Al-Madinatul Munawaroh (disingkat Madinah) merupakan nama salah satu dari dua kota
suci umat Islam.
Pada masa Rosululloh dan Khulafaur Rasyidin, kota Madinah merupakan pusat dakwah dan pengajaran Islam,
sekaligus menjadi ibukota pemerintahan Islam pertama di dunia. Dari Madinah ini
agama Islam memancar ke seluruh semenanjung jazirah Arab, kemudian menyebar ke
seluruh dunia.
Selain Al-Madinatul Munawwarah, kota ini memiliki
beberapa nama lain, diantaranya Madinatun Nabi (kota Nabi Muhammad), Madinatur Rosul (kota Rosululloh),Thoyyibah (yang baik, suci), Thobah (yang
baik), dan lain-lain.
Batas-batas Kota Madinah
1. Daerah antara dua Labah (labatani/lahar).
Yang dimaksud dengan Labatani ialah dua harrah (harratani/dua kawasan berbatu
hitam); yaitu, Bagian Timur yang dahulu dikenal dengan nama Harrah Waqim, dan
di Bagian Barat yang dahulu dikenal dengan Harrah Wabarah.
2. Pengharaman daerah antara dua kawasan berbatu
hitam dan tiga lembah, yaitu jama' Tadharu`, jama' Ummu Khalid dan jama' Aqil
atau Aqir, yaitu pegunungan yang membentang dari lembah Aqiq sebelah Barat
sampai ke sumur Urwah (dekat Universitas Islam Madinah).
3. Pengharaman daerah antara Tsur dan Ir.
* Tsur adalah bukit kecil yang terletak di belakang gunung Uhud,
berwarna merah. Di belakang bukit ini sekarang terdapat jalan ke arah Pelabuhan
Udara.
* Ir adalah
gunung hitam yang besar yang mengarah ke Barat Daya dari Zulhulaifah (Bir Ali).
Pada lereng sebelah Baratnya melintas jalan Hijrah yang merupakan jalur cepat.
Kondisi Georafis dan Cuaca Kota Madinah
Madinah
yang berjarak 498 dari arah utara kota Makkah ini tanahnya terkenal subur dan
banyak terdapat sumber-sumber air. Tidak seperti tanah Makkah yang sebagian
besar berupa bebatuan gunung dan kondisinya benar-benar gersang. Karena
kesuburan tanahnya ini, di Madinah terdapat banyak areal pertanian dan
perkebunan.
Kondisi cuaca di Madinah sama seperti cuaca di Arab Saudi pada
umumnya yang selalu berubah berdasarkan musim. (Lihat kondisi cuaca kota Makkah
di muka). Bila dibanding dengan Makkah,
udara kota Madinah lebih enak dan sejuk.
Sejarah kota Al-Madinah Al-Munawwarah
Masyarakat Madinah sebelum Islam. Kota Madinah
sebelum peristiwa hijrah disebut Yatsrib. Sebelum Islam datang,
kota ini dihuni oleh dua bangsa, yakni bangsa Arab dan Yahudi.
Bangsa Arab yang tinggal di
Yasrib terdiri dari penduduk setempat (badui) dan pendatang dari Yaman pasca
jebolnya bendungan Ma'rib. Arab pendatang ini lalu membentuk dua kabilah
: Aus dan Khazraj, yang sering bentrok dan bertikai hanya karena
masalah sepele. Permusuhan ini semakin diperparah dengan hasutan dan adu domba
(devide et empire) bangsa Yahudi yang sangat berambisi untuk menguasai
kehidupan politik dan ekonomi masyarakat Yasrib.
Sedangkan Yahudi
Yasrib berasal dari Palestina yang sengaja eksodus (pindah) ke Yasrib
pada tahun 70 masehi untuk menyelamatkan diri dan agamanya dari pembunuhan dan
usaha kristenisasi oleh kaum nasrani, sebagai balasan atas sikap bangsa yahudi
yang sangat kasar terhadap Nabi Isa dan Siti Maryam. Bahkan bangsa Yahudilah yang mendorong
tentara Romawi Bizantium mengejar, membunuh dan menyalib nabi Isa al-Masih. Di kota Yasrib ini, bangsa yahudi terkelompok menjadi tiga
kabilah besar, yakni kabilah bani Nadhir, bani Quraidhah dan bani
Qoinuqo'.
Bangsa Yahudi Yasrib sangat giat berusaha dengan berbagai cara
untuk menguasai perekonomian Yasrib. Sampai pada suatu saat, bangsa Yahudi yang
minoritas ini merasa khawatir kedudukan perekonomiannya disaingi oleh kabilah
arab yang menjadi penduduk mayoritas. Untuk itu, mereka mengadu domba
kabilah-kabilah arab yang sebelumnya sudah ada bibit-bibit permusuhan, terutama
kabilah Aus dan Khozraj, sehingga mereka sibuk dengan peperangan
dan lupa dengan urusan ekonomi dan perdagangannya. Dalam jangka waktu yang panjang,
bangsa Yahudi berhasil menguasai perekonomian, sehingga kedudukan mereka di
Yasrib semakin kuat dan mapan.
Permusuhan antara kabilah Aus dan Khazraj berlangsung sangat
lama. Beberapa tahun sebelum Rasulullah hijrah ke kota Yasrib, kedua kabilah ini berada pada puncak
ketagangan, sampai terjadi peperangan hebat, yang disebut perang
"Buwath". Sangat beruntung, beberapa tokoh dari kedua pihak berhasil
menyadarkan mereka tentang betapa pentingnya hidup berdampingan secara damai
dengan sesama bangsa arab, daripada berdampingan dengan bangsa Yahudi yang
suka mengadu domba mereka.
Agama dan Keyakinan Penduduk Yasrib. Masyarakat Yahudi beragama Yahudi dan masyarakat mayoritas
(bangsa arab) beragama paganisme (penyembah berhala). Hanya saja, karena di
Yasrib tidak ada pusat peribadatan semacam Ka'bah, kaum paganis Madinah ini
setiap tahunnya datang ke Makkah untuk mengikuti upacara tradisional haji,
sekaligus bertujuan mencari dukungan politik dari suku Quraisy untuk
mengalahkan bangsa Yahudi.
Namun dalam menyambut kedatangan agama Islam yang sudah muncul
di Makkah, sikap dan kondisi keberagamaan bangsa Arab Yasrib masih lebih baik
daripada arab Makkah. Kalau arab jahiliyah Makkah sangat memusuhi dakwah Islam.
Sedangkan Arab Yasrib sangat toleran dan tidak memusuhi, bahkan lebih cepat
menerima dakwah Islam. Hal ini disebabkan karena:
1. Arab
Yasrib hidup berdampingan dengan bangsa Yahudi. Mereka sering berdialog atau
mendengar dari bangsa Yahudi tentang kebaikan agama tauhid (monotheisme) dan
tercelanya agama paganisme (agama berhala), serta mendengar kabar tentang akan
datangnya Nabi akhir jaman yang akan menghancurkan agama paganisme.
2. Peperangan
yang berkepanjangan terutama antara kabilah Aus dan Khazraj membuat mereka
menaruh harapan besar terhadap seorang tokoh seperti yang diceritakan orang
Yahudi, yang mampu mempersatukan mereka dan mampu membuat kehidupan mereka
tentram, damai dan lebih berkualitas daripada orang-orang Yahudi.
Pada tahun ke-11 masa kenabian (620 M), saat berhaji di Makkah,
beberapa orang Arab Yasrib menyaksikan beliau di daerah Aqobah (Mina) yang giat mendakwahkan kenabiaannya
dan mengajak mereka agar meng-Esakan Allah semata dan meninggalkan penyembahan berhala. Hal ini membuat
mereka saling bertanya dan menerka-nerka, barangkali dia (Muhammad) inilah yang
sering diceritakan oleh orang Yahudi itu sebagai Nabi Akhir Zaman. Sepulangnya
dari haji, peristiwa ini diceritakan kepada penduduk Madinah.
Bai'atul Aqobah. Pada
tahun ke-12 masa kenabian (621 M), saat menghadiri musim haji, 12 orang kabilah
Khazraj bertemu dengan Nabi di Aqobah, lalu masuk Islam dan mengucapkan bai'at atau ikrar
yang isinya : 1) tidak menyekutukan
Allah, 2) tidak mencuri, 3) tidak
berzina, 4) tidak membunuh
anak-anak, 5) tidak menghasud dan
memfitnah, 6) tidak mendurhakai beliau.
Beliau
kemudian mengutus sahabat Mush'ab bin Umair ke Yasrib untuk mengajari mereka tentang agama Islam. Perilaku
Mush'ab yang
terpuji membuat banyak penduduk Yasrib tertarik memeluk agama Islam. Mereka
rindu bertemu dengan Nabi Muhammad.
Pada tahun ke-13 masa kenabian (622 M), saat musim haji,
semakin banyak orang Yasrib yang ikut ke Makkah. Tidak kurang dari 75 orang (73
lelaki dan 2 wanita). Mereka menemui Nabi di Aqobah, lalu masuk Islam dan meminta beliau bersedia pindah (hijrah) ke Yasrib.
Untuk menanggapi keseriusan permohonan mereka, Nabi lalu membai'at mereka, yang isinya mereka berikrar akan membela mati-matian dan
melindungi keselamatan diri beliau dan agama Islam dari gangguan siapapun.
Pernyataan Sumpah setia atau ikrar ini terkenal dengan sebutan "Bai'atul
Aqobah Kedua".
Masjid Ba'ah di Mina
Berhijrah ke Madinah. Pasca
Bai'atul Aqabah Kedua ini, masyarakat Yasrib semakin antusias dan rindu
dengan kehadiran Nabi.
Setelah melihat pertanda baik perkembangan Islam di Yasrib, beliau mendorong para sahabat agar berhijrah ke Yasrib, dengan
harapan agar kehidupan mereka dan agama Islam lebih baik, serta jauh dari
gangguang kafir quraisy. Kemudian mereka berhijrah ke Madinah secara
bergelombang.
Beberapa faktor yang mendorong Nabi memilih kota Yasrib/Madinah sebagai tempat hijrah antara lain
:
1). Yasrib
adalah tempat yang paling dekat dengan Makkah
2). Sebelum
menjadi Nabi, beliau berhubungan baik dengan penduduk Yasrib, karena kakek beliau
(Abdul Muthalib) memiliki seorang isteri dari Yasrib.
3). Penduduk
Yasrib dikenal berakhlak mulia dan memiliki sifat lemah lembut.
4). Beliau
memiliki kerabat di Yasrib, yakni Bani Najjar.
5). Penduduk
Yasrib lebih cepat menerima Islam dan sanggup membela mati-matian
6. Bagi Nabi sendiri, berhijrah ke Yasrib merupakan perintah Allah.
Rosululloh sampai di Madinah. Setelah mengarungi lautan padang pasir yang sangat luas dan
panas, Nabi yang
ditemani Abu Bakar tiba
di desa Quba', yakni suatu desa kira-kira 10 km dari kota Madinah pada hari
senin tanggal 8 Rabi'ul Awwal tahun 1 hijriyah (20 september 622 M). Beliau menginap selama empat hari. Di desa ini beliau mendirikan masjid yang pertama kali dalam sejarah Islam, yakni
"Masjid Quba". Di desa Quba ini pula Sayyidina Ali bin Abi
Thalib berhasil menyusul Nabi setelah barang-barang titipan kafir Quraisy (yang dititipkan kepada Rosululloh) dikembalikan Ali kepada pemiliknya di Makkah.
Sambutan hangat masyarakat Madinah. Kerinduan penduduk Yasrib kepada Nabi benar-benar memuncak setelah terdengar berita hijrahnya.
Setiap hari mereka pergi ke perbatasan kota untuk mencari tahu. Tepat pada hari
jum'at tanggal 12 Rabi'ul Awwal tahun 1 haijriyah (24 September 622 M)
Rosululloh, Abu
Bakar dan Ali memasuki wilayah perbatasan kota. Segeralah mereka memberitahukan
kepada penduduk kota, sehingga hampir seluruh penduduk kota Yasrib mulai dari
anak-anak, kaum wanita, para budak, para pemuda sampai orang-orang tua, baik
yang muslim maupun yang non-muslim, mereka berduyun-duyun menyambut Nabi secara meriah di wilayah perbatasan kota. Berbagai pujian dan
syair "Thola'al Badru 'alaina, min Tsaniyyatil Wada…" mereka
dendangkan bersama, lengkap dengan iringan musik rebana dan tarian tradisional.
Para Tokoh masyarakat berlomba-lomba menawarkan kesanggupannya
untuk melindungi dan menawarkan tempat tinggal dengan segala fasilitasnya.
Namun beliau lebih memilih membeli sebidang tanah milik dua anak yatim yang
bernama Sahal dan Suhail bin 'Amr untuk bangunan masjid dan calon
rumah beliau. Sambil menunggu berdirinya masjid dan rumah, beliau menginap di
rumah tokoh Madinah, Abu Ayyub Khalid bin Zaid al-Anshari.
Peta posisi Masjid Nabawi di tengah kota Al-Madinah Al-Munawwarah:
Setelah tinggal beberapa hari, beliau lalu mengganti nama kota Yasrib menjadi "Al-Madinatul
Munawwarah", yang berarti kota yang bercahaya. Karena dari kota ini
agama Islam memancarkan cahaya iman yang menerangi dunia.
Langkah-langkah strategis yang beliau lakukan setelah menetap
di Madinah Al-Munawwarah untuk mendukung kesuksesan tegaknya risalah Islam
adalah :
a. Mendirikan
Masjid, sebagai sarana membina hubungan manusia dengan Allah, dan
antar manusia. Mula-mula mendirikan masjid Quba’, lalu masjid Nabawi Madinah
b. Memperkokoh
hubungan intern umat Islam (ukhuwwah Islamiyah), dengan cara
mempersaudarakan kaum Muhajirin dan Ansor, sehingga
terjadilah takaful ijtima’i (jaminan sosial, solidaritas, sepenanggungan,
saling tolong-menolong). Persaudaraan yang dibangun Rasululah SAW adalah berdasarkan agama, menggantikan persaudaraan
berdasarkan kesukuan yang berjalan sebelum itu. Melalui semangat itu, Rasulullah SAW
berhasil membangun kota Madinah dalam sebuah entitas yang penuh kedamaian,
keamanan, adil dan sejahtera, padahal sebelumnya telah terjadi konflik sangat
sengit yang berlangsung sejak
lama (sekira 120 tahun) antara dua suku (qabilah) besar, yaitu Aus dan Khazraj.
c. Menyusun
perjanjian (dustur) dengan ditandatanganinya Piagam Madinah sebagai regulasi
tata kehidupan yang plural,
baik antara kaum muslimin (Muhajirin dan Anshar) di satu pihak, maupun antara kaum muslimin dengan umat-umat lainnya
(termasuk Yahudi) di pihak lain yang menjelaskan berbagai hak dan kewajiban
sebagai warga negara. Mengatur
hubungan antar umat beragama (muslim dan Non Muslim) didalam sebuah Negara
Islam Madinah.
Terbentuknya
Negara Madinah. Untuk menciptakan kehidupan masyarakat Madinah yang
bersatu, aman, tentram, damai dan sejehtera, serta bebas dari berbagai
gangguan, baik yang datang dari dalam maupun luar Madinah, maka beliau e menerapkan langkah strategis : menjalin hubungan dengan
masyarakat non-muslim di Madinah, terutama dengan kaum Yahudi.
Mereka diajak berkumpul dan berunding dalam rangka merumuskan
perjanjian dan kesepakatan bersama untuk dapat hidup berdampingan secara damai.
Kesepakatan ini kemudian dirumuskan dalam bentuk "undang-undang" yang lebih dikenal
dengan Piagam Madinah pada tahun ke-2 hijriyah (623 M).
Diantara pokok-pokok isi Piagam Madinah adalah :
1. Kaum
muslimin dan kaum Yahudi sebagai penduduk Madinah harus hidup ber dampingan
secara damai, tidak saling bermusuhan.
2. Kaum
muslimin dan Yahudi bebas memeluk dan menjalankan ibadah agamanya.
3. Jika
salah satu pihak diserang musuh dari luar, maka pihak yang lain wajib membantu
pihak yang diserang.
4. Kaum
muslimin dan kaum Yahudi harus saling nasehat-menasehati dan tolong menolong
dalam rangka menjalankan kebaikan demi kepentingan bersama.
5. Muhammad
Rosululloh adalah
pemimpin umum masyarakat Madinah. Jika terjadi perselisihan antara kaum
muslimin dan kaum Yahudi atau antar anggota masyarakat, maka penyelesaiannya
dikembalikan kepada beliau selaku pemimpin tertinggi.
Piagam Madinah
merupakan bentuk Proklamasi berdirinya sebuah negara modern, Negara Madinah yang demokratis yang menjamin
kebebasan beragama bagi warganya, dengan menjadikan Nabi Muhammad sebagai “Kepala Negara”.
Sepeninggal Rosululloh, kepemimpinan Negara Madinah dilanjutkan oleh Khulafaur
Rasyidin, yakni Abu Bakar as-Shiddiq, Umar bin Khotthob, Usman bin 'Affan dan
Ali bin Abu Tholib. Setelah masa Khulafaur Rasyidin itu, bentuk Negara
Islam bukan lagi negara demokratis, akan tetapi berbentuk Monarki
(kerajaan) dan kota Al-Madinah Al-Munawwarah tidak lagi dijadikan
sebagai Ibukotanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar