Minggu, 18 Oktober 2020

Mahabbah dan Mensuriteladani Kesuksesan Dakwah Rasululloh SAW

 Ceramah Alm. KH. Ali Maksum pada Pengajian Maulid Nabi Muhammad SAW

Di PP. Darul Rahman Jakarta Selatan (15 Robiul Akhir 1408 H./6 Desember 1987 M.)

 


Rasa mahabbah terhadap Rasulullah SAW. adalah masalah yang sangat prinsipil.Mengapa begitu? Ya, karena iman kita tidak akan ada artinya bila belum menempatkan Rasullulah SAW. sebagai orang yang paling dicintai dan disayangi. Sebab Rasulullah adalah penunjuk ke jalan yang benar dan penegak keadilan. Tanpa terutusnya beliau kita akan sesat dan tidak akan bisa selamat.

Karena teramat prinsipilnya rasa mahabbah tersebut, maka wajarlah bila orang yang memilikinya akan mendapat kemulyaan di sisi Allah SWT. Pernah suatu saat ada seorang Badui datang dari dusun pedalaman dengan pakaian yang compang-camping, kancing baju terlepas, rambut tanpa terjamah sisir, dan kaki bertelanjang tanpa alas. Di hadapan Rasullulah SAW ia bertanya, “Muhammad, kapan kiamat? Kapan terjadi kiamat?”. Nabi tertegun dibuatnya, ada orang kok menanyakan datangnya kiamat. Lalu Rasulullah SAW bertanya, “Lho, anda datang tanya kiamat, apakah anda telah siap dengan amal yang banyak?”. Lelaki Badui itu menjawab, ”Ya Rasulullah, saya ini orang dusun yang mengenal Islam belum lama, shalat belum sempurna, puasa belum sempurna, shadaqah-zakat belum, apalagi haji, karena saya orang melarat. Namun begini Rasul, saya cuma bermodalkan satu, yaitu saya senantiasa berangan-angan, melamun, kapan saya dapat bertemu Muhammad Rasullulah. Jadi cuma rasa mahabbah kepada engkau wahai Rasul.” Rasulullah kemudian menyahut,”Engkau akan bersama dengan orang yang engkau cintai”.

Rasa mahabbah kepada Rasulullah merupakan salah satu syafa’at nyata. Tak ada kecualinya bagi Abu Lahab, dia adalah orang kafir yang sangat memusuhi Rasulullah, sehingga disebut, diolok-olok dan dicaci maki namanya dalam Al-Qur’an yang dibaca oleh umat Islam seluruh dunia sebagai ibadah yang besar sekali pahalanya. Namun dengan hanya sedikit bukti rasa mahabbah dan gembira atas kelahiran Rasullulah, yaitu waktu mendengar Rasulullah lahir, dia gembira dan berjingkrak-jingkrak, sampai-sampai Ummu ‘Aiman yang membawa berita kelahiran Rasulullah mendapatkan anugerah dimerdekakan. Hanya karena sedikit rasa mahabbah itulah, Abu Lahab dikeluarkan dari siksa neraka pada setiap hari Senin, hari kelahiran Rasul SAW, semacam liburan dari siksa.

Cukupkah orang yang mengaku cinta, apalagi cinta kepada Rasul hanya mengatakan, “AKU CINTA PADAMU”.

Tidak, tidak cukup! Akan tetapi harus disertai bukti yang nyata. Harus ada alasan yang rasional dan ma’qul. Seperti seorang shufiyah Rabi’ah Al-Adawiyah, saking cintanya kepada Allah SWT, sampai ia bersyair :

Aku cintai Engkau dengan dua cinta

Cinta asmara dan cinta memang Engkau selayaknya dicintai

Adapun cinta asmara, aku senantiasa mengingat-Mu dan melupakan selain Kau

Adapun cinta yang memang Engkau selayaknya dicintai,

Kau telah membuka tabir diriku, sehingga aku tahu siapa Engkau

Tiada pantas puji untukku dalam ini dan itu,

Tapi puji adalah untuk-Mu dalam segal-galanya

Jadi Rabi’ah Al-Adawiyah mencintai Allah SWT dengan dua macam cinta. Pertama : yang irasional, yaitu dorongan asmara yang biasanya diwujudkan dalam lamunan, khayal dan impian. Kedua : yang rasional, yaitu melihat dengan rasa kagum terhadap sifat-Nya, sehingga dengan cinta inilah, Rabi’ah patuh dan taat terhadap segala perintah dan larangan-Nya.

Begitu juga halnya dalam mencintai terhadap Rasulullah SAW, dengan dua macam cinta. Pertama karena dorongan asmara. Manifestasi dari rasa cinta ini dapat terwujud antara lain : kita senantiasa mengingatnya, yaitu dengan memperbanyak membaca sholawat dan mengamalkan apa yang tertera dalam Qasidah Barzanji, Diba’iy. Jadi orang yang paling kikir bagi Rasulullah adalah orang yang paling enggan membaca sholawat, apalagi sampai antipati terhadap sholawat.

Berbicara tentang cinta itu memang asyik. Karena hanya satu patah kata, yaitu CINTA, maka jarak jauh bisa menjadi dekat, gunung dapat meletus dan bumi bisa dilipat. Dikatakan bahwa orang itu akan selalu taat kepada siapa yang ia cintai Bahkan saking cintanya dia dalam taat sampai kehilangan kontrol diri. Bagaimana tidak, misalnya seorang pemuda yang karena mencintai gadis, maka apa pun ia lakukan untuk dapat bertemu dan mendapatkannya. Hujan tidak jadi soal, petir yang menyambar-nyambar tidak terdengar, gelap gulita bukan rintangan, bahkan sakit bisa menjadi sembuh seketika. Lapar dan haus tidak terasa. Yah, memang cinta itu segala-galanya. Orang sudah sering bilang : Love is blind! (cinta itu buta-red). Karena cinta maka sentuhan jadi nikmat dan ludah terasa buah.

Ada cerita, seorang pemuda mendapat surat dari kekasihnya, belum lagi surat itu dibuka, perangko dilepas lalu ditelan. Dalam membalas surat itu, dinyatakan bahwa perangkonya telah ia telan. Justru ia menelannya karena berkeyakinan bahwa waktu menempelkan dulu memakai ludah kekasihnya. Jadi hitung-hitung menelan ludah kekasihnya walaupun sudah kering. Selanjutnya dalam surat balasan kekasihnya, dinyatakan terima kasih atas kemurnian cintanya. Tapi ma’af, bahwa yang menempelkan perangko dulu bukan dia sendiri, akan tetapi tukang becak sebelah rumah yang disuruh untuk mengeposkan. Karuan saja pemuda tadi nyengir kecut.

Nah, mestinya tingkat cinta seperti itu dapat kita terapkan dalm mencintai Nabi SAW. Kita harus taat penuh dan selalu teringat kepada beliau, juga sering menyebut-nyebut nama beliau. Bahkan sahabat Bilal pernah diperintah membuang kencing Nabi, tetapi setelah dibawa pergi ternyata diminum , bukan dibuang. Ketika ditanya, Bilal menjawab bahwa perbuatan itu dilakukan karena cintanya kepada Nabi SAW.

Diantara perwujudan dari cinta, ia senantiasa mengimpi-impikan untuk bertemu dalam impian. Maka dalam hal cinta kepada Nabi SAW juga harus begitu, apabila kita bertemu dengan Nabi SAW, maka itulah rupa Nabi Muhammad yang sebenarnya. Beliau pernah bersabda yang artinya, “Barang siapa mimpi bertemu aku, maka sungguh ia telah tahu kenyataan (itulah saya yang sebenarnya), karena syetan tidak dapat menyerupai saya.” Dan orang yang mimpi bertemu Rasulullah SAW itu sebagai tanda alamat bahwa Insya Allah termasuk ahlul jannah , sebab Rasulullah pernah bersabda yang artinya : “Barang siapa bermimpi ketemu aku dalam tidurnya, maka akan bertemu aku di sorga.”

