Tampilkan postingan dengan label karomah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label karomah. Tampilkan semua postingan

Minggu, 21 Juli 2013

PYPD - 42. BEBERAPA KEKERAMATAN AHLI KUBUR SELAIN PARA NABI



Oleh Sayyid Muhammad Alawi Al-Maliki



Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, seorang ulama besar sekaligus pendiri faham Wahhaby, meriwayatkan beberapa kekeramatan sebagian orang shaleh yang justru muncul setelah mereka wafat. Para perawinya tidak perlu diragukan ketsiqahannya, di mana mereka meriwayatkan dari orang yang dapat dipercaya dan menyaksikan secara langsung kekeramatan mereka dengan mata kepalanya sendiri.

 Berikut ini akan kami nukilkan sebagian dari isi karangan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab yang berjudul “Ahkam Tamanni al-Mautyang dibukukan menjadi satu dengan beberapa Risalah dan karangannya yang lain, yang diterbitkan dan disebarluaskan oleh Universitas Islam al-Imam Muhammad bin Su’ud, Riyadh, Kerajaan Saudi Arabia.


SHALAT DIDALAM KUBUR

Imam Ahmad bin Hambal meriwayatkan dari Affan, dari Tsabit Al-Banani, bahwa dia pernah berdoa : “Ya Allah! Bila Engkau telah memberikan kemampuan kepada salah seorang di antara hamba-Mu untuk melakukan shalat didalam kuburnya, maka berikanlahlah kemampuan serupa untuk melakukan shalat kepadaku”.

Abu Na’Imam meriwayatkan kisah dari Jubair, dia berkata : “Demi Allah! Tiada tuhan selain Dia. Aku bersama-sama dengan Hamid at-Thawil pernah memasukkan jenazah Tsabit al-Banany kedalam liang kuburnya. Setelah kami timbun dan kami ratakan dengan tanah dan batu bata, kemudian timbunan itu ambrol ke bawah dan tiba-tiba aku melihat dia sedang melakukan shalat didalam kuburnya”.


BACAAN  AL-QUR’AN  TERDENGAR DARI DALAM KUBUR.

Imam Ahmad bin Hambal dan Ibnu Jarir meriwayatkan dari Ibrahim bin al-Mahlaby, dia bercerita : “Aku diberi tahu oleh orang-orang yang menyaksikan secara langsung suatu kejadian aneh di waktu malam menjelang subuh : “Kami melewati tanah pekuburan Tsabit Al-Banany dan kami mendengar suara bacaan Al-Qur’an dari dalam kuburnya”, cerita mereka”.

Imam At-Tirmidzy meriwayatkan hadis Hasan yang bersumber dari Ibnu Abbas ra, ia berkata : “Sebagian sahabat Nabi pernah memukulkan kulit gandum di atas suatu makam. Mereka tidak menyangka kalau tempat itu adalah sebuah makam. Saat itu pula tiba-tiba terdengar suara orang membaca Al-Qur’an’an surat Al-Mulk sampai selesai dari arah dalam kubur sahabat tersebut. Kemudian mereka segera memberitahukan kejadian yang baru mereka saksikan itu kepada Rasulullah saw. Beliau saw bersabda : “Surat Al-Mulk (yang dibacanya itu) adalah pencegah dan penyelamat, yang dapat menyelamatkan pembacanya dari siksa kubur”.

An-Nasaiy dan Al-Hakim meriwayatkan dari Aisyah ra, bahwa Rasulullah saw bersabda : “Aku tertidur dan di tengah tidurku aku melihat surga”. Sementara didalam teks An-Nasaiy yang lain berbunyi “Aku memasuki surga”. “…kemudian aku mendengar orang yang membaca Al-Qur’an. Aku bertanya kepada  orang-orang yang ada di situ : ‘Siapa orang yang membaca Al-Qur’an tadi?’. Mereka menjawab: ‘Dia adalah Haritsah bin An-Nu’man’”. Selanjutnya beliau saw berkomentar : “Demikianlah contoh orang yang berbakti kepada orang tuanya”. Dan kenyataannya memang demikian, bahwa Haritsah bin Nu’man terkenal sangat berbakti terutama kepada ibunya.

Ibnu Abid-Dunya mengetengahkan riwayat dari Al-Hasan, bahwa ia berkata : “Kami pernah mendengar cerita bahwa jika seorang mukmin yang tidak hafal Al-Qur’an telah wafat, dia akan diperintah untuk menghafalkannya (didalam kuburnya). Mereka (arwah orang-orang yang hafal Al-Qur’an) mengajarkan Al-Qur’an didalam kuburnya sampai dia dibangkitkan Allah swt pada hari kiamat bersama-sama dengan keluarganya”. 


AHLI KUBUR SALING BERKUNJUNG

Ibnu Abi Syaibah mengetengahkan riwayat dari Ibnu Sirin, dia menceritakan bahwa Rasulullah saw suka mengkafani mayit dengan sebaik-baiknya. Beliau saw bersabda : “Sesungguhnya ahli kubur saling berkunjung antar mereka dalam keadaan berpakaian kafan”.

Maksud yang terkandung didalam hadis tersebut adalah seperti yang dijelaskan didalam Musnad Ibnu Abi Usamah, yang diriwayatkan dari Jabir secara marfu’, bahwa mereka berbangga diri (dengan pakaian kafannya) dan saling berkunjung antar mereka didalam kuburnya.

Imam Muslim mengetengahkan riwayat dari Ibnu Sirin : “Jika salah seorang di antara kalian ingin menolong saudaranya yang wafat, hendaklah memperbagus pengkafanannya”.

Imam At-Tirmidzy, Ibnu Majah dan Muhammad bin Yahya Al-Hamdany didalam kitab Shahih-nya mengetengahkan riwayat dari Abu Qatadah ra secara marfu’ : “Jika salah seorang di antara kalian hendak menolong saudaranya (yang baru wafat), hendaklah memperbagus pengkafanannya, karena Ahli kubur saling kunjung mengunjungi antar mereka didalam kuburnya”.


MENGIRIMKAN KAIN KAFAN

Ibnu Abid-Dunya megetengahkan suatu riwayat dengan sanad yang tidak ada masalah, dari Rasyid bin Sa’ad, bahwa seseorang telah ditinggal wafat isterinya. Di tengah tidurnya dia bermimpi melihat para wanita (yang sudah wafat), namun dia tidak melihat isterinya di tengah-tengah mereka. Dia bertanya kepada mereka: “Dimana isteriku”. Mereka menjawab : “Kamu kurang didalam memberikan kain kafan kepada isterimu, sehingga ia malu keluar untuk bergaul bersama-sama dengan kami”. Setelah bangun dari tidurnya, lelaki tersebut menemui Rasulullah saw untuk menceritakan kejadian mimpi yang baru saja ia alami. Beliau saw bersabda : “Lihatlah di sekitar tempat tinggal kamu, apakah ada orang yang dapat dipercaya untuk menyampaikannya (kain kafan)”. Selanjutnya lelaki itu  mendatangi seorang sahabat Anshar yang sedang Naza’, menunggu proses kematiannya, dan kepada sahabat itu ia menceritakan problem yang ia hadapi. Sahabat Anshar tersebut berkata: “Jika suatu ketika aku sampai pada kematianku, aku akan menyampaikan kiriman kafanmu itu kepadanya”.

Tidak berapa lama setelah pertemuan itu, sahabat tersebut wafat, dan pada saat dikafani, lalu didalamnya diikutsertakan dua lembar dan satu baju yang dilengkapi dengan minyak za’faron. Selang beberapa hari setelah kematiannya, lelaki tersebut bermimpi melihat isterinya sudah berada di tengah-tengah para wanita, dengan memakai pakaian berwarna kuning (seperti pakaian yang ia kirimkan melalui sahabat Anshar di atas)”.

