Ceramah Alm. KH. Ali Maksum pada Pengajian Maulid Nabi Muhammad SAW
Di PP. Darul Rahman Jakarta Selatan (15 Robiul Akhir 1408 H./6 Desember 1987 M.)
Rasa mahabbah
terhadap Rasulullah SAW. adalah masalah yang sangat prinsipil.Mengapa begitu?
Ya, karena iman kita tidak akan ada artinya bila belum menempatkan Rasullulah
SAW. sebagai orang yang paling dicintai dan disayangi. Sebab Rasulullah adalah
penunjuk ke jalan yang benar dan penegak keadilan. Tanpa terutusnya beliau kita
akan sesat dan tidak akan bisa selamat.
Karena
teramat prinsipilnya rasa mahabbah tersebut, maka wajarlah bila orang yang
memilikinya akan mendapat kemulyaan di sisi Allah SWT. Pernah suatu saat ada
seorang Badui datang dari dusun pedalaman dengan pakaian yang compang-camping,
kancing baju terlepas, rambut tanpa terjamah sisir, dan kaki bertelanjang tanpa
alas. Di hadapan Rasullulah SAW ia bertanya, “Muhammad, kapan kiamat? Kapan
terjadi kiamat?”. Nabi tertegun dibuatnya, ada orang kok menanyakan
datangnya kiamat. Lalu Rasulullah SAW bertanya, “Lho, anda datang tanya
kiamat, apakah anda telah siap dengan amal yang banyak?”. Lelaki Badui itu
menjawab, ”Ya Rasulullah, saya ini orang dusun yang mengenal Islam belum
lama, shalat belum sempurna, puasa belum sempurna, shadaqah-zakat belum, apalagi
haji, karena saya orang melarat. Namun begini Rasul, saya cuma bermodalkan
satu, yaitu saya senantiasa berangan-angan, melamun, kapan saya dapat bertemu
Muhammad Rasullulah. Jadi cuma rasa mahabbah kepada engkau wahai Rasul.”
Rasulullah kemudian menyahut,”Engkau akan bersama dengan orang yang engkau
cintai”.
Rasa mahabbah
kepada Rasulullah merupakan salah satu syafa’at nyata. Tak ada kecualinya bagi
Abu Lahab, dia adalah orang kafir yang sangat memusuhi Rasulullah, sehingga
disebut, diolok-olok dan dicaci maki namanya dalam Al-Qur’an yang dibaca oleh
umat Islam seluruh dunia sebagai ibadah yang besar sekali pahalanya. Namun
dengan hanya sedikit bukti rasa mahabbah dan gembira atas kelahiran Rasullulah,
yaitu waktu mendengar Rasulullah lahir, dia gembira dan berjingkrak-jingkrak,
sampai-sampai Ummu ‘Aiman yang membawa berita kelahiran Rasulullah mendapatkan
anugerah dimerdekakan. Hanya karena sedikit rasa mahabbah itulah, Abu Lahab
dikeluarkan dari siksa neraka pada setiap hari Senin, hari kelahiran Rasul SAW,
semacam liburan dari siksa.
Cukupkah
orang yang mengaku cinta, apalagi cinta kepada Rasul hanya mengatakan, “AKU
CINTA PADAMU”.
Tidak, tidak
cukup! Akan tetapi harus disertai bukti yang nyata. Harus ada alasan yang
rasional dan ma’qul. Seperti seorang shufiyah Rabi’ah Al-Adawiyah, saking
cintanya kepada Allah SWT, sampai ia bersyair :
Aku cintai
Engkau dengan dua cinta
Cinta asmara
dan cinta memang Engkau selayaknya dicintai
Adapun cinta
asmara, aku senantiasa mengingat-Mu dan melupakan selain Kau
Adapun cinta
yang memang Engkau selayaknya dicintai,
Kau telah
membuka tabir diriku, sehingga aku tahu siapa Engkau
Tiada pantas
puji untukku dalam ini dan itu,
Tapi puji
adalah untuk-Mu dalam segal-galanya
Jadi Rabi’ah
Al-Adawiyah mencintai Allah SWT dengan dua macam cinta. Pertama : yang
irasional, yaitu dorongan asmara yang biasanya diwujudkan dalam lamunan, khayal
dan impian. Kedua : yang rasional, yaitu melihat dengan rasa kagum terhadap
sifat-Nya, sehingga dengan cinta inilah, Rabi’ah patuh dan taat terhadap segala
perintah dan larangan-Nya.
Begitu juga
halnya dalam mencintai terhadap Rasulullah SAW, dengan dua macam cinta. Pertama
karena dorongan asmara. Manifestasi dari rasa cinta ini dapat terwujud antara
lain : kita senantiasa mengingatnya, yaitu dengan memperbanyak membaca sholawat
dan mengamalkan apa yang tertera dalam Qasidah Barzanji, Diba’iy. Jadi orang
yang paling kikir bagi Rasulullah adalah orang yang paling enggan membaca
sholawat, apalagi sampai antipati terhadap sholawat.
Berbicara
tentang cinta itu memang asyik. Karena hanya satu patah kata, yaitu CINTA, maka
jarak jauh bisa menjadi dekat, gunung dapat meletus dan bumi bisa dilipat.
Dikatakan bahwa orang itu akan selalu taat kepada siapa yang ia cintai Bahkan
saking cintanya dia dalam taat sampai kehilangan kontrol diri. Bagaimana tidak,
misalnya seorang pemuda yang karena mencintai gadis, maka apa pun ia lakukan
untuk dapat bertemu dan mendapatkannya. Hujan tidak jadi soal, petir yang
menyambar-nyambar tidak terdengar, gelap gulita bukan rintangan, bahkan sakit
bisa menjadi sembuh seketika. Lapar dan haus tidak terasa. Yah, memang cinta
itu segala-galanya. Orang sudah sering bilang : Love is blind! (cinta itu buta-red).
Karena cinta maka sentuhan jadi nikmat dan ludah terasa buah.
Ada cerita,
seorang pemuda mendapat surat dari kekasihnya, belum lagi surat itu dibuka,
perangko dilepas lalu ditelan. Dalam membalas surat itu, dinyatakan bahwa
perangkonya telah ia telan. Justru ia menelannya karena berkeyakinan bahwa
waktu menempelkan dulu memakai ludah kekasihnya. Jadi hitung-hitung menelan
ludah kekasihnya walaupun sudah kering. Selanjutnya dalam surat balasan
kekasihnya, dinyatakan terima kasih atas kemurnian cintanya. Tapi ma’af, bahwa
yang menempelkan perangko dulu bukan dia sendiri, akan tetapi tukang becak
sebelah rumah yang disuruh untuk mengeposkan. Karuan saja pemuda tadi nyengir
kecut.
Nah, mestinya
tingkat cinta seperti itu dapat kita terapkan dalm mencintai Nabi SAW. Kita
harus taat penuh dan selalu teringat kepada beliau, juga sering menyebut-nyebut
nama beliau. Bahkan sahabat Bilal pernah diperintah membuang kencing Nabi,
tetapi setelah dibawa pergi ternyata diminum , bukan dibuang. Ketika ditanya,
Bilal menjawab bahwa perbuatan itu dilakukan karena cintanya kepada Nabi SAW.
Diantara
perwujudan dari cinta, ia senantiasa mengimpi-impikan untuk bertemu dalam
impian. Maka dalam hal cinta kepada Nabi SAW juga harus begitu, apabila kita
bertemu dengan Nabi SAW, maka itulah rupa Nabi Muhammad yang sebenarnya. Beliau
pernah bersabda yang artinya, “Barang siapa mimpi bertemu aku, maka sungguh
ia telah tahu kenyataan (itulah saya yang sebenarnya), karena syetan tidak
dapat menyerupai saya.” Dan orang yang mimpi bertemu Rasulullah SAW itu
sebagai tanda alamat bahwa Insya Allah termasuk ahlul jannah , sebab Rasulullah
pernah bersabda yang artinya : “Barang siapa bermimpi ketemu aku dalam
tidurnya, maka akan bertemu aku di sorga.”
Maka
kesimpulan dari rasa mahabbah terhadap Rasulullah itu mengandung beberapa
keuntungan, diantaranya :
1. Dengan
rasa mahabbah kepada Rasulullah, maka akan membuat kita ringan dalam
menjalankan segala apa yang dikatakan beliau.
2. Dengan
rasa mahabbah kepada Rasulullah, maka kita pasti dapat mimpi bertemu Rasulullah
SAW.
Yang perlu
menjadi catatan bagi generasi muda, generasi penerus adalah bagaimana
perjuangan Rasulullah. Bagaimana prinsip dalam berjuang yang memang dituntut
untuk menirunya. Mengapa Rasulullah seorang anak yatim, penggembala kambing,
seorang diri dapat sukses dengan gemilang dalam perjuangan, dapat merubah dunia
tradisional jahiliyah menjadi negara modern (bentuk negara yang baik), dapat
merubah masyarakat animisme menjadi masyarakat religious. Itu semua tidak lain
adalah karena Rasulullah SAW senantiasa berjalan di atas rel-rel yang telah
digariskan oleh Allah SWT.
Dalam
beberapa ayat dari S. Al-Mudatsir : 1-7, Allah memerintahkan Nabi Muhammad
untuk berjuang pun dibarengi lima pedoman yang senantiasa harus dipegangi dalam
berjuang, yaitu : takbirullah (mengagungkan Allah), membersihkan
pakaian, menjauhi perbuatan dosa, menjauhi pamrih dan sabar.
Pertama : takbirullah
senantiasa terpateri perasaan keagungan Allah SWT, takut terhadap Allah. Orang
yang senantiasa mempunyai rasa takbirullah ia akan mempunyai idealisme
yang kuat, pendirian yang kokoh. Tak akan rontok oleh hempasan ombak dan tiupan
badai. Seribu tantangan kunjung datang, ia tak akan mundur dan tak gentar.
Seribu rayuan datang, ia tak akan terbujuk.
Rasulullah
adalah kekasih Tuhan, namun ternyata tidak habis-habisnya dalam derita dan
coba. Apakah beliau lantas mundur dan menyesal dengan berkata : “Wahai
Tuhan, aku adalah kekasih-Mu, mengapa senantiasa dalam derita?”. Tidak,
tidak begitu. Ternyata Rasulullah SAW mempunyai idealisme yang kuat dan kokoh,
yang tidak goyah akan hempasan ombak, sampai-sampai orang-orang kafir
kewalahan, bingung dan pusing menghadapi beliau. Yang akhirnya setelah tidak
mempan dengan kekerasan, mereka memakai tehnik politis, yakni mengajak
toleransi. Mereka berkata, “Hai Muhammad, kita akan menyembah apa yang kamu
sembah, dan engkau menyembah apa yang kami sembah. Kita bersekutu dalam suatu
perkara, apabila yang engkau sembah lebih baik, sungguh kami telah mengambil
bagian dari padanya. Dan apabila yang kami sembah lebih baik, sungguh engkau
telah mengambil bagian dari padanya.”
Manis
bujukannya, dan taktis juga. Namun politik orang kafir yang cukup diplomatis,
yang mereka sangka sangat jitu dan manjur itu dapat dipatahkan dengan tegas
oleh Allah dalam firman-Nya S. Al-Kafirun : 1-6.
Contoh lain
adalah Imam Syafi’i, Hanbali, Hanafi dan Maliki. Babaskah beliau dari
derita-derita? Tidak. Sebab ternyata dalam mempertahankan idealismenya, Imam
Syafi’i pernah disiksa dengan diborgol di belakang onta berjalan dari Yaman
sampai Baghdad. Imam Hanbali dicambuk oleh algojo khalifah sampai celana beliau
akan lepas. Imam Hanafi dipenjara dan dicambuki seratus sepuluh kali, akhirnya
disuruh minum racun dengan paksa.
Kedua : suci
dari noda-noda bathiniyah dan dlahiriyah. Dalam ini Sayid Qutub menafsirkan
dengan thaharatul qalb wal khuluq wal ‘amal. Seorang pejuang hati, akhlaq dan
amalnya harus bersih. Ia tidak ambisi, tidak ada rasa sentimen, maupun dendam.
Dia bukan seorang hipokrit ataupun munafik. Apa yang terlihat di luar itulah
yang ada di dalam.
Ketiga : Menjauhkan
diri dari maksiat Rasulullah terhindar dari maksiat. Beliau selalu
memberikan contoh dalam perbuatan baik.
Keempat : Jauh
dari pamrih .Dengan berjuang hanya karena mencari ridla Allah SWT, bukan
karena ingin mendapat pengaruh, mencari fasilitas, mencari keuntungan pribadi
dan juga bukan hal-hal yang lain.
Sewaktu orang
kafir telah bosan dengan mengintimidasi Rasul, mereka pun membujuk dengan
pangkat, harta dan wanita, tetapi tetap tidak goyah. Pada waktu itu banyak nian
orang yang masuk Islam hanya ingin mencari kedudukan, karena Islam menang. Ada
juga orang yang takut terhadap Islam, karena khawatir pangkatnya lepas. Dia
adalah macam manusia serigala, tetapi setelah dikasih harta mereka diam. Ia
luntur. Lain halnya dengan Nabi SAW, beliau adalah laksana mutiara, di mana pun
akan tetap menyala.
Mereka juga
membuat masjid-masjid yang indah, tetapi hanya ingin memikat orang-orang Islam.
Orang-orang yang masuk ke sana bukannya dididik baik, tetapi dijadikan
jangkrik, maksudnya setelah ia dipelihara, ia disuruh tarung beradu sesame
jangkrik. Kalau menang majikannya yang beruntung, dan jangkrik menjadi korban.
Kelima : Sabar,
tahan uji. Berapa kali Nabi SAW disakiti, namun toh tetap sabar dan
akhirnya menang. Nabi menyadari bahwa perjuangan tidak akan sekaligus membawa
kemenangan dan keadilan tak akan sekaligus berhasil, akan tetapi memerlukan
kesabaran dan keuletan.
Dalam
Al-Qur’an , ayat-ayat yang mengandung ajaran sabar itu ada 70 ayat. Justru
karena sabar adalah satu-satunya senjata untuk suksesnya dakwah, dan amar
ma’ruf nahi munkar. Sebagaimana tersebut dalam S. Al-Ashr setelah ayat
watawashau bil haqqi dengan amar ma’ruf nahi munkar, lalu diakhiri dengan
watawashau bis shobri semakin menunjukkan satu-satunya syarat amar ma’ruf nahi
munkar harus dengan sabar.
Maka
pemudalah sebagai penerus yang akan menjadi rijalul mustaqbal, pemimpin di
hari-hari depan ini harus dihayati benar-benar untuk mempersiapkan dirinya.
Pemuda harus mempunyai cita-cita yang tinggi, penuh ide-ide, dan menyerap
banyak ilmu.
Pemuda harus
memahami masa kini, memahami keberhasilan tokoh-tokoh dahulu, sebab-sebab
kegagalan dan kekurangan mereka. Apa dan mengapa? Demikianlah kalau memang si
pemuda ingin menjadi rijalul mustaqbal yang benar-benar tangguh. Jangan rijal
yang tanggung-tanggung. Tangguh itu tabah, tidak goyah karena cobaan-cobaan dan
tidak berpindah perjalanan yang tidak semestinya, karena di sana ada
harapan-harapan. Jadi pemuda harus mempunyai keyakinan yang mantap, dan segera
membentuk dirinya kepribadian yang tetap.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar