Jumat, 03 Mei 2013

Tempat penting & bersejarah di kota Madinah (2)


Khondaq (parit) dan Masjid Sab’ah


Masjid Al-Fath di Khandaq Madinah
Khondaq artinya parit, digunakan untuk menamai peristiwa perang antara umat Islam melawan 10.000 orang "pasukan sekutu kafir" pada tahun 5 H.
Pasukan sekutu yang terdiri dari kafir Quraisy Makkah, kabilah Ghothofan dan kaum Yahudi bani Qainuqa’ datang menyerang Madinah di bawah pimpinan Abu Sufyan.  Dalam perang ini, Nabi lebih memilih strategi perang kota. Agar musuh terhalang masuk kedalam kota, atas saran Salman Al-Farisi, Nabi membangun sistem pertahanan dengan membuat parit  (khondaq) yang lebar dan dalam di sekeliling kota Madinah, yang dilengkapi dengan 7 menara pengintai.
Sesampainya di Madinah, pasukan musuh tidak berhasil membobol pertahanan parit ini, lalu mereka mendirikan tenda-tenda sambil mengepung kota Madinah, sampai tenda mereka diporak-porandakan angin kencang disertai udara dingin, sehingga mereka hanya mampu bertahan selama kurang lebih 24 hari, kemudian pulang kembali dengan tangan hampa.
Masjid Sab’ah. Pada masa-masa  selanjutnya, di atas ketujuh menara pengintai tersebut didirikan 7 masjid kecil yang letaknya saling berdekatan untuk mengenang peristiwa yang sangat bersejarah tersebut. Ahir-akhir ini, ketujuh masjid ini lebih dikenal dengan sebutan Masjid Sab’ah. Lokasinya di sebelah barat gunung Sala’.

 Dari ketujuh masjid itu yang paling tersohor adalah Masjid Al-Fath yang didirikan pada masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz. Lokasinya persis di tempat Rosululloh  mendirikan kemah dan Beliau berdoa di kemah ini selama tiga hari terus menerus berdoa agar tentara sekutu (ahzab) diporak-porandakan Alloh. Doa beliau akhirnya terabul.
Masjid Al-Fath beberapa kali direnovari dan yang terakhir dilakukan pada tahun 1851 M (1268 H). Bentuk masjidnya memanjang dengan ukuran 8,5 m x 3,5 m, dilengkapi dengan serambi terbuka (tanpa atap) seluas 8,5 m x 6,5 m.
Beberapa meter dari masjid Al-Fath terdapat 6 buah masjid kecil lainnya yang secara urut menggunanakan nama para sahabat yang dipandang berjasa dalam perang Khondaq/Ahzab :
a. Masjid Salman Al-Farisi yang terletak di puncak bukit. Sahabat ini berperan sebagai penemu ide untuk menggali parit (khondaq) sekeliling Madinah.
b.  Masjid Abu Bakar Ash-Shiddiq
c. Masjid Umar bin Khotthob
d. Masjid Ali bin Abi Tholib
e. Masjid Fathimah
f. Masjid Sa’ad bin Mu’adz


Masjid Qiblatain


masjid qiblatain Madinah
Masjid Qiblatain Madinah
 Masjid Qiblatain (dua kiblat) terletak diatas bukit kecil dekat wadi al-'aqiq, berjarak 3 km arah barat laut dari Masjid Nabawi. Masjid ini memiliki dua mihrab, satu menghadap ke Baitul Maqdis (Masjidil Aqsho - Palestina) dan satunya lagi menghadap ke Ka'bah (Masjidil Haram - Makkah).
Dulu, masjid ini disebut masjid Banu Salamah. Sewaktu Nabi sholat 'ashar di masjid ini sambil berkiblat ke Masjidil Aqsho lalu turun wahyu yang memerintahkan agar berpindah kiblat
Sungguh Kami (Alloh) melihat mukamu (Muhammad) menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram dan dimana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Alloh sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan”. (QS Al-Baqarah : 144)

 Sejak saat itu beliau berputar 180 derajat berkiblat ke Masjidil Haram, lalu diikuti para sahabat yang bermakmum. Untuk mengenang peristiwa tersebut, maka masjid banu Salamah ini dinamakan Masjid Qiblatain.
Di dekat masjid ini ada satu sumur yang disebut "Sumur Raumah" dan sampai kini masih berfungsi. Dulunya, sumur ini merupakan danau kecil berair jernih milik orang Yahudi, kemudian dibeli Usman bin Affan dan diwakafkan untuk keperluan masjid.


