Sabtu, 22 Februari 2014

PYPD - 0. Tentang Penulis, Pendahuluan, Kata Pengantar & Sambutan Ulama Dunia Islam



A. SEKILAS  PANDANG TENTANG PENULIS

 

Prof DR Sayyid Muhammaf Alwi Abbas Al-Maliky

 

Dr. Sayyid Muhammad bin Alwy bin Abbas al-Maliky al-Hasany adalah seorang ulama besar yang berkedudukan sebagai Khadimul ‘Ilmi asy-Syarif  di tanah Haramain, di samping sebagai Mufti Makkah al-Mukarramah. Meski secara resmi Kerajaan Arab Saudi berfaham Wahhabi, beliau secara konsisten tetap bermadzhab Maliki. Kedalaman ilmunya diakui oleh kalangan Kerajaan dan alim ulama di negeri itu, bahkan oleh kalangan dunia Islam, terlebih lagi para Kiyai pesantren di Indonesia.
Sebagai seorang Mufti, beliau tidak jarang berdiskusi dan bertukar hujjah dengan fihak resmi Kerajaan dan para ulama Kerajaan. Pemikiran, hujjah dan ketajamannya mengenai hukum dan syariat Islam diakui oleh Pemerintah sebagai kontrol yang efektif, dan bahkan beliau sering berseberangan pendapat dengan mereka. Beliau tidak mencampuri urusan politik dalam Negari, selama Negara tidak menempuh haluan politik yang menyimpang dari prinsip-prinsip Islam. Bahkan Pemerintah Kerajaan sering mengajukan problem-problem politik, ekonomi dan sosial budaya kepada beliau untuk dimintakan Fatwa-nya.
Selaku Khadimul ‘Ilmi asy-Syarif , beliau memiliki dan mengelola Lembaga Pendidikan Islam semacam Pesantren di tanah haram Makkah al-Mukarramah, sebagai sarana untuk mensosialisasikan keilmuannya dan sekaligus sebagai pusat pengkaderan para Calon Ulama yang berwawasan luas dan mendalam. Para santri beliau sebagian besar dipilih dan berasal dari beberapa Negara Islam, termasuk dari Indonesia. Selama menjadi santri, mereka dijamin seluruh keperluan hidup sehari-harinya dan tidak diperkenankan pulang sampai pada batas waktu yang telah ditentukan.
Kebesaran nama beliau sangat dikenal di kalangan para Kiyai pesantren-pesantren “Nahdhiyyin”  di Indonesia, khususnya di pulau Jawa dan Madura. Bahkan beliau memiliki hubungan khusus dan erat dengan mereka. Hal ini dibuktikan dengan seringnya beliau berkunjung ke Indonesia untuk memantau secara langsung mantan para santrinya, yang sebagian besar adalah para putra Kiyai Pesantren, didalam mengabdikan ilmunya di tengah masyarakat dan sekaligus beliau manfaatkan untuk bersilaturrahim dengan para Kiyai tersebut. 

 