Maka kesimpulan dari rasa mahabbah terhadap Rasulullah itu mengandung beberapa keuntungan, diantaranya :

1. Dengan rasa mahabbah kepada Rasulullah, maka akan membuat kita ringan dalam menjalankan segala apa yang dikatakan beliau.

2. Dengan rasa mahabbah kepada Rasulullah, maka kita pasti dapat mimpi bertemu Rasulullah SAW.

Yang perlu menjadi catatan bagi generasi muda, generasi penerus adalah bagaimana perjuangan Rasulullah. Bagaimana prinsip dalam berjuang yang memang dituntut untuk menirunya. Mengapa Rasulullah seorang anak yatim, penggembala kambing, seorang diri dapat sukses dengan gemilang dalam perjuangan, dapat merubah dunia tradisional jahiliyah menjadi negara modern (bentuk negara yang baik), dapat merubah masyarakat animisme menjadi masyarakat religious. Itu semua tidak lain adalah karena Rasulullah SAW senantiasa berjalan di atas rel-rel yang telah digariskan oleh Allah SWT.

Dalam beberapa ayat dari S. Al-Mudatsir : 1-7, Allah memerintahkan Nabi Muhammad untuk berjuang pun dibarengi lima pedoman yang senantiasa harus dipegangi dalam berjuang, yaitu : takbirullah (mengagungkan Allah), membersihkan pakaian, menjauhi perbuatan dosa, menjauhi pamrih dan sabar.

Pertama : takbirullah senantiasa terpateri perasaan keagungan Allah SWT, takut terhadap Allah. Orang yang senantiasa mempunyai rasa takbirullah ia akan mempunyai idealisme yang kuat, pendirian yang kokoh. Tak akan rontok oleh hempasan ombak dan tiupan badai. Seribu tantangan kunjung datang, ia tak akan mundur dan tak gentar. Seribu rayuan datang, ia tak akan terbujuk.

Rasulullah adalah kekasih Tuhan, namun ternyata tidak habis-habisnya dalam derita dan coba. Apakah beliau lantas mundur dan menyesal dengan berkata : “Wahai Tuhan, aku adalah kekasih-Mu, mengapa senantiasa dalam derita?”. Tidak, tidak begitu. Ternyata Rasulullah SAW mempunyai idealisme yang kuat dan kokoh, yang tidak goyah akan hempasan ombak, sampai-sampai orang-orang kafir kewalahan, bingung dan pusing menghadapi beliau. Yang akhirnya setelah tidak mempan dengan kekerasan, mereka memakai tehnik politis, yakni mengajak toleransi. Mereka berkata, “Hai Muhammad, kita akan menyembah apa yang kamu sembah, dan engkau menyembah apa yang kami sembah. Kita bersekutu dalam suatu perkara, apabila yang engkau sembah lebih baik, sungguh kami telah mengambil bagian dari padanya. Dan apabila yang kami sembah lebih baik, sungguh engkau telah mengambil bagian dari padanya.”

Manis bujukannya, dan taktis juga. Namun politik orang kafir yang cukup diplomatis, yang mereka sangka sangat jitu dan manjur itu dapat dipatahkan dengan tegas oleh Allah dalam firman-Nya S. Al-Kafirun : 1-6.

Contoh lain adalah Imam Syafi’i, Hanbali, Hanafi dan Maliki. Babaskah beliau dari derita-derita? Tidak. Sebab ternyata dalam mempertahankan idealismenya, Imam Syafi’i pernah disiksa dengan diborgol di belakang onta berjalan dari Yaman sampai Baghdad. Imam Hanbali dicambuk oleh algojo khalifah sampai celana beliau akan lepas. Imam Hanafi dipenjara dan dicambuki seratus sepuluh kali, akhirnya disuruh minum racun dengan paksa.

Kedua : suci dari noda-noda bathiniyah dan dlahiriyah. Dalam ini Sayid Qutub menafsirkan dengan thaharatul qalb wal khuluq wal ‘amal. Seorang pejuang hati, akhlaq dan amalnya harus bersih. Ia tidak ambisi, tidak ada rasa sentimen, maupun dendam. Dia bukan seorang hipokrit ataupun munafik. Apa yang terlihat di luar itulah yang ada di dalam.

Ketiga : Menjauhkan diri dari maksiat Rasulullah terhindar dari maksiat. Beliau selalu memberikan contoh dalam perbuatan baik.

Keempat : Jauh dari pamrih .Dengan berjuang hanya karena mencari ridla Allah SWT, bukan karena ingin mendapat pengaruh, mencari fasilitas, mencari keuntungan pribadi dan juga bukan hal-hal yang lain.

Sewaktu orang kafir telah bosan dengan mengintimidasi Rasul, mereka pun membujuk dengan pangkat, harta dan wanita, tetapi tetap tidak goyah. Pada waktu itu banyak nian orang yang masuk Islam hanya ingin mencari kedudukan, karena Islam menang. Ada juga orang yang takut terhadap Islam, karena khawatir pangkatnya lepas. Dia adalah macam manusia serigala, tetapi setelah dikasih harta mereka diam. Ia luntur. Lain halnya dengan Nabi SAW, beliau adalah laksana mutiara, di mana pun akan tetap menyala.

Mereka juga membuat masjid-masjid yang indah, tetapi hanya ingin memikat orang-orang Islam. Orang-orang yang masuk ke sana bukannya dididik baik, tetapi dijadikan jangkrik, maksudnya setelah ia dipelihara, ia disuruh tarung beradu sesame jangkrik. Kalau menang majikannya yang beruntung, dan jangkrik menjadi korban.

Kelima : Sabar, tahan uji. Berapa kali Nabi SAW disakiti, namun toh tetap sabar dan akhirnya menang. Nabi menyadari bahwa perjuangan tidak akan sekaligus membawa kemenangan dan keadilan tak akan sekaligus berhasil, akan tetapi memerlukan kesabaran dan keuletan.

Dalam Al-Qur’an , ayat-ayat yang mengandung ajaran sabar itu ada 70 ayat. Justru karena sabar adalah satu-satunya senjata untuk suksesnya dakwah, dan amar ma’ruf nahi munkar. Sebagaimana tersebut dalam S. Al-Ashr setelah ayat watawashau bil haqqi dengan amar ma’ruf nahi munkar, lalu diakhiri dengan watawashau bis shobri semakin menunjukkan satu-satunya syarat amar ma’ruf nahi munkar harus dengan sabar.

Maka pemudalah sebagai penerus yang akan menjadi rijalul mustaqbal, pemimpin di hari-hari depan ini harus dihayati benar-benar untuk mempersiapkan dirinya. Pemuda harus mempunyai cita-cita yang tinggi, penuh ide-ide, dan menyerap banyak ilmu.

Pemuda harus memahami masa kini, memahami keberhasilan tokoh-tokoh dahulu, sebab-sebab kegagalan dan kekurangan mereka. Apa dan mengapa? Demikianlah kalau memang si pemuda ingin menjadi rijalul mustaqbal yang benar-benar tangguh. Jangan rijal yang tanggung-tanggung. Tangguh itu tabah, tidak goyah karena cobaan-cobaan dan tidak berpindah perjalanan yang tidak semestinya, karena di sana ada harapan-harapan. Jadi pemuda harus mempunyai keyakinan yang mantap, dan segera membentuk dirinya kepribadian yang tetap.

Tidak ada komentar: