang penyangga ‘Arasy,  di atas pintu-pintu, kubah-kubah, ruangan dan dedaunan di sorga. Di samping juga diriwayatkan sejumlah Atsar  yang isinya sesuai dan mendukung isi kandungan hadis yang sebenarnya merupakan jawaban Rasulullah saw atas pertanyaan sahabat Maisarah ra : ”Sejak kapan engkau menjadi Nabi?” Beliau mejawab, “Sejak Nabi Adam masih berwujud antara ruh dan jasad”.
Abul Husain bin Busyran meriwayatkan hadis melalui syaikh Abul Faraj Ibnul Jauzy didalam kitab Al-Wafa bi Fadhailul Musthafa saw : Telah bercerita kepada kami Abu Ja’far Muhammad bin Amr, dari Ahmad bin Ishaq, dari Muhammad shalih, dari Muhammad bin Sinan al-Aufy, dari Ibrahim bin Thahman, dari Yazid bin Maisarah, dari Abdullah bin Sufyan, dari Maisarah ra, bahwa dia berkata: “Ya Rasulullah saw ! Sejak kapan engkau menjadi Nabi?”. Beliau menjawab: “Setelah menciptakan bumi, Allah swt menuju ke langit lalu menjadikannya tujuh lapis. Kemudian Dia menciptakan ‘Arasy. Di atas tiang penyangga ‘arsy itu dituliskan kalimat : Muhammadurrasulullah, penutup para Nabi. Selanjutnya Dia menciptakan surga tempat tinggal Nabi Adam dan Hawa’, dan di sana dituliskan namaku di atas pintu-pintu, dedaunan, kubah, kamar, dan bangunan istananya. Sementara saat itu Nabi Adam baru berwujud antara Ruh dan Jasad. Sewaktu Dia menghidupkannya, Nabi Adam memandang ke ‘arasy dan dilihatnya namaku tertulis di sana. Allah swt memberitahukan kepadanya bahwa Muhammad adalah penghulu anak keturunannya. Sewaktu syetan berhasil mengoda, memperdayai dan membujuk Nabi Adam dan Hawa’, mereka berdua lalu bertaubat dan meminta syafaat kepada Allah swt dengan perantaraan namaku”. (Al-Fatawa Al-Kubra, juz 2; hal. 151).

Pandangan Ibnu Taimiyah tentang Karamah. Dilihat dari segi hukumnya, antara keistimewaan atau Mukjizat yang dimiliki Rasulullah saw dan para Nabi pada umumnya dengan keistimewaan para auliya’, sebenarnya adalah sejenis. Hanya saja bahwa keistimewaan yang dimiliki para Nabi disebut Mukjizat, sementara yang dimiliki para auliya’ disebut Karamah.
Pandangannya tentang Karamah-nya para auliya’ sama dengan pandangannya tentang Mukjizat-nya para Nabi. Didalam beberapa kitabnya, dia mengutip sejumlah Karamah atau Khawariqul ‘Adah (kejadian luar biasa, diluar kemampuan manuia pada umumnya) yang pernah terjadi para awal-awal periode Islam. Bila hal ini kita kaji dari sudut derajat, sanad dan metode penetapan sebuah riwayat, tantu akan kita temukan status dari riwayat tersebut, yakni ada yang berstatus shahih, dha’if, maqbul (diterima), mardud (ditolak), munkar, dan ada yang Syadz.
Berikut ini adalah beberapa contoh Karamah dan Khawariqul ‘adah yang pernah dialami oleh sebagian sahabat Nabi, yang pernah dijelaskan oleh Ibnu Taimiyah didalam beberapa kitabnya. Semuanya dapat diterima (Maqbul), bahkan sering kali dinukil oleh para ulama.