Ibnu al-Jauzy meriwayatkan dari Muhammad bin Yusuf al-Faryaby suatu kisah tentang seorang wanita yang bermimpi melihat ibunya yang sudah lama wafat. Di tengah mimpinya itu ibunya mengadukan perihal kurangnya kain kafan yang sedang ia pakai dan memohon agar dibelikan kain kafan, lalu mohon dikirimkan melalui seorang wanita yang akan wafat. Mimpinya itu diceritakan kepada orang-orang di sekitarnya, yang oleh mereka problemnya tersebut disampaikan kepada Muhammad bin Yusuf. Muhammad bin Yusuf membacakan hadis Nabi yang isinya menceritakan bahwa para ahli kubur saling kunjung mengunjungi antar mereka dalam keadaan berpakaian kafan, kemudian dia menyuruh kepada orang-orang yang menemuinya agar membelikan kain kafan untuk dikirimkan kepada ibu dari wanita yang bermimpi tersebut. Beberapa saat kemudian, wanita tersebut meninggal dunia, dan mereka meletakan kain kafan untuk ibunya bersama jenazahnya.


CAHAYA MEMANCAR DI ATAS KUBURAN

Ibnu Abid-Dunya mengetengahkan riwayat dari Abu Ghalib, yang mengkisahkan tentang seorang pemuda di kota Syam yang sedang Naza’ menghadapi proses kematiannya. Dia mengatakan kepada pamannya: “Bagaimana pendapatmu, seandainya jika Allah swt menyerahkanku kedalam pelukan ibuku (yang sudah lama wafat). Apa yang akan dilakukan ibuku kepadaku nanti?”. Pamannya menjawab : “Jika demikian, Demi Allah, ibumu akan membawamu masuk kedalam surga”. Pemuda itu berkata : “Demi Allah! Semoga Allah swt memberikan rahmat kepadaku berkat usaha ibuku tersebut”. Tak lama kemudian pemuda tersebut wafat, lalu pamannya ikut mengantarkan dan memasukkan jenazahnya kedalam liang kubur. Setelah makam diratakannya dengan tanah dan batu bata, tiba-tiba longsor, sementara pamannya melompat ke atas kuburan,  lalu ia duduk termenung sambil memandangi kuburan keponakannya tersebut. Orang-orang bertanya kepadanya, kenapa ia duduk termenung. Dia jawab : “Kuburnya dipenuhi dengan cahaya”.

Abu Dawud dan Imam Hadis lainnya menuturkan riwayat dari Aisyah ra, bahwa ia berkata : “Sewaktu Raja Najasyi wafat, Rasulullah saw bercerita kepadaku, bahwa beliau saw baru saja melihat ada kilatan cahaya memancar dari atas kuburan Raja Najasyi”.

Ibnu ‘Asyakir didalam buku Tarikh-nya menceritakan, bahwa Abdurrahman bin Imarah berkata : “Pada saat Al-Ahnaf bin Qais wafat, aku adalah orang yang ikut meletakkan jenazahnya kedalam liang kuburnya. Setelah kuburannya aku ratakan, aku menyaksikan cahaya memancar di atas kuburannya, sehingga mataku tak henti-hentinya memandangi. Kemudian kejadian itu aku ceritakan kepada teman-temanku, dan mereka pun ingin menyaksikannya, namun mereka tidak mampu melihat apa (pancaran cahaya) yang sedang aku saksikan itu”.