Masjid Quba'

 
Masjid Quba' Madinah

 
Depan pintu masuk Masjid Quba'
Quba' adalah sebuah perkampungan yang berjarak 5 km dari kota Madinah. Di sini terdapat sebuah Masjid yang pertama kali dibangun Nabi pada bulan Rabiul Awwal tahun 1 Hijriyah (622 M) dalam perjalanan hijrahnya ke Madinah, di atas sebidang tanah milik Kalsum bin Hadam dari kabilah Amir bin Auf. Di Masjid ini pula beliau pertama kali melakukan sholat berjamaah.
Masjid Quba yang oleh Al-Qur'an surat At-Taubah : 108 disebut Masjid Taqwa ini juga memiliki beberapa keutamaan, diantaranya seperti yang disabdakan Nabi : "Sholaatun fi masjidi Quba-a ka'umrotin" (Sekali sholat di masjid Quba' seperti melakukan 'Umroh sekali).


Masjid Jum'at


Masjid Jum'at berada di lembah Ranuna perkampungan Bani Salim bin Auf, tidak jauh dari masjid Quba' dan berjarak + 4 km dari kota Madinah. Dinamakan Masjid Jum'at karena di masjid ini Nabi pernah melakukan sholat jum'at pertama kali dalam sejarah Islam, yang terjadi pada hari jum'at tanggal 16 Rabiul Awwal tahun 1 H (622 M) dalam perjalanan hijrahnya menuju ke Madinah, setelah beberapa hari menginap di desa Quba'.



Masjid Suqya dan Musium “Kereta Api” Madinah

 
Masjid Suqya di Anbariyah Madinah

Masjid suqya berlokasi di dusun sugya wilayah Anbariyah, sebelah barat laut Masjid Nabawi. Tempat ini dahulunya merupaan tanah milik Sa’ad bin Abi Waqqash. Bangunannya berornamen Turki Usmani dengan tiga kubah. Luasnya 31 x 5 m. Direnovasi kembali pada masa Raja Fahd pada tahgun 1423-1424 H.
Ketika perang Badar, Nabi pernah berdoa untuk kemenangan para tentaranya di tempat ini dan memohonkan keberkahan bagi penduduk Madinah dua kali lipatnya penduduk Makkah (HR Ahmad).  Sementara itu, Imam Bukhori juga meriwayatkan bahwa Umar bin Khotthob juga pernah berdoa memohon hujan (sholat istisqo’) dengan perantaraan kemuliaan dan kedudukan Abbas bin Abdul Mutholib di tempat ini.

Musium “Stasiun Kereta Api” Madinah. Masjid Suqya saat ini persisnya didalam pagar bekas gedung Stasiun Kereta Api yang dibangun tahun 1907 M. Pada tahun 1908 kereta api  pertama kali masuk ke kota Madinah dari kota Damaskus. Terpasangnya rel di tanah hijaz ini merupakan salah satu bentuk keberhasilan sultan Turki Usmani Abdul Hamid II membuka keterasingan kota Madinah dari dunia luar. 
Musium Kereta Apidi Anbariya Madinah
Rel kereta api tersebut tidak berfungsi setelah meletusnya Perang Dunia I dan terjadinya pemberontakan di jazirah arab. Oleh pemerintahan Arab Saudi, gedung stasiun kereta api tersebut pada tahun 1999 M difungsikan sebagai Musium Madinah, yang banyak menyimpan puing-puing barang peninggalan bersejarah seperti lokomotif dan gerbong kereta api, tempayan dari tanah, perabotan rumah, perhiasan, foto dan lain-lain.


Masjid Miqot Bi’r Ali

 
Masjid Miqot Dzulhulaifah (Bi'r Ali) Madinah


Masjid Miqot bagi jamaah Umroh dan haji  penduduk Madinah dan orang-orang yang melewatinya ini di kampung Dzul Hulaifah, sehingga disebut Masjid Dzul Hulaifah atau Bi’r Ali. Letaknya pada 12 km dari Masjid Nabawi


Jabal Uhud

 
di lokasi Jabal Uhud

Gunung Uhud merupakan gunung terbesar di sekitar Madinah yang berjarak sekitar + 5 km dari kota Madinah.
Gunung Uhud menjadi terkenal karena di tempat ini pernah terjadi pertempuran besar antara umat Islam dengan kaum kafir Makkah pada tanggal 15 syawal tahun 13 H (Maret 625 M). Penyebabnya kaum kafir quraisy ingin membalas atas kekalahannya pada perang Badar kubro. Pada pertempuran ini 70 orang tentara Islam mati syahid, termasuk Hamzah bin Abdul Mutholib. Para syuhada' tersebut dimakamkan di lokasi pertempuran ini. 

Makam syuhada' Uhud
 Pemakaman Syuhada' Uhud ini setiap tahun selalu diziarahi oleh Rosululloh dan diikuti oleh Khulafaur Rasyidin. Sehingga sampai saat ini, pekuburan ini menjadi salah satu tempat yang diziarahi para jamaah haji, selain untuk itba' (mengikuti jejak Rosululloh) juga untuk mengenang dan menggugah semangat juang kaum muslimin dalam membela kebenaran agamanya.



Percetakan Mush-haf Al-Qur'an

 
Percetakan Mushaf

Percetakan raksasa King Fahd Al-Qur'an Printing yang luasnya 20 hektar ini terletak di kota Madinah, 10 km arah barat daya dari Masjid Nabawi, yang diresmikan oleh Raja Fahd pada tahun 1985.
Percetakan ini dilengkapi mesin cetak modern dan super canggih sehingga menjadi percetakan terbesar di dunia. Dengan jumlah pegawai lebih dari 1.600 orang, percetakan ini  setiap tahunnya mampu memproduksi 8 juta mush-haf Al-Qur'an berbagai ukuran, yang dibagi-bagikan secara gratis kepada jamaah haji dan kaum muslmin seluruh dunia (melalui masjid, lembaga, organisasi Islam).
Selain Mush-haf Al-Qur'an, juga mencetak buku tafsir dan terjemah Al-Qur'an dalam berbagai bahasa di dunia, kaset-kaset bacaan Al-Qur'an baik audio maupun video.


Jabal Magnet

Jabal Magnit

Nama Jabal Magnet (Gravity Hills, Magnetic Hills, atau Gunung Magnet) semakin lama semakin populer di Arab Saudi. Penduduk sekitar Madinah menyebutnya “Manthoqotul Baidho’” (daerah/perkampungan putih).
Jabal Magnet yang terletak + 40 - 50 km sebelah utara dari Kota Madinah ini menjadi favorit terutama bagi para jamaah haji dan umroh dari Asia, dan merupakan kawasan luar Tanah Suci sehingga touris non muslim pun boleh mengunjunginya.

Keistimewaan Jabal Magnet
Jabal Magnet menyimpan misteri dan decak kagum bagi siapa saja yang berkunjung ke sana. Perjalanan menuju ke sana dipenuhi sejumlah perkebunan kurma yang subur dan hamparan bukit berbatuan. 10 kilometer menjelang Jabal Magnet, ada sebuah bendungan air atau danau buatan yang besar.
Kawasan antara bendungan air/danau dan Jabal Magnet diyakini memiliki daya dorong, terutama pada km 2 - 4 menjelang tujuan. Karena di tengah bendungan air ini mobil terasa berat (lambat) berjalan menuju ke arah Jabal Magnet. Ketika persneling dalam posisi netral, mobil berjalan sendiri ke arah berlawanan (mundur), bahkan sanggup mendaki tanjakan. Sebaliknya, ketika berbalik arah menuju ke Medinah,  mobil yang dalam kondisi persneling netral melaju dengan kecepatan tinggi. Kian lama kecepatan kendaraan makin tinggi.
Tidak hanya itu, jarum penunjuk KOMPAS juga tidak bekerja sebagaimana mestinya. Arah utara-selatan menjadi kacau, dan data-data di telepon seluler bisa hilang di lokasi itu. Oleh karena itu, bagi siapa saja yang pergi berkunjung melalui wilayah ini, segera matikan ponsel Anda, daripada data-data di dalam ponsel hilang.
Hingga kini, belum diketahui secara jelas hubungan antara magnet dengan laju kendaraan, karena batu yang mengandung biji magnet itu diduga berada di bawah permukaan jalan yang dilewati (antara danau sampai Jabal Magnet), bukan di dalam bukit. Alasannya, bila medan magnet ada bebukitan, tentu semakin mendekati bukit akan semakin kuat daya tariknya, sehingga kendaraan dapat menempel di bebukitan itu, namun medan magnet tampaknya ada dalam radius 2-4 kilometer saja.

Kisah Penemuan.
Jabal Magnet ditemukan beberapa tahun yang lalu secara tidak sengaja oleh seorang Arab Baduy. Saat itu si Arab ini menghentikan mobilnya karena ingin buang air kecil. Karena sudah kebelet, ia mematikan mesin mobilnya, tetapi tidak memasang rem tangan. Ketika sedang enak-enaknya pipis, ia kaget bukan kepalang, karena mobilnya berjalan sendiri dan makin lama makin kencang. Ia berusaha mengejarnya, tetapi tidak berhasil. Mobilnya baru berhenti setelah melenceng ke tumpukan pasir di samping jalan.
Konon, Jabal Magnet ini diketahui setelah ada pesawat terbang yang melintasi kawasan itu, tiba-tiba kecepatan pesawat berkurang dengan sendirinya.
Selain itu, otoritas Saudi Geological Survey (SGS) pada tahun 1999 sempat dikejutkan dengan adanya aktivitas swarm (gempa kecil terus-menerus) di Harrah Rahat yang merupakan pertanda naiknya sejumlah besar magma. Bahkan, di sekitar Madinah diketahui ada kegempaan aktif di Harrah Rahat, yang sangat dimungkinkan terjadinya migrasi magma dan sebagian di antaranya diduga menyusup ke bawah Jabal Magnet, sehingga muncul medan magnet di kawasan itu.
Fenomena alam semacam ini juga ditemukan di beberapa tempat di dunia seperti di Korea Selatan, Yunani, Australia, timur Amerika, juga di Indonesia : sekitar Gunung Kelud (Jawa Timur) dan di desa Limpakuwus kecamatan Sumbang Banyumas. Hanya saja, kekuatan magnet di daerah-daerah tersebut tidaklah sekuat yang ada di Madinah.
Obyek Wisata Baru
Saat ini Pemerintah Arab Saudi sudah membangun fasilitas mainan dan tempat berteduh di kawasan Jabal Magnet yang merupakan jalan buntu, karena di sana memang tidak ada jalan tembus ke daerah lain, sehingga pergi dan pulang pun hanya tinggal memutar di bundaran Jabal Magnet.

di kawasan jabal maqnit
Setiap Kamis sore atau malam Jumat, suasana di Jabal Magnet terlihat ramai dengan masyarakat Madinah yang bercengkerama bersama anak-anak, saudara, dan kawan-kawannya. Mereka sering juga membawa makanan dan tenda sendiri. Di masa dahulu, wilayah itu merupakan tempat uzlah atau menyepi bagi mereka yang ingin menenangkan diri.





Rabu, 01 Mei 2013

Tempat & Masjid Bersejarah di Madinah (1)

Pekuburan Baqi'

Pekuburan Baqi' telah ada sejak jaman Nabi. Beliau sering menziarahinya, selalu beristighfar untuk penghuninya dan akan memberi mereka syafaat di hari kiamat. 