1). Ummul Aiman ra. Pada waktu berangkat hijrah ke Madinah, ia tidak membawa bekal makanan dan minuman sedikit pun. Ia hampir saja mati kehausan di tengah perjalanannya, sementara ia harus meneruskan puasanya. Pada saat fajar tiba, ia mendengar suara sayup-sayup dari atas kepalanya, terus saja ia angkat wajahnya ke langit, tiba-tiba dilihatnya sebuah ember berisi air menggantung di atasnya. Kemudian ia ambil ember tersebut dan ia minum airnya sampai kenyang. Sejak saat itu ia tidak pernah merasakan haus sepanjang hidupnya.

2). Al-Barra’ bin Malik ra. Bila sudah menyatakan sumpah atas nama Allah swt, ia akan menepati dan melaksanakan sumpahnya itu. Pada suatu pertempuran jihad yang sangat menyudutkan posisi tentara Islam, mereka berseru: “Hai Barra’! Bersumpahlah kepada Tuhanmu!”. Kemudian ia bersumpah: “Ya Allah! Aku bersumpah kepada-Mu untuk mengalahkan musuh-musuhku”.  Setelah itu ia konsisten dengan sumpahnya, ia wujudkan sumpahnya itu untuk menumpas  para musuh dengan gagah beraninya, sampai tentara musuh dapat dikalahkan. Pada kesempatan yang lain, ia mengikuti pertempuran Kadisia dan saat itu pula ia bersumpah: “Aku bersumpah kepada-Mu, Ya Allah, untuk mengalahkan mereka. Dan aku memohon kiranya Engkau mematikan aku dalam keadaan mati Syahid  yang sebaik-baiknya”. Sumpahnya itu menjadi kenyataan, di mana tentara Persia dapat dikalahkan kaum muslimin dan dia sendiri gugur di medang perang tersebut sebagai Syuhada’.

3). Khalid bin Walid ra. Dalam suatu pertempuran, ia pernah mengepung tentara musuh dengan sangat ketatnya, sehingga mereka mengatakan: “Hai Khalid, kami tidak akan menyerah sebelum kamu meminum racun ini!”. Selanjutnya ia turuti kehendak musuh tersebut dengan meminum racun, namun ia tidak apa-apa.

4). Umar bin Khatthab ra. Ia pernah mengirim pasukan perang ke kota Nahawand Persia dibawah pimpinan Sariyah bin Zanin al-Khulaji, dalam rangka membabantu pasukan Islam yang lebih dahulu sudah ada di sana, untuk berperang melawan tentara Persia. Sementara itu posisi Umar di Madinah. Pada saat tengah berkhutbah, tiba-tiba ia berteriak keras memanggil pasukannya: “Hai Sariyah! Naiklah ke atas gunung. Hai Sariyah! Naiklah ke gunung”. Nampaknya ia melihat jalannya pertempuran yang terjadi di Persia tersebut dengan jelas, dari jarak yang cukup jauh, yakni Madinah. Setelah pertempuran berakhir, seorang utusan tentara menemui Umar seraya menceritakan peristiwa ajaib yang mereka alami, “Wahai Amirul Mukminin! Kami menghadapi musuh yang sangat kuat. Kami sempat terdesak mundur, tiba-tiba kami mendengar teriakan engkau: “Hai Sariyah! Naiklah ke atas gunung!”, maka kami pun mundur dan naik ke atas gunung, sehingga berkat bantuan Allah swt, kami dapat mengalahkan mereka”.