==============================================

*) Sumber : Diambil dari salah satu bagian dari kitab :
Judul Asli
: مفـاهـيم يجب أن تـصحح
Penulis
: Prof. DR. Sayyid Muhammad Alawi Al-Maliki
Alih Bahasa
: Achmad Suchaimi
Judul Terjemahan
: Pemahaman Yang Perlu Diluruskan (PYPD)


Kamis, 18 Juli 2013

PYPD - 26. Pandangan Para Ulama Tentang Keistimewaan Nabi Muhammad SAW. *)



Oleh Sayyid Muhammad Alawi Al-Maliki




Para ulama menaruh perhatian yang cukup besar terhadap kekhususan, keistimewaan dan kemukjizatan Nabi Muhammad saw dalam beberapa tulisan, komentar dan kajian mereka. Kitab yang terkenal dan terlengkap mengenai persoalan ini adalah yang ditulis oleh imam Jalaluddin as-Suyuthy, berjudul Al-Khashaish al-Kubra.
Nabi Muhammad saw memiliki kekhususan dan keistimewaan yang cukup banyak. Sandaran pengambilannya pun beragam. Ada yang shahih dan ada yang tidak, bahkan ada yang masih diperselisihkan keabsahannya di kalangan para ulama. Di antara mereka ada memandangnya shahih dan ada yang memandangnya masih diperselisihkan, sehingga menjadi persoalan khilafiyah.
Pembahasan ini sekitar pandangan para ulama jaman dahulu mengenai soal benar-salahnya dan sah-batalnya, bukan soal kufur tidaknya. Mereka berselisih tentang sebagian besar Hadis Nabi yang menjelaskan masalah kekhususan dan keistimewaan yang dimiliki Nabi Muhammad saw. Sebagian mereka membantah dan menolak sebagian ulama lain dalam masalah shahih dan dha’ifnya suatu hadis. Penolakan mereka didasarkan atas hasil kajian mereka terhadap sanad dan status para perawinya. Di antara mereka ada yang menshahihkan hadis yang dha’if dan mendha’ifkan hadis yang shahih; menetapkan hadis yang mardud (seharusnya ditolak) dan memardudkan yang sudah ditetapkan, disertai dengan berbagai alasan, penakwilan dan lain-lain, melalui metode pembahasan yang mereka tetapkan. Hal itu terjadi disebabkan adanya ketidaksamaan visi, pandangan dan kemampuan dalam menangkap pemahaman makna yang terkandung, dan dalam keluasan ilmu mereka.
Para ulama cukup toleran dalam mengutip dan menerjemahkan keistimewaan Nabi Muhammad saw, lalu memandangnya masuk kedalam kategori Fadhailul A’mal (keutamaan amal) dan tidak ada kaitannya dengan persoalan halal-haramnya. Atas dasar ini, mereka menyusun dan merumuskan kaidah-kaidah yang berkaitan dengan pengamalan Hadis-hadis Dha’if dalam persoalan Fadhailul A’mal, selama hadis tersebut tidak bernilai “Maudhu’” (hadis palsu) dan “Batil” dengan syarat-syarat yang mu’tabar (terkenal, absah), sesuai dengan yang mereka tentukan.
Jika kita tengok kitab-kitab susunan para ulama Salaf, tentu kita akan menemukan sebagian besar diantara mereka, khususnya para fuqaha’ (ahli fiqh), telah menyebutkan kedalam kitab-kitab mereka sejumlah keistimewaan  Rasulullah saw. Semuanya mereka susun dan mereka nukil berdasarkan kaidah-kaidah serta prinsip-prinsip tertentu yang mereka tetapkan.