 Lokasi Pekuburan Baqi': 100 meter arah timur / tenggara dari Masjid Nabawi.

Pekuburan Baqi' mengalami tiga kali perluasan.  Yakni pada masa Mu'awiyah bin Abu Sufyan (Bani Umaiyah), masa raja Faishol bin Abdul Aziz dan raja Fahd bin Abdul Aziz (kerajaan Arab Saudi). Sehingga saat ini luasnya mencapai 174.962 meter persegi, dengan dikelilingi tembok setinggi 4 meter sepanjang 1.724 meter (hampir 2 km).
Di pekuburan Baqi' ini terkubur keluarga besar Nabi dan  + 10.000 sahabat. Diantaranya makam Siti 'Aisyah dan seluruh isteri Nabi (selain Khodijah dan Maimunah); putra-putri Nabi (Fatimah az-Zahro', Ruqaiyah, Ummu Kultsum, Zainab, dan Ibrahim); paman dan bibi Nabi (Abbas bin Abdul Mutholib, Sofiyah, 'Atikah); keluarga  sayyidina Ali (ibunya Ali : Fatimah binti Asad, Hasan bin Ali, 'Aqil bin Abu Tholib, Abdulloh bin Ja'far bin Abi Tholib); sahabat terkenal Nabi (Usman bin Affan, Usman bin Mazh'un, Sa'ad bin Abi Waqqash, Abu Sa'id al-Khudri, Abdurrahman bin 'Auf, Abdulloh bin Mas'ud, Sa'ad bin Mu'adz, dll). Di tempat ini juga terdapat makam Imam Malik.
Orang yang sudah berada di Madinah disunnahkan menziarahi pekuburan Baqi' setiap saat, terutama di hari Jum'at. Hanya saja kaum wanita dilarang memasuki area pekuburan ini.


Masjid Ijabah



Masjid ini berjarak + 600 meter sebelah timur laut Masjid Nabawi, tepatnya di jalan Sittin (jalan Malik Faishol) sebelah utara makam Baqi’.
Masjid ini dibangun Nabi di kampung Bani Mu’awiyah dari kabilah Aus. Masjid ini terkenal dengan sebutan Masjid Ijabah, disebabkan ketika melewati masjid ini, beliau sholat sunnat hajat dua rekaat dan berdoa dengan cukup panjang. Beliau bersabda : “Aku memohon tiga hal kepada Tuhanku. Dia mengabulan dua permohonanku dan menolak yang lainnya. Aku meminta kepadaNya agar tidak membinasakan umatku dengan kemarau dan kelaparan, maka Dia mengabulkannya. Aku mohon kepadaNya agar tidak membinasakan umatku dengan menenggelamkan mereka, maka Dia pun mengabulkannya. Kemudian aku mohon kepadaNya agar tidak menjadikan umatku saling berperang (membunuh), namun Dia tidak mengabulkannya”. (HR Muslim).



Masjid Ghomamah



Masjid yang berukuran 26 x 13 meter persegi,  tinggi  12 meter dan dilengkapi 6 buah kubah dan menara ini terletak di sebelah barat daya  berjarak + 500 meter dari Masjid Nabawi. Masjid ini pertama kali dibangun oleh kholifah Umar bin Abdul Aziz. Bentuk bangunan masjid saat ini merupakan peninggalan jaman sultan Abdul Majid dari kerajaan Turki Usmani, dan direnovasi lagi pada masa raja Fahd pada tahun 1411 H.
Ghomamah artinya mendung atau awan tebal. Dulu di masa Rosuillloh, masjid ini merupakan alun-alun di tengah kota Madinah yang setiap datang Idul fitri dan idul Adh-ha digunakan untuk sholat 'Id. Pada saat jamaah merasa gelisah karena panjangnya khutbah beliau dan panasnya sinar matahari, tiba-tiba datanglah arak-arakan mendung atau awan tebal, sehingga mereka menjadi tenang dan betah mendengarkan khutbah beliau sampai selesai.


Masjid Abu Bakar Ash-Shiddiq






Masjid Abu Bakar ini terletak di arah barat daya + 290 m dari Masjid Nabawi dan 122  m dari Masjid Ghomamah. Menurut riwayat, di tempat ini dulu Nabi pernah sholat ‘Id, kemudian diikuti oleh Abu Bakar sewaktu menjadi kholifah.
Masjid ini dibangun pertama kali pada masa  Umar bin Abdul Aziz sewaktu  menjadi gubernur Madinah (87-93 H / 706-712 M). Kemudian direnovasi oleh sultan Mahmud II daeri dinasti Turki Usmani (1254 H / 1838 M).



Masjid Umar bin Khotthob



Masjid ini bertada pada jarak + 455 m arah barat daya Masjid Nabawi dan berjarak 200 m sebelah selatan Masjid  Abu Bakar. Menurut riwayat, di tempat ini dulu Nabi pernah menggunakannya sebagai tempat sholat ‘Id, kemudian diteruskan oleh Umar sewaktu menjadi kholifah.
Masjid ini didirikan oleh Syamsuddin Muhammad bin Ahmad As-Salawi tahun 1446 M/850 H. Kemudian direnovasi oleh Sultan Mahmud II dari Turki Usmani


Masjid Ali bin Abi Tholib


Masjid yang berlokasi di sebelah barat masjid Al-Ghomamah sejauh + 300 meter ini pertama kali didirikan oleh Umar bin Abdul Aziz sewaktu menjadi gubernur Madinah tahun 87-93 H (706-712 M) untuk menandai sebagai salah satu tempat yang dulunya pernah ditempati Rosululloh melakukan sholat ‘Id, dan sayyidina Ali bin Abi Tholib pun juga demikian. Kemudian  direnovasi beberapa kali dan yang terakhir dilakukan pada tahun 1990 M.



Masjid  Abu Dzar (Sajdah)



Lokasi Masjid Abu Dzar + 900 m sebelah utara Masjid Nabawi. Masjid ini disebut juga Masjid Sajdah. Menurut riwayat, ketika keluar rumah menuju ke kebun Abdurrahman bin Auf, Nabi  pernah sujud syukur di tempat itu lama sekali. Ketika ditanya, beliau menjawab bahwa Malaikat Jibril datang sambil memberi kabar gembira, bahwa Alloh berfirman : “Barangsiapa yang bersholawat atasmu (Muhammad), maka Aku (Alloh) bersholawat atasnya dan barangsiapa yang memberi salam kepadamu, maka Aku akan memberi salam kepadanya”, sehingga beliau perlu bersujud syukur.(HR Hakim). 



MKTS - 18. RENOVASI MENUJU MASJIDIL HARAM 2020



 Rosululloh ketika ditanya Abu Dzar, "Masjid apakah yang dibangun pertama kali di muka bumi?", beliau menjawab: "Masjidil Haram". Ditanya lagi, "Lalu masjid apa lagi?". "Masjidil Aqsho", jawab beliau. Ditanya lagi, "Berapa lama jarak pembangunan diantara keduanya?". "40 tahun", jawab beliau. (HR Muslim). 

Bentuk Masjidil Haram kuno

Atas dasar hadis itu, Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa pembangunan Masjidil Aqsho dilakukan oleh Nabi Ya'qub yang kemudian direnovasi kembali oleh Nabi Sulaiman. 
Maka jelaslah bahwa yang dimaksud dengan Masjidil Haram adalah masjid yang pertama kali dibangun pada masa Nabi Ismail dan Nabi Ibrahim, yakni 40 tahun sebelum dibangunnya Masjidil Aqsho.

Pada zaman Nabi Muhammad dan Abu Bakar, Masjidil Haram tidak terdapat dinding atau tembok. Luasnya seputar Ka'bah dan halaman tempat thowaf di sekelilingnya.
Pada masa Umar bin Khothob (tahun 17 H / 639 M), jumlah kaum muslimin semakin banyak sehingga Masjidil Haram terasa telalu sempit. Untuk itu beliau memperluasnya dengan cara membeli tanah milik penduduk sekitar. Kemudian dibuatkan bangunan tembok yang mengelilingi Masjid, dibuatkan pintu-pintunya dan melapisi lantai halaman thowaf dengan batu kerikil.
Masjidil Haram diperluas lagi pada masa kekhalifahan Usman bin Affan (26 H / 648 M), Abdullah bin Zubair (65 H / 685 M), Al-Walid bin Abdul Malik al-Umawiy (91 H / 709 M), dan Abu Ja'far al-Manshur al-Abbasiy (137 H / 755 M). Hasil perluasannya mencakup bagian Timur, utara dan barat Masjid, sehingga posisi Ka'bah tidak berada persis di tengah-tengah Masjid.
Pada masa khalifah Muhammad al-Mahdi bin Harun al-Rasyid al-Abbasiy (160 H / 777 M) diadakan perluasan lagi ke semua penjuru, sehingga posisi Ka'bah berada tepat di tengah Masjid. Bangunan Masjid hasil kerja keras Al-Mahdi mampu bertahan selama 810 tahun, sejak tahun 785 M sampai tahun 1571 M.  Bahkan beberapa tiangnya di bagian selatan masjid masih tegak berdiri sampai sekarang, lengkap dengan ornamen dan tulisan kaligrafinya.
Pada masa Al-Mu'tadhid Billah al-Abbasiy (897 M) dan Al-Muqtadir billah al-Abbasiy (918 M) diadakan perluasan bangunan Masjid.
Pada masa sultan Sulaiman Al-Qanuni al-Usmaniy (979 H / 1571 M), bangunan Masjid bagian timur mengalami keretakan. Beliau akhirnya memerintahkan untuk merenovasi secara total bagian tiang dan tembok Masjid yang retak. Usahanya ini selesai pada masa anaknya, sultan Murad (984 H / 1576 M). Pada periode ini tidak ada perluasan Masjid.
Masjidil Haram dulu sebelum perluasan Saudi

 Perluasan Saudi I. Sejak tahun 1948, Raja Abdul Aziz memerintahkan memperluas Masjidil Haram dan Masjid Nabawi, lalu diadakan survey dan perencanaan sampai beliau wafat 1953 M, dan pengerjaannya dimulai pada masa Raja Sa'ud bin Abdul Aziz tahun 1955 M oleh kontraktor Ben Laden, dengan melibatkan 55 ribu tenaga ahli dan kasar selama 20 tahun, dengan menelan biaya 1 milyar Riyal.

 
Perluasan Saudi II. Kondisi perluasan Masjidil Haram dan pengadaan fasilitas pada masa Raja Fahd bin Abdul Aziz sebagai berikut:
1.  Melengkapinya dengan ubin marmer, sistem pengeras suara dan pencahayaan, serta distribusi air minum zamzam.
2. Antara tahun 1988 - 1993 M, menambah bangunan 4 lantai antara Babul Umrah dan Babul Malik Abdul Aziz dengan luas 76.000 m2 (setiap lantai seluas 19.000 meter persegi), meliputi lantai bawah tanah, lantai dasar, lantai atas dan lantai atap. Jumlah tiang setiap lantainya 530 buah, di bagian bawahnya dilengkapi AC.
3.  Di sekeliling Masjid dibuatkan halaman dengan lantai marmer dingin bergaris untuk shaf shalat.
4.  Mendirikan 9 buah menara setinggi 89 meter. 8 menara berada di pintu masuk utama, seperti Babul Malik Abdul Aziz, Babul fath, Babul Umrah, Babul Malik Fahd (masing-masing 2 buah), dan satu buah di samping  Shofa.
5.    Pengadaan 7 buah tangga elektronik (lift) di tiap sudut Masjid untuk melayani  jamaah yang ingin shalat di lantai atas dan atap. Tiap lift dapat menampung 1500 orang per jam.
6.  Sentral Pendingin Udara (AC) berada di gedung 6 lantai di jalan Ajyad, 600 meter dari Masjid. Dari  gedung ini udara dingin disalurkan lewat terowongan ke satuan pendingin di bagian bawah tiang-tiang Masjid.
7. Bangunan toilet dan tempat wudhu 2 lantai di bawah tanah, berlapiskan marmer, dilengkapi peralatan modern dan kamar ganti pakaian,  terletak di depan halaman Babul Malik Abdul Aziz, di depan halaman Marwa, dan di dekat Pasar Seng. Untuk lelaki dan perempuan dibuat terpisah.
8.   Dibuatkan terowongan bawah tanah untuk saluran dan penampungan air sewaktu terjadi banjir di lokasi Masjid, dengan mesin pompa / peralatan modern
9.  Membuat jalan terowongan bawah tanah di sekitar Masjid untuk menghindari kemacetan lalu lintas yang menuju ke Masjid atau ke daerah sekitar.

Perluasan dan Renovasi besar-besaran Masjidil Haram terus dilakukan. Raja Abdullah bin Abdul Aziz yang saat ini berkuasa ingin menambah 35% kapasitas Masjidil Haram, sehingga Masjid yang seluas 350.000 meter persegi ini mampu menampung hingga 2 juta jamaah di dalam dan di luar Masjidil Haram. Dan diperkirakan setelah renovasi bisa menampung lebih dari 2 juta jamaah.  


Sejak tahun 2008, banyak perobahan terjadi di kota Makah. Belasan ribu bangunan hotel, rumah, toko, dan kantor yang terletak di sebelah barat dan utara Masjidil Haram, kini habis diratakan. Beberapa gedung yang saat ini masih tegak berdiri, beberapa tahun lagi menunggu giliran diratakan dengan tanah. 

        Mas'a dulu, 10 m x 2 = 20 m                                 Mas'a sekarang, 20 m x 2 = 40 m
 










 
Pemerintah Arab Saudi akan memperluas halaman masjid, membangun tempat parkir, dan membuat lokasi sa’i baru antara Bukit Shafa dan Marwah yang tadinya selebar 20 meter menjadi 40 meter, sehingga sempat menjadi perselisihan faham di kalangan ulama tentang sah atau tidaknya bersa’i di lokasi yang baru.





Kondisi pelataran thawaf saat ini (2012-2013) penuh dengan orang thawaf, seolah-olah tak mampu menampungnya. Namun untuk menambah kapasitas tempat tawaf, terutama untuk menghadapi musim haji 2013, dibuat area tawaf sementara yang mirip "cincin" besar yang melingkari Ka'bah. Area ini dibangun dengan sistem knock down sebanyak dua lantai yang akan dimanfaatkan selama renovasi. 


Shalat tarawih Ramadhan 1434 H/2013 M di Masjidil Haram


    

Bahkan beberapa tahun ke depan, kota Makah dengan Masjidil Haram sebagai pusatnya akan dipersiapan sebagai kota “futuristik”. Masjidil Haram, terutama di atas pelataran Ka’bah dan seluruh area thowaf  akan dipayungi dengan payung-payung elektrik raksasa, sehingga jamaah yang sedang thowaf tidak lagi tersengat sinar matahari ketika melakukan thowaf di siang hari. Demikian pula bangunan rumah, hotel, pertokoan, perkantoran dan lain-lain ditata sedemikian rupa sehinga benar-benar menjadi kota modern dan futuristik.

 
Renovasi ini bukan hanya dipusatkan di Tanah Haram Makah saja, tetapi terjadi juga di Mina, Musdalifah, dan Arafah, yang menjadi rangkaian tempat pelaksanaan ibadah haji. Tempat pelemparan jumrah ditata ulang demi keamanan jamaah haji. Jaringan transportasi juga akan dibangun mulai seputar Masjidil Haram hingga Arafah, Muzdalifah, dan Mina dengan “Kereta Listrik”.



 
MENUJU MASJIDIL HARAM 2020


Masjidil Haram saat ini