5). Al-‘Ala’ al-Hadhramy ra. Ia seorang sahabat Nabi yang ditugasi Rasulullah saw menarik zakat mal di negeri Bahrain. Ia terkenal sangat makbul doanya dan lafazh doa yang biasa ia ucapkan berbunyi: “YaAlim, Ya Halim, Ya ‘Aliyyu, Ya ‘Azhiim…” (Wahai Allah Yang Maha Mengetahui, Maha Pemurah, Maha Tinggi, Maha Agung …), sehingga apa aja yang ia kehendaki terkabul. Dia pernah berdoa di tengah masyarakat yang sedang tertimpa musim kemarau panjang dan krisis pangan, sehingga sulit sekali menemukan air minum. Dia berdoa agar diturunkan hujan dari langit, agar masyarakat bisa minum dan berwudhu, maka tidak lama kemudian,  turunlah hujan dengan sangat derasnya. Pada kesempatan lain, ia berjalan memimpin pasukan berkuda kaum muslimin menuju ke suatu tempat, namun terhalang lautan, lalu ia berdoa agar bisa menyeberanginya tanpa mengalami kesulitan. Doanya terkabul dan ia bersama kaum muslimin dapat berjalan di atas air lautan tanpa membasahi pelana kudanya. Dia juga pernah berdoa, jika suatu ketika ia meninggal dunia, hendaklah jasadnya musnah (Moksa) dan tidak dapat dilihat orang. Ternyata doanya terkabul, semua orang benar-benar tidak menemukan jasadnya di liang kuburnya saat liang kuburnya digali kembali.

6). Abu Muslim al-Khaulany. Dia pernah dilemparkan oleh Al-Aswad al-Ansy (salah seorang nabi palsu) ke tengah api unggun disebabkan ia menolak murtad dari agama Islam, namun tidak merasakan panas sedikit pun, bahkan ia merasa dingin dan sempat melakukan shalat di tengah api tersebut. Setelah wafatnya Rasulullah saw, ia berkunjung ke kota Madinah dan disambut dengan penuh kehormatan. Sahabat Umar bin Khatthab mendudukkannya di tempat duduk di antara dia dan khalifah Abu Bakar as-Shiddiq, seraya berkata, “Alhamdulillah! Segala puji bagi Allah swt yang tidak mematikan aku sampai aku sempat melihat salah seorang umat Muhammad yang melakukan sesuatu sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Nabi Ibrahim”. Karamahnya yang lain, ia pernah memakan makanan yang diberi racun oleh seorang jariyah yang membencinya, namun ia tidak apa-apa. Dia juga pernah ditipu oleh isterinya sendiri, kemudian ia berdoa memasrahkan perbuatan isterinya itu kepada Allah swt dan tidak berapa lama, mata isterinya menjadi buta. Setelah isterinya meminta maaf dan bertaubat, lalu ia berdoa agar isterinya disembuhkan dari kebutaan dan doanya terkabul, sehingga isterinya dapat melihat kembali seperti semula.

7). Sa’id Ibn al-Musayyab. Pada suatu hari di musim panas, ia pernah mendengar suara adzan yang datang dari arah dalam makam Rasulullah saw setiap kali masuk waktu shalat. Padahal tidak ada satu pun orang di didalam masjid Nabawi, selain dirinya seorang. 
Dan masih banyak lagi kisah-kisah Karamah kaum shalaf pada awal periode Islam. (Al-Fatawa al-Kubra, juz 11; hal. 281).



Pandangan Penulis kitab Kasy-syaful Qana’

Al-‘Alim al-‘Allamah syaikh Manshur bin Yunus al-Bahuty didalam kitabnya, Kasy-syaful Qana’, menyebutkan sejumlah kekhususan, keistimewaan atau mukjizat Rasulullah saw. Tidak sedikit dari orang-orang yang pendek akalnya memandang hal ini sangat aneh dan tidak masuk akal. Di antara keistimewaan beliau saw sebagai berikut:

1). Kesuian air seni dan darah Rasulullah saw. Barang najis bagi kita merupakan sesuatu yang suci bagi Rasulullah saw dan sekalian para Nabi as. Sehingga  tidak sedikit para sahabat yang pernah meminum air seni dan darah beliau saw.
Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan imam Ad-Daruquthny dikisahkan, bahwa Ummu Aiman ra pernah meminum air seni Rasulullah saw, lalu beliau bersabda kepadanya, “Kalau begitu, perutmu tidak akan tersentuh api neraka”.  Hanya saja hadis ini dha’if.
Ibnu Hibban meriwayatkan sebuah hadis, bahwa ada seorang budak lelaki yang membekam (hijamah, menyedot dan mengeluarkan darah kotor) Rasulullah saw. Setelah selesai, ia minum darah bekaman tersebut. Beliau bersabda kepadanya, “Celaka kamu ini, apakah kamu minum darah tadi?”. Benar Ya Rasulullah saw! Aku telan kedalam perutku”, jawabanya. Beliau bersabda lagi, “Pergilah! Kamu akan terpelihara dari api neraka”.

2). Tidak meninggalkan bayangan tubuh. Rasulullah saw tidak meninggalkan bayangan dari tubuhnya sewaktu terkena sorot sinar matahari dan bulan. Karena beliau saw adalah “Nuraniy” (serba cahaya), sementara “bayangan” adalah wujud dari kegelapan. Ibnu Aqil dan yang lain berargumentasi, bahwa hal ini terjadi disebabkan beliau saw senantiasa berdoa agar seluruh bagian tubuhnya dan segala arahnya bercahaya. Di ujung Doanya berbunyi :  وَ اجْـعَـلْـنِيْ  نُوْراً (Dan jadikanlah diriku bercahaya).

3). Mendapatkan kedudukan yang mulia. Rasulullah saw mendapatkan posisi “Maqam Mahmudah” (kedudukan yang mulia).  Maksudnya, beliau saw berposisi duduk di atas ‘Arasy. Abdullah bin Salam mengatakan, bahwa beliau saw duduk di atas Kursy ketuhanan. Demikian pula yang dikatakan oleh Al-Baghawy.

4). Rasulullah saw tidak pernah menguap.

5). Semua amal perbuatan manusia diperlihatkan kepada Rasulullah saw . Seluruh manusia sejak jaman Nabi Adam sampai hari kiamat, diperlihatkan Allah swt kepada Rasulullah saw, sama seperti pengetahuan Nabi Adam as terhadap semua nama dari segala sesuatu yang ada jagad raya. Ad-Dailamy meriwayatkan sebuah hadis, bahwa Rasulullah saw pernah bersabda, “Dunia ini digambarkan Allah swt kepadaku dalam bentuk air dan tanah, sehingga menjadilah aku mengetahui segala sesuatu yang ada didalamnya”.
 Ath-Thabrany meriwayatkan hadis: “Telah diperlihatkan Allah swt kepadaku tentang keadaan umatku kemarin di depan kamarku ini, mulai dari awal sampai yang terakhir. Mereka digambarkan kepadaku seperti air dan tanah, sehingga aku mengenal mereka satu persatu sebagaimana pengenalanku kepada sahabat dekatku”.
Sementara itu, imam Ahmad dan para imam hadis lainnya meriwayatkan hadis: “Aku melihat peristiwa-peristiwa yang akan menimpa pada umatku sepeninggalku nanti, bahwa sebagian mereka menumpahkan darah sebagian yang lain”.

6). Menziarahi makam Rasulullah saw disunnahkan bagi kaum lelaki maupun perempuan berdasarkan keumuman lafazh dari sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Ad-Daruquthny, dari jalan Ibnu Umar ra: “Barangsiapa yang berhajji, lalu ia menziarahi makamku setelah wafatku, seakan-akan ia mengunjungiku sewaktu aku masih hidup”.        
Demikianlah beberapa keistimewaan dan kekhususan Rasulullah saw yang disebutkan didalam kitab Kasy-syaf al-Qana’, juz 5; hal. 30, yang diterbitkan disebarluaskan atas perintah Raja Faishal bin Abdul Aziz.



=============================
 *) Sumber : diterjemahkan dari kitab "مفاهيم يجب ان تصحح", karya DR. Sayyid Muhammad Alawi Abbas Al-Maliki