Pandangan Ibnu Taimiyah

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah terkenal sebagai seorang ulama yang sangat teguh, kuat dan keras pendiriannya. Beliau menukil beberapa keistimewaan Rasulullah saw dalam beberapa kitab karangannya, yang sanad-nya terkadang kurang shahih, namun kemudian ia jadikan sebagai dalil pada sebagian besar persoalan, lalu ia simpulkan dan ia ambil suatu I’tibar (pelajaran), sambil menyandarkannya pada penjelasan hadis, atau ia melakukan interpretasi terhadap hadis tersebut. Misalnya didalam kitabnya, Al-Fatawa al-Kubra, disebutkan sebuah hadis yang menjelaskan tentang dituliskannya nama “Muhammad” di atas tiang penyangga ‘Arasy,  di atas pintu-pintu, kubah-kubah, ruangan dan dedaunan di sorga. Di samping juga diriwayatkan sejumlah Atsar  yang isinya sesuai dan mendukung isi kandungan hadis yang sebenarnya merupakan jawaban Rasulullah saw atas pertanyaan sahabat Maisarah ra : ”Sejak kapan engkau menjadi Nabi?” Beliau mejawab, “Sejak Nabi Adam masih berwujud antara ruh dan jasad”.
Abul Husain bin Busyran meriwayatkan hadis melalui syaikh Abul Faraj Ibnul Jauzy didalam kitab Al-Wafa bi Fadhailul Musthafa saw : Telah bercerita kepada kami Abu Ja’far Muhammad bin Amr, dari Ahmad bin Ishaq, dari Muhammad shalih, dari Muhammad bin Sinan al-Aufy, dari Ibrahim bin Thahman, dari Yazid bin Maisarah, dari Abdullah bin Sufyan, dari Maisarah ra, bahwa dia berkata: “Ya Rasulullah saw ! Sejak kapan engkau menjadi Nabi?”. Beliau menjawab: “Setelah menciptakan bumi, Allah swt menuju ke langit lalu menjadikannya tujuh lapis. Kemudian Dia menciptakan ‘Arasy. Di atas tiang penyangga ‘arsy itu dituliskan kalimat : Muhammadurrasulullah, penutup para Nabi. Selanjutnya Dia menciptakan surga tempat tinggal Nabi Adam dan Hawa’, dan di sana dituliskan namaku di atas pintu-pintu, dedaunan, kubah, kamar, dan bangunan istananya. Sementara saat itu Nabi Adam baru berwujud antara Ruh dan Jasad. Sewaktu Dia menghidupkannya, Nabi Adam memandang ke ‘arasy dan dilihatnya namaku tertulis di sana. Allah swt memberitahukan kepadanya bahwa Muhammad adalah penghulu anak keturunannya. Sewaktu syetan berhasil mengoda, memperdayai dan membujuk Nabi Adam dan Hawa’, mereka berdua lalu bertaubat dan meminta syafaat kepada Allah swt dengan perantaraan namaku”. (Al-Fatawa Al-Kubra, juz 2; hal. 151).

Pandangan Ibnu Taimiyah tentang Karamah. Dilihat dari segi hukumnya, antara keistimewaan atau Mukjizat yang dimiliki Rasulullah saw dan para Nabi pada umumnya dengan keistimewaan para auliya’, sebenarnya adalah sejenis. Hanya saja bahwa keistimewaan yang dimiliki para Nabi disebut Mukjizat, sementara yang dimiliki para auliya’ disebut Karamah.
Pandangannya tentang Karamah-nya para auliya’ sama dengan pandangannya tentang Mukjizat-nya para Nabi. Didalam beberapa kitabnya, dia mengutip sejumlah Karamah atau Khawariqul ‘Adah (kejadian luar biasa, diluar kemampuan manuia pada umumnya) yang pernah terjadi para awal-awal periode Islam. Bila hal ini kita kaji dari sudut derajat, sanad dan metode penetapan sebuah riwayat, tantu akan kita temukan status dari riwayat tersebut, yakni ada yang berstatus shahih, dha’if, maqbul (diterima), mardud (ditolak), munkar, dan ada yang Syadz.
Berikut ini adalah beberapa contoh Karamah dan Khawariqul ‘adah yang pernah dialami oleh sebagian sahabat Nabi, yang pernah dijelaskan oleh Ibnu Taimiyah didalam beberapa kitabnya. Semuanya dapat diterima (Maqbul), bahkan sering kali dinukil oleh para ulama.

1). Ummul Aiman ra. Pada waktu berangkat hijrah ke Madinah, ia tidak membawa bekal makanan dan minuman sedikit pun. Ia hampir saja mati kehausan di tengah perjalanannya, sementara ia harus meneruskan puasanya. Pada saat fajar tiba, ia mendengar suara sayup-sayup dari atas kepalanya, terus saja ia angkat wajahnya ke langit, tiba-tiba dilihatnya sebuah ember berisi air menggantung di atasnya. Kemudian ia ambil ember tersebut dan ia minum airnya sampai kenyang. Sejak saat itu ia tidak pernah merasakan haus sepanjang hidupnya.

2). Al-Barra’ bin Malik ra. Bila sudah menyatakan sumpah atas nama Allah swt, ia akan menepati dan melaksanakan sumpahnya itu. Pada suatu pertempuran jihad yang sangat menyudutkan posisi tentara Islam, mereka berseru: “Hai Barra’! Bersumpahlah kepada Tuhanmu!”. Kemudian ia bersumpah: “Ya Allah! Aku bersumpah kepada-Mu untuk mengalahkan musuh-musuhku”.  Setelah itu ia konsisten dengan sumpahnya, ia wujudkan sumpahnya itu untuk menumpas  para musuh dengan gagah beraninya, sampai tentara musuh dapat dikalahkan. Pada kesempatan yang lain, ia mengikuti pertempuran Kadisia dan saat itu pula ia bersumpah: “Aku bersumpah kepada-Mu, Ya Allah, untuk mengalahkan mereka. Dan aku memohon kiranya Engkau mematikan aku dalam keadaan mati Syahid  yang sebaik-baiknya”. Sumpahnya itu menjadi kenyataan, di mana tentara Persia dapat dikalahkan kaum muslimin dan dia sendiri gugur di medang perang tersebut sebagai Syuhada’.

3). Khalid bin Walid ra. Dalam suatu pertempuran, ia pernah mengepung tentara musuh dengan sangat ketatnya, sehingga mereka mengatakan: “Hai Khalid, kami tidak akan menyerah sebelum kamu meminum racun ini!”. Selanjutnya ia turuti kehendak musuh tersebut dengan meminum racun, namun ia tidak apa-apa.

4). Umar bin Khatthab ra. Ia pernah mengirim pasukan perang ke kota Nahawand Persia dibawah pimpinan Sariyah bin Zanin al-Khulaji, dalam rangka membabantu pasukan Islam yang lebih dahulu sudah ada di sana, untuk berperang melawan tentara Persia. Sementara itu posisi Umar di Madinah. Pada saat tengah berkhutbah, tiba-tiba ia berteriak keras memanggil pasukannya: “Hai Sariyah! Naiklah ke atas gunung. Hai Sariyah! Naiklah ke gunung”. Nampaknya ia melihat jalannya pertempuran yang terjadi di Persia tersebut dengan jelas, dari jarak yang cukup jauh, yakni Madinah. Setelah pertempuran berakhir, seorang utusan tentara menemui Umar seraya menceritakan peristiwa ajaib yang mereka alami, “Wahai Amirul Mukminin! Kami menghadapi musuh yang sangat kuat. Kami sempat terdesak mundur, tiba-tiba kami mendengar teriakan engkau: “Hai Sariyah! Naiklah ke atas gunung!”, maka kami pun mundur dan naik ke atas gunung, sehingga berkat bantuan Allah swt, kami dapat mengalahkan mereka”.

