Tampilkan postingan dengan label muhammad bin abdul wahhab. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label muhammad bin abdul wahhab. Tampilkan semua postingan

Minggu, 21 Juli 2013

PYPD - 42. BEBERAPA KEKERAMATAN AHLI KUBUR SELAIN PARA NABI



Oleh Sayyid Muhammad Alawi Al-Maliki



Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, seorang ulama besar sekaligus pendiri faham Wahhaby, meriwayatkan beberapa kekeramatan sebagian orang shaleh yang justru muncul setelah mereka wafat. Para perawinya tidak perlu diragukan ketsiqahannya, di mana mereka meriwayatkan dari orang yang dapat dipercaya dan menyaksikan secara langsung kekeramatan mereka dengan mata kepalanya sendiri.

 Berikut ini akan kami nukilkan sebagian dari isi karangan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab yang berjudul “Ahkam Tamanni al-Mautyang dibukukan menjadi satu dengan beberapa Risalah dan karangannya yang lain, yang diterbitkan dan disebarluaskan oleh Universitas Islam al-Imam Muhammad bin Su’ud, Riyadh, Kerajaan Saudi Arabia.


SHALAT DIDALAM KUBUR

Imam Ahmad bin Hambal meriwayatkan dari Affan, dari Tsabit Al-Banani, bahwa dia pernah berdoa : “Ya Allah! Bila Engkau telah memberikan kemampuan kepada salah seorang di antara hamba-Mu untuk melakukan shalat didalam kuburnya, maka berikanlahlah kemampuan serupa untuk melakukan shalat kepadaku”.

Abu Na’Imam meriwayatkan kisah dari Jubair, dia berkata : “Demi Allah! Tiada tuhan selain Dia. Aku bersama-sama dengan Hamid at-Thawil pernah memasukkan jenazah Tsabit al-Banany kedalam liang kuburnya. Setelah kami timbun dan kami ratakan dengan tanah dan batu bata, kemudian timbunan itu ambrol ke bawah dan tiba-tiba aku melihat dia sedang melakukan shalat didalam kuburnya”.


BACAAN  AL-QUR’AN  TERDENGAR DARI DALAM KUBUR.

Imam Ahmad bin Hambal dan Ibnu Jarir meriwayatkan dari Ibrahim bin al-Mahlaby, dia bercerita : “Aku diberi tahu oleh orang-orang yang menyaksikan secara langsung suatu kejadian aneh di waktu malam menjelang subuh : “Kami melewati tanah pekuburan Tsabit Al-Banany dan kami mendengar suara bacaan Al-Qur’an dari dalam kuburnya”, cerita mereka”.

Imam At-Tirmidzy meriwayatkan hadis Hasan yang bersumber dari Ibnu Abbas ra, ia berkata : “Sebagian sahabat Nabi pernah memukulkan kulit gandum di atas suatu makam. Mereka tidak menyangka kalau tempat itu adalah sebuah makam. Saat itu pula tiba-tiba terdengar suara orang membaca Al-Qur’an’an surat Al-Mulk sampai selesai dari arah dalam kubur sahabat tersebut. Kemudian mereka segera memberitahukan kejadian yang baru mereka saksikan itu kepada Rasulullah saw. Beliau saw bersabda : “Surat Al-Mulk (yang dibacanya itu) adalah pencegah dan penyelamat, yang dapat menyelamatkan pembacanya dari siksa kubur”.

An-Nasaiy dan Al-Hakim meriwayatkan dari Aisyah ra, bahwa Rasulullah saw bersabda : “Aku tertidur dan di tengah tidurku aku melihat surga”. Sementara didalam teks An-Nasaiy yang lain berbunyi “Aku memasuki surga”. “…kemudian aku mendengar orang yang membaca Al-Qur’an. Aku bertanya kepada  orang-orang yang ada di situ : ‘Siapa orang yang membaca Al-Qur’an tadi?’. Mereka menjawab: ‘Dia adalah Haritsah bin An-Nu’man’”. Selanjutnya beliau saw berkomentar : “Demikianlah contoh orang yang berbakti kepada orang tuanya”. Dan kenyataannya memang demikian, bahwa Haritsah bin Nu’man terkenal sangat berbakti terutama kepada ibunya.

Ibnu Abid-Dunya mengetengahkan riwayat dari Al-Hasan, bahwa ia berkata : “Kami pernah mendengar cerita bahwa jika seorang mukmin yang tidak hafal Al-Qur’an telah wafat, dia akan diperintah untuk menghafalkannya (didalam kuburnya). Mereka (arwah orang-orang yang hafal Al-Qur’an) mengajarkan Al-Qur’an didalam kuburnya sampai dia dibangkitkan Allah swt pada hari kiamat bersama-sama dengan keluarganya”. 


AHLI KUBUR SALING BERKUNJUNG

Ibnu Abi Syaibah mengetengahkan riwayat dari Ibnu Sirin, dia menceritakan bahwa Rasulullah saw suka mengkafani mayit dengan sebaik-baiknya. Beliau saw bersabda : “Sesungguhnya ahli kubur saling berkunjung antar mereka dalam keadaan berpakaian kafan”.

Maksud yang terkandung didalam hadis tersebut adalah seperti yang dijelaskan didalam Musnad Ibnu Abi Usamah, yang diriwayatkan dari Jabir secara marfu’, bahwa mereka berbangga diri (dengan pakaian kafannya) dan saling berkunjung antar mereka didalam kuburnya.

Imam Muslim mengetengahkan riwayat dari Ibnu Sirin : “Jika salah seorang di antara kalian ingin menolong saudaranya yang wafat, hendaklah memperbagus pengkafanannya”.

Imam At-Tirmidzy, Ibnu Majah dan Muhammad bin Yahya Al-Hamdany didalam kitab Shahih-nya mengetengahkan riwayat dari Abu Qatadah ra secara marfu’ : “Jika salah seorang di antara kalian hendak menolong saudaranya (yang baru wafat), hendaklah memperbagus pengkafanannya, karena Ahli kubur saling kunjung mengunjungi antar mereka didalam kuburnya”.


MENGIRIMKAN KAIN KAFAN

Ibnu Abid-Dunya megetengahkan suatu riwayat dengan sanad yang tidak ada masalah, dari Rasyid bin Sa’ad, bahwa seseorang telah ditinggal wafat isterinya. Di tengah tidurnya dia bermimpi melihat para wanita (yang sudah wafat), namun dia tidak melihat isterinya di tengah-tengah mereka. Dia bertanya kepada mereka: “Dimana isteriku”. Mereka menjawab : “Kamu kurang didalam memberikan kain kafan kepada isterimu, sehingga ia malu keluar untuk bergaul bersama-sama dengan kami”. Setelah bangun dari tidurnya, lelaki tersebut menemui Rasulullah saw untuk menceritakan kejadian mimpi yang baru saja ia alami. Beliau saw bersabda : “Lihatlah di sekitar tempat tinggal kamu, apakah ada orang yang dapat dipercaya untuk menyampaikannya (kain kafan)”. Selanjutnya lelaki itu  mendatangi seorang sahabat Anshar yang sedang Naza’, menunggu proses kematiannya, dan kepada sahabat itu ia menceritakan problem yang ia hadapi. Sahabat Anshar tersebut berkata: “Jika suatu ketika aku sampai pada kematianku, aku akan menyampaikan kiriman kafanmu itu kepadanya”.

Tidak berapa lama setelah pertemuan itu, sahabat tersebut wafat, dan pada saat dikafani, lalu didalamnya diikutsertakan dua lembar dan satu baju yang dilengkapi dengan minyak za’faron. Selang beberapa hari setelah kematiannya, lelaki tersebut bermimpi melihat isterinya sudah berada di tengah-tengah para wanita, dengan memakai pakaian berwarna kuning (seperti pakaian yang ia kirimkan melalui sahabat Anshar di atas)”.

Ibnu al-Jauzy meriwayatkan dari Muhammad bin Yusuf al-Faryaby suatu kisah tentang seorang wanita yang bermimpi melihat ibunya yang sudah lama wafat. Di tengah mimpinya itu ibunya mengadukan perihal kurangnya kain kafan yang sedang ia pakai dan memohon agar dibelikan kain kafan, lalu mohon dikirimkan melalui seorang wanita yang akan wafat. Mimpinya itu diceritakan kepada orang-orang di sekitarnya, yang oleh mereka problemnya tersebut disampaikan kepada Muhammad bin Yusuf. Muhammad bin Yusuf membacakan hadis Nabi yang isinya menceritakan bahwa para ahli kubur saling kunjung mengunjungi antar mereka dalam keadaan berpakaian kafan, kemudian dia menyuruh kepada orang-orang yang menemuinya agar membelikan kain kafan untuk dikirimkan kepada ibu dari wanita yang bermimpi tersebut. Beberapa saat kemudian, wanita tersebut meninggal dunia, dan mereka meletakan kain kafan untuk ibunya bersama jenazahnya.


CAHAYA MEMANCAR DI ATAS KUBURAN

Ibnu Abid-Dunya mengetengahkan riwayat dari Abu Ghalib, yang mengkisahkan tentang seorang pemuda di kota Syam yang sedang Naza’ menghadapi proses kematiannya. Dia mengatakan kepada pamannya: “Bagaimana pendapatmu, seandainya jika Allah swt menyerahkanku kedalam pelukan ibuku (yang sudah lama wafat). Apa yang akan dilakukan ibuku kepadaku nanti?”. Pamannya menjawab : “Jika demikian, Demi Allah, ibumu akan membawamu masuk kedalam surga”. Pemuda itu berkata : “Demi Allah! Semoga Allah swt memberikan rahmat kepadaku berkat usaha ibuku tersebut”. Tak lama kemudian pemuda tersebut wafat, lalu pamannya ikut mengantarkan dan memasukkan jenazahnya kedalam liang kubur. Setelah makam diratakannya dengan tanah dan batu bata, tiba-tiba longsor, sementara pamannya melompat ke atas kuburan,  lalu ia duduk termenung sambil memandangi kuburan keponakannya tersebut. Orang-orang bertanya kepadanya, kenapa ia duduk termenung. Dia jawab : “Kuburnya dipenuhi dengan cahaya”.

Abu Dawud dan Imam Hadis lainnya menuturkan riwayat dari Aisyah ra, bahwa ia berkata : “Sewaktu Raja Najasyi wafat, Rasulullah saw bercerita kepadaku, bahwa beliau saw baru saja melihat ada kilatan cahaya memancar dari atas kuburan Raja Najasyi”.

Ibnu ‘Asyakir didalam buku Tarikh-nya menceritakan, bahwa Abdurrahman bin Imarah berkata : “Pada saat Al-Ahnaf bin Qais wafat, aku adalah orang yang ikut meletakkan jenazahnya kedalam liang kuburnya. Setelah kuburannya aku ratakan, aku menyaksikan cahaya memancar di atas kuburannya, sehingga mataku tak henti-hentinya memandangi. Kemudian kejadian itu aku ceritakan kepada teman-temanku, dan mereka pun ingin menyaksikannya, namun mereka tidak mampu melihat apa (pancaran cahaya) yang sedang aku saksikan itu”.



==============================================

*) Sumber : Diambil dari salah satu bagian dari kitab :
Judul Asli
: مفـاهـيم يجب أن تـصحح
Penulis
: Prof. DR. Sayyid Muhammad Alawi Al-Maliki
Alih Bahasa
: Achmad Suchaimi
Judul Terjemahan
: Pemahaman Yang Perlu Diluruskan (PYPD)


Selasa, 14 Mei 2013

PYPD-2. Syekh Muhammad bin Abdul Wahab Biangkeladi Pengkafiran...???



 
Muhammad bin Abdul Wahhab, Pendiri sekte Wahhabiyah

  Posisi syaikh Abdul Wahhab dalam persoalan ini sangat penting. Sebagian besar orang yang mengaku dan dan mengklaim dirinya sebagai pengikut beliau terkadang memandangnya secara salah, lalu dengan mengatasnamakan beliau mereka seenaknya melontarkan tuduhan kafir kepada setiap orang yang menyalahi atau menolak metode dan sistim pemikiran mereka. Demikian inilah syaikh Abdul Wahhab – pelatak dasar-dasar madzhab Wahhabiyah – yang sangat menolak setiap lontaran kejengkelan dan fitnah yang diatasnamakan beliau, kemudian beliau menyanggahnya dalam “Risalah”-nya yang khusus ditulis dan ditujukan kepada orang-orang yang lemah pikirannya tersebut.

Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab mengatakan, “Tidak perlu disembunyikan kepada kalian, bahwa aku pernah menerima surat dari Sulaiman bin Sahim, sebagaimana yang pernah aku sampaikan kepada kalian dan telah dibenarkan oleh sebagian lembaga keilmuan. Allah swt mengetahui bahwa seseorang telah merekayasa sesuatu persoalan atas namaku, padahal aku belum pernah mengatakannya, lagi pula sebagian persoalan tersebut belum pernah terbayangkan sebelumnya dalam angan-anganku. Di antara rekayasanya: Aku dituduh mendustakan dan menolak kitab-kitab para ulama dari kalangan madzhab empat; aku dibilangnya pernah mengatakan bahwa kaum muslimin sejak enam ratus tahun yang lalu tidak bermadzhab atau tidak berdiri di atas suatu madzhab tertentu; aku dikatakannya telah mengaku-aku berijtihad sendiri dan keluar dari belenggu taqlid; aku dituduhnya pernah mengatakan bahwa sesungguhnya perbedaan pendapat di kalangan para ulama dapat menyebabkan datangnya kemarahan Tuhan; aku dibilang telah mengkafirkan orang yang bertawassul kepada para auliya’us-shalihin; aku dibilangnya telah mengkafirkan syaikh Al-Busyiri lantaran ucapannya “Ya Akromal Khalqi…” (Wahai makhluk yang termulia…, yakni diri  Nabi Muhammad saw );  aku dibilangnya pernah mengatakan bahwa ‘sekiranya mampu merobohkan Qubbatul Khadhra’ (Kubah Hijau) di masjid Nabawi, tentu sudah aku robohkan. Dan sekiranya nampu menguasai Ka’bah, tentu akan aku ambil talang emas-nya lalu aku ganti dengan talang kayu”;  aku dituduh mengharamkan orang menziarahi makam Rasulullah saw  dan menolak menziarahi makam  kedua orang tuaku serta makam kaum muslimin lainnya; aku dibilang telah mengkafirkan orang yang bersumpah dengan memakai nama selain Allah; aku dibilang mengkafirkan syaikh Ibnu al-Farid dan Ibnu Araby; aku dikatakan telah membakar kitab Dala-ilul khairat dan kitab Raudh al-Rayahin, lalu aku ganti dengan judul Raudh asy-Syayathin. Kesmua tuduhan dan rekayasa mereka tersebut hanya aku tanggapi dengan ucapan : Sub-haanaka haadzaa buhtaanun ‘azhiim, Maha Suci Engkau Ya Allah, ini dusta besar” (QS An-Nur, [24] : 16) 

Jauh sebelum itu, pernah ada orang yang membuat-buat kedustaan terhadap diri pribadi Rasulullah saw, bahwa beliau dikatakan orang pernah mencaci maki Nabi Isa as dan kaum shalihin jaman dahulu. Hati mereka benar-benar penuh dengan kebohongan dan kedustaan. Allah swt berfirman  :

إِنَّمَا يَفْتَرِي الْكَذِبَ الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِآيَاتِ اللَّهِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْكَاذِبُونَ

 “Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan, hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, dan mereka itulah orang-orang pendusta”. (QS An-Nahl, [16] : 105 ).

  Mereka melontarkan tuduhan bahwa beliau saw pernah mengatakan, “Sesungguhnya para malaikat, Nabi Isa as dan Nabi Uzair berada di neraka”, kemudian Allah swt  menurunkan ayat :

 إِنَّ الَّذِينَ سَبَقَتْ لَهُمْ مِنَّا الْحُسْنَى أُولَئِكَ عَنْهَا مُبْعَدُونَ

“Bahwasanya orang-orang yang telah ada untuk mereka ketetapan yang baik dari Kami, mereka itu dijauhkan dari neraka” (QS Al-Anbiya’, [21] : 101).

  Syaikh as-Suwaid, seorang ulama di Irak, pernah berkirim surat kepada syaikh Muhamad bin Abdul Wahhab untuk menanyakan tentang desas-desus mengenai diri beliau. Kemudian beliau menanggapi suratnya dengan Risalah berikut ini :

“Sesungguhnya orang yang berfikiran waras seharusnya merasa malu menyiar-nyiarkan suatu kebohongan seperti yang kalian ceritakan, yaitu bahwa aku dituduh orang-orang pernah mengkafirkan kaum muslimin selain yang menjadi pengikutku. Aneh sekali ! Bagaimana hal ini bisa dicerna oleh akal orang yang waras? Apakah pantas tuduhan tersebut dilontarkan oleh seorang muslim ?  Contohnya lagi, bahwa aku dibilangnya pernah mengatakan, “Sekiranya aku mampu merobohkan Qubbatul khadhra’ (Kubah Hijau) di masjid Nabawi, tentu sudah aku robohkan”; aku dituduhnya melarang membaca kitab Dala-ilul Khairat; aku dibilangnya pernah melarang membaca shalawat Nabi yang disusun dalam bentuk syi-ir atau nazham yang ditulis oleh para ulama; dan tuduhan lainnya yang semisal. Semuanya itu adalah rekayasa dan kebohongan belaka. Sebagai seorang muslim, tidak boleh menyangka…/tidak boleh ada persangkaan, bahwa di dalam hatinya terdapat sesuatu yang lebih terhormat daripada Kitabullah, Al-Qur’an”.

Pada halaman 64 dari isi Risalah-nya, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab mengungkapkan, “Apa yang anda katakan tentang diriku, yaitu bahwa diriku pernah mengkafirkan orang yang bertawassul kepada kaum shalihin; mengkafirkan Al-Busyiry; melarang berziarah ke makam Rasulullah saw dan ke makam kedua orang tua serta makam kaum muslimin lainnya; mengkafirkan orang yang bersumpah dengan nama selain Allah swt, dan lain-lain, kesemuanya itu hanya aku komentari dengan ucapan: Sub-haanaka haadzaa buhtaanun ‘azhiim (QS An-Nur [24] : 16), Maha Suci Engkau, Ya Allah.  Ini dusta besar”.