Kamis, 17 Oktober 2013

MKTS - 20. KAWASAN TANAH MINA DAN MUZDALIFAH


Sejarah Mina


 Mina merupakan tanah padang di kawasan Tanah Haram yang panjangnya + 3,5 km, terletak diantara dua bukit di kawasan perbukitan antara Makkah dan Muzdalifah.
Dengan pertumbuhan penduduk dan kota, serta perkembangan jamaah haji saat ini, kedua kota Mina dan Makkah hampir bersambung. Mina dicapai dari kota Makkah (arah timur laut Masjidil Haram) melewati jalan tol yang luas dan bebas hambatan sepanjang 7 km (4 km  melewati terowongan).  
Kata "Mina" artinya pengharapan. Diartikan demikian karena menurut riwayat, di kota ini Nabi Adam pernah mendapat bisikan akan memperoleh harapan untuk bertemu kembali dengan isterinya.  Tidak begitu lama setelah itu, dengan izin Alloh, beliau benar-benar bertemu dengan Hawa', tepatnya di atas Jabal Rahmah.
Orang-orang Arab menyebut suatu tempat yang dijadikan berkumpulnya orang banyak dengan sebutan Mina. Sehubungan dengan ini, Mina memang ditetapkan sebagai tempat menginap (mabit) dan berkumpulnya seluruh jamaah haji setelah selesai dari wuqufnya di 'Arafah, untuk melanjutkan prosesi manasik haji berikutnya, yakni melontar jumrah pada tangal 10 s/d 13 Dzulhijjah, dan sebagai tempat menginap pada hari tanggal 8 Dzulhijjah (sebelum berangkat ke 'Arafah pada pagi harinya) bagi jamaah haji yang melaksanakan program tarwiyah.

Mina dapat berarti tempat menumpahkan darah binatang. Dan kenyataannya, Mina merupakan tempat penyembelihan binatang korban di hari-hari nahr. 
Tempat-tempat penting di Mina antara lain  Jamarat, Masjid al-Khaif, Masjid al-Bai'ah,  Manhar (Tempat penyembelihan binatang), lembah Muhassir.

Jamarat : Tempat Pelemparan Jumroh
Kata Jamarot merupakan bentuk jamak dari kata Jumrah, yang berarti kumpulan batu-batu kecil (kerikil). Namun kata Jamarot akhirnya menjadi nama tempat pelemparan batu-batu kerikil (7 butir) oleh seluruh jamaah haji pada tanggal 10, 11, 12 dan 13 Dzulhijjah. 

Jamarot terdiri dari Jumrorul Ula, Jumrotul Wustho dan Jumrotul Aqobah. Dalam kondisinya sekarang, ketiga jumroh ini berupa bangunan tugu batu dengan ukuran tebal + 2 meter dan panjang  + 15 meter. Ketiganya terletak di daerah Mina.
Jumrotul Ula (jumrah pertama) disebut juga Jumrah shughro (jumrah kecil). Lokasinya di dekat Masjid Al-Khaif. Jumrotul Wustho (Jumroh tengah) disebut juga Jumroh tsaniyah (jumroh kedua), lokasinya di tengah-tengah antara Jumrotul Ula dan 'Aqabah, jaraknya + 150 meter dari Jumrotul Ula. Sedangkan Jumrotul 'Aqobah (jumroh besar) disebut juga Juimroh Tsalitsah (jumroh ketiga), lokasinya di dekat pintu gerbang kota Mina, berjarak + 190 meter dari Jumrotul Wustho.
Ketiga tugu Jamarot tersebut sebagai simbol dari setan yang sengaja didirikan untuk memperingati Nabi Ibrahim dalam usahanya mengusir dan melawan setan yang berusaha hendak menggagalkannya untuk melaksanakan perintah Alloh menyembelih putranya, Isma'il. Peristiwa ini kemudian diabadikan Alloh sebagai salah satu dari rangkaian manasik haji (Masya'irul Hajji), yang disebut "Melempar Jumroh".
Makna simbolik pelemparan jumroh. Melempar jumroh sebagai simbol memerangi dan mengusir setan. 7 kali lemparan batu sebagai simbol jumlah hari dalam seminggu. Nabi Ibrohim, Nabi Isma'il dan Siti Hajar merupakan simbol orang yang beriman dan bertaqwa dari berbagai jenis kelamin dan tingkatan usia (tua-muda, besar kecil, pria-wanita). Terkandung suatu makna, bahwa dalam rangka melaksanakan semua perintah Alloh dan menjauhi semua larangan-Nya, seluruh kaum beriman harus berusaha sekuat tenaga berperang melawan gangguan setan setiap waktu selama 7 hari dalam seminggunya. Artinya, tidak ada waktu dan hari libur untuk memerangi setan. 




Masjid Al-Khaif



Masjid Khaif berlokasi di kaki gunung selatan Mina, dekat dengan tempat  pelemparan jumroh Ula. Di halaman masjid terdapat kubah cukup besar dan di tempat ini dulu pernah didirikan kemah Rosululloh. Di kemah ini beliau shalat 5 waktu (pada hari tarwiyah, 8 dzulhijjah) dan berkhutbah sewaktu haji wada’. Demikian pula para Nabi sebelumnya.
Abdurrahman bin Mu'adz menceritakan, bahwa Rosululloh pernah berkhutbah di sana. Beliau memerintahkan kaum muhajirin datang ke masjid, dan mereka berdatangan dari arah depan masjid. Kemudian menyuruh kaum anshar datang, dan mereka berdatangan dari arah belakangnya. Sejak saat itu, masjid ini didatangi orang banyak. (HR Abu Dawud).


Masjid Bai’ah

 

Masjid al-Bai’at terletak di Mina, 7 km dari Makkah, berjarak kurang lebih 300 meter dari Jumrah Aqabah. Masjid ini mempunyai nilai penting dalam sejarah perkembangan Islam, karena di tempat ini Rosulalloh menerima bai’at 12 orang laki laki  dari kabilah Aus dan Khazraj yang datang dari Madinah. Mereka bertemu dengan Rosulalloh di Aqobah dan menggelar bai’at untuk beriman kepada Allah dan Rasul Nya, tidak mempersekutkan Nya, menta’ati perintah-Nya dan menjauhkan larangan-Nya. Baiat ini dinamakan baiat Al-Aqobah pertama terjadi pada tahun 12 H.
Di tempat ini pula pada tahun 13 H, missi dari kota Yatsrib (Madinah) yang berjumlah 73 orang laki laki dan 2 orang perempuan datang kembali menghubungi Nabi saw untuk bertemu di Aqobah. Rosulalloh datang bersama pamannya Abbas menggelar bai’at kedua di Aqobah. Di sana terjadi kesepakatan untuk melindungi Rasulallah saw jika berhijrah ke Madinah, memerangi orang yang memerangi mereka dan berdamai dengan orang yang ingin berdamai dengan mereka. Rosulalloh meminta kepada missi dari Yatsrib agar memilih 12 orang diantara mereka berbaiat dengan apa apa yang telah disepakati. Dan dipilihlah 9 orang dari kaum Khazraj dan 3 orang dari kaum Aus. Bai’at ini dinamakan Baiat Al-Aqobah kedua.


Lembah Muhassir dan Terowongan Mu’ashim
Lembah Muhassir atau Wadi Muhassir terletak di antara Muzdalifah dan Mina. Muhassir diambilkan dari kata "Hasr" yang artinya lemah, lemas, tak kuat.

 Kata Ibnu Taimiyah, lembah itu dinamakan demikian karena di lembah inilah gajah-gajah tunggangan tentara pimpinan Abrahah tiba-tiba lemas dan tidak mampu bergerak untuk melanjutkan perjalanannya menyerang Ka'bah. Dan di tempat ini pula para tentara tersebut dihancurkan Alloh. Bagi jamaah haji yang melewati lembah ini (dari Muzdalifah ke Mina) disunnahkan mempercepat jalannya dan kendaraannya.
Terowongan Mu'ashim yang lebih dikenal dengan Terowongan Mina ini berjarak 15 km sebelah timur dari kota Makkah  dan 2,5 km dari lokasi jamarat. Di sekitar terowongan merupakan lokasi perkemahan (mabit) jamaah haji dari Indonesia dan Asia Tenggara. Terowongan inilah yang dilewati jamaah haji Indonesia setiap kali melempar jumroh.

Terowongan Mu'ashim menjadi terkenal setelah terjadi tragedi Mina pada musim haji 1411 H tanggal 2 Juli 1990 yang memakan korban tidak kurang dari 1.400 orang didalam terowongan ini, 659 orang diantaranya berasal dari Indonesia. Diantara penyebabnya karena terowongan ini merupakan satu-satunya terowongan yang menghubungkan lokasi perkemahan dengan jamarat, dan digunakan untuk dua arus bolak-balik. Saat itu  jumlah jamaah yang masuk terowongan luar biasa banyaknya, penuh sesak dengan para jamaah haji yang hendak pergi ke jamarat dan yang kembali ke perkemahan, sehingga ketika terjadi kecelakaan, yakni ketika 7 orang jatuh dari jembatan di mulut terowongan, terjadilah kepanikan. Mereka yang sudah berada didalamnya tidak bisa bergerak. Jamaah yang lemah fisik jatuh terinjak-injak, lalu mati.
Setelah tragedi ini, Pemerintah Arab Saudi membuatkan satu terowongan lagi di sebelahnya yang dikerjakan dalam waktu kurang dari satu tahun.  Pada musim haji tahun 1991 sampai sekarang, terowongan Mu’ashim tidak lagi angker. Para jamaah yang pergi ke jamarat dan kembali lagi ke perkemahan terasa aman melewati terowongan yang berbeda. Didalam kedua terowongan ini dilengkapi dengan lampu penerangan yang cukup, blower penyedot udara dan kipas angin yang begitu banyak.

MUZDALIFAH
Muzdalifah" merupakan isim fa'il dari fi'il madhi "izdalafa" yang artinya maju dan mendekat. Dinamakan demikian karena jamaah mendatangi Muzdalifah pada permulaan atau tengah malam, atau karena tempat ini jaraknya sangat dekat dengan Mina.

 Menurut riwayat, Nabi Adam dan siti Hawa saling mendekat dan berkumpul di Muzdalifah beberapa saat setelah keduanya bertemu di Jabal Rahmah (padang Arafah).
Muzdalifah terletak diantara Mina dan Arafah. Batas-batasnya ialah dari lembah Muhassir sampai al-Ma'zamah (dua bukit yang saling berhadapan, yang dipisahkan dengan jalan) sepanjang 4 km, dengan luas seluruhnya 12,25 km persegi.
Di Muzdalifah ini para jamaah haji melakukan mabit (menginap) minimal sampai tengah malam sebelum melanjutkan perjalanan ke Mina. Rosululloh sendiri berangkat dari 'Arafah menuju ke Muzdalifah setelah matahari tenggelam (waktu maghrib) dan menginap di tempat ini sampai pagi hari (subuh). Beliau juga menjamak ta'khir maghrib dan isya' di tempat ini.

Masjid Masy'aril Haram



Masjid Masy’aril Haram terletak di Muzdalifah, berjarak 5 km dari Masjid Al-Khaif di Mina dan 7 km dari Masjid Namirah di Arafah. Kondisi masjid saat ini diperluas dengan halamannya yang begitu luas untuk mabit. Panjang masjid 90 m (dari arah timur ke barat), lebarnya 56 m, dengan luas seluruhnya 5040 m persegi, sehingga mampu menampung 12.000 jamaah. Masjid ini dilengkapi dengan fasilitas AC, air bersih, toilet, kamar mandi dan pelayanan kesehatan.  














Tidak ada komentar: