KEPEDULIAN TERHADAP PETILASAN DAN PENINGGALAN SEJARAH
Usaha
pemeliharaan petilasan dan bekas peninggalasan sejarah para Nabi, khususnya
Nabi Muhammad saw, besar sebagai warisan masa lalu, merupakan persoalan besar.
Sementara sejarah masa lalu merupakan tonggak kebesaran dan kemuliaan suatu
bangsa yang perlu dibanggakan, karena mencerminkan keagungan dan kehormatan
para tokoh, pejuang dan pemimpinnya. Oleh karenanya, mengabaikan adanya
petilasan dan bekas-bekas peninggalan sejarah para Nabi dan khususnya
peninggalan sejarah Nabi Muhammad saw adalah suatu perbuatan yang konyol. Sama
artinya dengan menyia-nyiakan dan melenyapkan bukti-bukti kejayaan kaum
muslimin, menghapuskan warisan asli kebudayaan Islam, bahkan merupakan suatu
kejahatan dan tindakan kriminal terhadap keagungan dan keluhuran prestasi
sejarah yang pernah diraih oleh kaum muslimin dalam konteks ini. Sehingga
generasi mendatang akan kehilangan identitas dan pegangan sejarah perjuangan
umat Islam. Mereka tidak akan mengenal lagi kejayaan kebudayaan dan prestasi
sejarah masa lalu yang pernah diraih oleh para tokoh-tokohnya.
Jika
ada yang menuduhkan bahwa sebagian orang menjadikan tempat petilasan dan bekas
peninggalan sejarah tersebut sebagai tempat keramat dan perayaan, tempat untuk
melakukan kesyirikan, tempat kegiatan
ritual penyembahan atau pengkultusan terhadap tempat tersebut, atau sebagai
tempat untuk melakukan thawaf, mengelilinginya dengan pagar, kelambu dan
bangunan indah, atau sebagai tempat orang meletakkan sesajen berupa sembelihan
hewan yang dinadzarkan, maka kami pun tidak menyetujui semua yang mereka
lakukan tersebut, kalau itu memang benar. Bahkan kami akan melarangnya dengan
sekuat tenaga dan akan mengingatkan mereka bahwa perbuatan tersebut terlarang
yang perlu dijauhi, sekaligus merupakan perbuatan konyol yang perlu diberantas.
Karena kami berkhusnu zhan bahwa mereka masih tetap memegangi
ketauhidan dan kalimat syahadat, hanya saja perbuatan mereka tersebut kami
anggap salah disebabkan ketidaktahuan mereka terhadap ajaran Islam yang benar
dan lurus. Atas dasar ini maka kita seharusnya beramar makruf nahi munkar
kepada mereka, kita wajib mengajari dan membimbing mereka ke jalan yang benar
lagi lurus, dengan cara-cara yang bijaksana, tanpa harus disertai dengan pengrusakan,
pelenyapan atau menghancurkan tempat-tempat petilasan atau bekas peninggalan
sejarah masa lalu yang diwariskan para Nabi dan kaum shalihin jaman dahulu
tersebut, khususnya warisan Nabi Muhammad saw. Karena yang menjadi inti
persoalannya adalah bukan terletak pada faktor tempatnya, akan tetapi lebih
pada faktor manusianya.
Saat
ini di seluruh penjuru dunia, para pakar sejarah, arkeolog, dan para
cendekiawan pada umumnya lagi ramai-ramainya berusaha memelihara dan
melestarikan warisan sejarah bangsa mereka di masa lalu, sekalipun terhadap
peninggalasan sejarah para tokoh yang terkenal sangat biadab, seperti
peninggalan bangsa Tsamud dan bangsa ‘Ad, sementara
dikalangan kaum muslimin sendiri justru ramai-ramai ingin berusaha
menghancurkan dan melenyapkan bukti-bukti sejarah yang antara lain berupa
bangunan monumental, makam kuno, dan petilasan peninggalan para tokoh Islam
masa lalu. Ini benar-benar lucu dan aneh.
KEPEDULIAN AL-QUR’AN TERHADAP
PENINGGALAN SEJARAH PARA NABI
Allah
swt menuturkan didalam Al-Qur’an tetang kisah Tabut milik bani Israil
yang menjadi tanda dilantiknya Thalut sebagai raja mereka
وَقَالَ لَهُمْ
نَبِيُّهُمْ إِنَّ ءَايَةَ مُلْكِهِ أَنْ يَأْتِيَكُمُ التَّابُوتُ فِيهِ
سَكِينَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَبَقِيَّةٌ مِمَّا تَرَكَ ءَالُ مُوسَى وَءَالُ
هَارُونَ تَحْمِلُهُ الْمَلَائِكَةُ إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَةً لَكُمْ إِنْ
كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ(248)
“Dan Nabi mereka mengatakan kepada mereka:
"Sesungguhnya tanda ia akan menjadi raja, ialah kembalinya tabut kepadamu,
di dalamnya terdapat ketenangan dari Tuhanmu dan sisa dari peninggalan keluarga
Musa dan keluarga Harun; tabut itu dibawa oleh Malaikat. Sesungguhnya pada yang
demikian itu terdapat tanda bagimu, jika kamu orang yang beriman.” (QS
Al-Baqarah,[2] : 248)
Tabut
memiliki fungsi dan posisi yang sangat penting bagi bani Israil. Selama Tabut
berada di tangan mereka, mereka selalu diberi Allah swt kemenangan didalam
setiap pertempuran mereka dengan bangsa lain. Namun sewaktu Tabut berada
di tangan musuh, mereka tidak pernah menang berperang melawan musuh. Hal ini
disebabkan keberkahan dan tawassul mereka kepada Allah swt melalui perantaraan Tabut
beserta barang bekas peninggalam
keluarga Nabi Musa dan Harun yang tersimpan didalamnya.
Allah
swt memberitahukan didalam firman-Nya, bahwa di antara isi dan manfaat Tabut
adalah bahwa Tabut yang berisi sisa peninggalan sejarah Nabi Musa dan Harun
tersebut dapat menciptakan ketenangan batin bagi pemiliknya: “di dalamnya
terdapat ketenangan dari Tuhanmu dan sisa dari peninggalan keluarga Musa dan
keluarga Harun” (QS Al-Baqarah,[2] : 248), yakni peningalan yang berupa
tongkat milik Nabi Musa dan Nabi Harun, baju milik Nabi Musa, sepasang terompah
dan dua lembar naskah kitab Taurat, sebagaimana yang diteragkan oleh Ibnu
Katsir didalam kitab Tafsir-nya (juz 1, halaman 313). Tabut juga berisi
baskom (bak pencuci tangan) dari bahan emas yang pernah digunakan untuk mencuci
dada para Nabi jaman dahulu.(Al-Bidayah wa an-Nihayah, juz 2; hal. 8).
Allah
swt senantiasa memelihara bekas peninggalan sejarah yang agung yang diwariskan
dari Nabi Musa dan Harun tersebut. Sewaktu bani Israil semakin jauh dari
tuntunan agamanya, banyak diantara mereka yang melakukan maksiat dan menentang
para Nabi mereka, maka Allah swt lalu mencabut nikmat-Nya dengan menarik Tabut
dari tangan mereka sewaktu mereka dapat dikalahkan bangsa lain didalam suatu
pertempuran, sehingga Tabut mereka jatuh ke tangan musuh. Meski demikian, Tabut
tetap berada didalam pemeliharaan Allah swt, sampai Dia mengembalikan lagi
kepada bani Israil untuk dijadikan sebagai tanda disahkannya dan dilantiknya Thalut
sebagai Raja mereka secara terhormat, yang dibawa oleh kereta berkuda yang
dikendalikan oleh para Malaikat.
==============================================
*)
Sumber : Diambil dari salah satu bagian dari kitab :
|
|
Judul
Asli
|
:
مفـاهـيم يجب أن تـصحح
|
Penulis
|
:
Prof. DR. Sayyid Muhammad Alawi Al-Maliki
|
Alih
Bahasa
|
:
Achmad Suchaimi
|
Judul
Terjemahan
|
:
Pemahaman Yang Perlu Diluruskan (PYPD)
|