5). Al-‘Ala’ al-Hadhramy ra. Ia seorang sahabat Nabi yang ditugasi Rasulullah saw menarik zakat mal di negeri Bahrain. Ia terkenal sangat makbul doanya dan lafazh doa yang biasa ia ucapkan berbunyi: “YaAlim, Ya Halim, Ya ‘Aliyyu, Ya ‘Azhiim…” (Wahai Allah Yang Maha Mengetahui, Maha Pemurah, Maha Tinggi, Maha Agung …), sehingga apa aja yang ia kehendaki terkabul. Dia pernah berdoa di tengah masyarakat yang sedang tertimpa musim kemarau panjang dan krisis pangan, sehingga sulit sekali menemukan air minum. Dia berdoa agar diturunkan hujan dari langit, agar masyarakat bisa minum dan berwudhu, maka tidak lama kemudian,  turunlah hujan dengan sangat derasnya. Pada kesempatan lain, ia berjalan memimpin pasukan berkuda kaum muslimin menuju ke suatu tempat, namun terhalang lautan, lalu ia berdoa agar bisa menyeberanginya tanpa mengalami kesulitan. Doanya terkabul dan ia bersama kaum muslimin dapat berjalan di atas air lautan tanpa membasahi pelana kudanya. Dia juga pernah berdoa, jika suatu ketika ia meninggal dunia, hendaklah jasadnya musnah (Moksa) dan tidak dapat dilihat orang. Ternyata doanya terkabul, semua orang benar-benar tidak menemukan jasadnya di liang kuburnya saat liang kuburnya digali kembali.

6). Abu Muslim al-Khaulany. Dia pernah dilemparkan oleh Al-Aswad al-Ansy (salah seorang nabi palsu) ke tengah api unggun disebabkan ia menolak murtad dari agama Islam, namun tidak merasakan panas sedikit pun, bahkan ia merasa dingin dan sempat melakukan shalat di tengah api tersebut. Setelah wafatnya Rasulullah saw, ia berkunjung ke kota Madinah dan disambut dengan penuh kehormatan. Sahabat Umar bin Khatthab mendudukkannya di tempat duduk di antara dia dan khalifah Abu Bakar as-Shiddiq, seraya berkata, “Alhamdulillah! Segala puji bagi Allah swt yang tidak mematikan aku sampai aku sempat melihat salah seorang umat Muhammad yang melakukan sesuatu sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Nabi Ibrahim”. Karamahnya yang lain, ia pernah memakan makanan yang diberi racun oleh seorang jariyah yang membencinya, namun ia tidak apa-apa. Dia juga pernah ditipu oleh isterinya sendiri, kemudian ia berdoa memasrahkan perbuatan isterinya itu kepada Allah swt dan tidak berapa lama, mata isterinya menjadi buta. Setelah isterinya meminta maaf dan bertaubat, lalu ia berdoa agar isterinya disembuhkan dari kebutaan dan doanya terkabul, sehingga isterinya dapat melihat kembali seperti semula.

7). Sa’id Ibn al-Musayyab. Pada suatu hari di musim panas, ia pernah mendengar suara adzan yang datang dari arah dalam makam Rasulullah saw setiap kali masuk waktu shalat. Padahal tidak ada satu pun orang di didalam masjid Nabawi, selain dirinya seorang. 
Dan masih banyak lagi kisah-kisah Karamah kaum shalaf pada awal periode Islam. (Al-Fatawa al-Kubra, juz 11; hal. 281).



Pandangan Penulis kitab Kasy-syaful Qana’

Al-‘Alim al-‘Allamah syaikh Manshur bin Yunus al-Bahuty didalam kitabnya, Kasy-syaful Qana’, menyebutkan sejumlah kekhususan, keistimewaan atau mukjizat Rasulullah saw. Tidak sedikit dari orang-orang yang pendek akalnya memandang hal ini sangat aneh dan tidak masuk akal. Di antara keistimewaan beliau saw sebagai berikut:

1). Kesuian air seni dan darah Rasulullah saw. Barang najis bagi kita merupakan sesuatu yang suci bagi Rasulullah saw dan sekalian para Nabi as. Sehingga  tidak sedikit para sahabat yang pernah meminum air seni dan darah beliau saw.
Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan imam Ad-Daruquthny dikisahkan, bahwa Ummu Aiman ra pernah meminum air seni Rasulullah saw, lalu beliau bersabda kepadanya, “Kalau begitu, perutmu tidak akan tersentuh api neraka”.  Hanya saja hadis ini dha’if.
Ibnu Hibban meriwayatkan sebuah hadis, bahwa ada seorang budak lelaki yang membekam (hijamah, menyedot dan mengeluarkan darah kotor) Rasulullah saw. Setelah selesai, ia minum darah bekaman tersebut. Beliau bersabda kepadanya, “Celaka kamu ini, apakah kamu minum darah tadi?”. Benar Ya Rasulullah saw! Aku telan kedalam perutku”, jawabanya. Beliau bersabda lagi, “Pergilah! Kamu akan terpelihara dari api neraka”.

2). Tidak meninggalkan bayangan tubuh. Rasulullah saw tidak meninggalkan bayangan dari tubuhnya sewaktu terkena sorot sinar matahari dan bulan. Karena beliau saw adalah “Nuraniy” (serba cahaya), sementara “bayangan” adalah wujud dari kegelapan. Ibnu Aqil dan yang lain berargumentasi, bahwa hal ini terjadi disebabkan beliau saw senantiasa berdoa agar seluruh bagian tubuhnya dan segala arahnya bercahaya. Di ujung Doanya berbunyi :  وَ اجْـعَـلْـنِيْ  نُوْراً (Dan jadikanlah diriku bercahaya).

3). Mendapatkan kedudukan yang mulia. Rasulullah saw mendapatkan posisi “Maqam Mahmudah” (kedudukan yang mulia).  Maksudnya, beliau saw berposisi duduk di atas ‘Arasy. Abdullah bin Salam mengatakan, bahwa beliau saw duduk di atas Kursy ketuhanan. Demikian pula yang dikatakan oleh Al-Baghawy.

4). Rasulullah saw tidak pernah menguap.

5). Semua amal perbuatan manusia diperlihatkan kepada Rasulullah saw . Seluruh manusia sejak jaman Nabi Adam sampai hari kiamat, diperlihatkan Allah swt kepada Rasulullah saw, sama seperti pengetahuan Nabi Adam as terhadap semua nama dari segala sesuatu yang ada jagad raya. Ad-Dailamy meriwayatkan sebuah hadis, bahwa Rasulullah saw pernah bersabda, “Dunia ini digambarkan Allah swt kepadaku dalam bentuk air dan tanah, sehingga menjadilah aku mengetahui segala sesuatu yang ada didalamnya”.
 Ath-Thabrany meriwayatkan hadis: “Telah diperlihatkan Allah swt kepadaku tentang keadaan umatku kemarin di depan kamarku ini, mulai dari awal sampai yang terakhir. Mereka digambarkan kepadaku seperti air dan tanah, sehingga aku mengenal mereka satu persatu sebagaimana pengenalanku kepada sahabat dekatku”.
Sementara itu, imam Ahmad dan para imam hadis lainnya meriwayatkan hadis: “Aku melihat peristiwa-peristiwa yang akan menimpa pada umatku sepeninggalku nanti, bahwa sebagian mereka menumpahkan darah sebagian yang lain”.

6). Menziarahi makam Rasulullah saw disunnahkan bagi kaum lelaki maupun perempuan berdasarkan keumuman lafazh dari sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Ad-Daruquthny, dari jalan Ibnu Umar ra: “Barangsiapa yang berhajji, lalu ia menziarahi makamku setelah wafatku, seakan-akan ia mengunjungiku sewaktu aku masih hidup”.        
Demikianlah beberapa keistimewaan dan kekhususan Rasulullah saw yang disebutkan didalam kitab Kasy-syaf al-Qana’, juz 5; hal. 30, yang diterbitkan disebarluaskan atas perintah Raja Faishal bin Abdul Aziz.



=============================
 *) Sumber : diterjemahkan dari kitab "مفاهيم يجب ان تصحح", karya DR. Sayyid Muhammad Alawi Abbas Al-Maliki