B.  P E N D A H U L U A N

Alhamdulillahi rabbil ‘alamin. Wash-shalatu wassalamu ‘ala asyrafil anbiyai wal mursalin, sayyidina Muhammadin wa ‘ala alihi wa shahbihi ajma’in.
Allah swt telah memberikan nikmat yang begitu banyak kepada kita. Yang terbesar dan tertinggi adalah nikmat Islam. Selain itu, kita diberi nikmat berupa rasa aman dan tentram dapat hidup di Negeri Arab Saudi ini, di samping nikmat diberlakukannya syariat Islam. Semuanya itu merupakan karunia Allah swt, dan juga berkat jasa para pejabat dan pemimpin negeri ini. Semoga Allah memberikan taufiq dan kekuatan kepada mereka untuk dapat terus mengurus negeri ini. Semoga Allah swt memberikan pertolongan kepada mereka di dalam membina anak-anak bangsa dan generasi penerus yang secara tulus ikhlas memberikan sumpah setianya untuk tunduk dan taat kepada pemerintah, baik secara langsung maupun tidak langsung.  Demikian pula kami yang berangkat dari keimanan yang jernih dan akidah salaf akan memberikan bai’at, sumpah setia dan loyalitas kepada pemerintah negeri ini, karena negeri ini telah dibersihkan Allah swt dari berbagai kejahatan, serta diselamatkan dari berbagai bentuk kesyirikan, sesuai dengan apa yang disabdakan oleh Rasulullah saw :
“Tidaklah akan bersatu dua agama di jazirah arab” (HR Imam Malik, di dalam kitab “Al-Muwattha’”).
“Sesunguhnya syetan benar-benar berputus asa untuk disembah di jazirahmu, yakni jazirah arab” (HR Al-Bazzar dan at-Thabrany dengan sanad yang hasan. Lihat kitab “Majma’ al-Zawaid” juz 10, hal. 54).
Rasulullah saw pernah berdoa, dan doa beliau tentu akan dikabulkan : “Ya Allah, janganlah Engkau jadikan makamku sebagai berhala yang disembah-sembah” (HR Imam Malik dalam kitab  Al-Muwattha’  dan diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam kitab Al-Musnad )
Rasulullah saw bersabda lagi : “Sesungguhnya sesuatu yang paling aku takutkan menimpa umatku adalah perbuatan syirik kepada Allah swt. Yang aku maksudkan bukannya mereka menyembah matahari, bulan dan berhala, akan tetapi adalah mereka akan melakukan perbuatan-perbuatan untuk selain Allah dan mengumbar hawa nafsu yang tersembunyi” (HR Ibnu Majah, dalam kitab Az-Zuhd).
Secara khusus, Rasulullah saw memberitahukan kepada kita bahwa negeri ini (Saudi Arabia) merupakan benteng pertahanan bagi setiap orang yang beriman, sebagaimana sabdanya : “Sesungguhnya iman itu akan berlindung ke kota Madinah, sebagaimana berlindungnya seekor ular ke lubang sarangnya” (HR Asy-Syaikhany).
Di dalam riwayat yang lain, dikatakan : “Sesungguhnya agama (Islam) tentu berlindung ke negeri Hijaz, seperti berlindungnya seekor ular ke dalam lubang sarangnya. Berlindungnya agama Islam ini ke negeri Hijaz adalah bagaikan berlindungnya biri-biri ke atas puncak gunung”.
Di dalam sebuah hadis dari Ibnu Umar ra, seperti yang diketengahkan oleh Imam Muslim, berbunyi :  “Sesungguhnya agama Islam pada awalnya adalah asing, dan akan kembali asing seperti semula. Agama Islam itu akan berlindung di antara dua masjid (yakni Masjidil Haram di Makkah dan Masjid Nabawi di Madinah), sebagaimana berlindungnya seekor ular ke dalam lubang sarangnya”.
Sejak masa pemerintahan Raja Abdul Aziz, pemerintah berusaha keras meneguhkan makna kandungan hadis tersebut kedalam hati semua rakyatnya. Pemerintah berusaha mempersatukan Jazirah Arab, menggalang persatuan dan kesatuan rakyat, serta menghapus  berbagai perbedaan akibat fanatisme, etnik dan ras, yang menjadi perintang persatuan kesatuan dan persatuan rakyat, sehingga mereka dapat hidup tentram, saling hormat menghormati dan penuh kasih sayang.  Mereka hidup bersatu di atas landasan  Tauhid  dan bendera  “La ilaha illallah, Muhammadurrasulullah” . Meskipun madzhab dan pendapat mereka berbeda, serta makanan dan minuman mereka boleh beraneka ragam, namun prinsip, loyalitas dan komitmen mereka satu.
Sayangnya, ada sekelompok orang, aktifis imigran dan penguasa negara asing yang ikut campur tangan dan ingin memancing ikan di air keruh. Mereka berusaha memperkeruh suasana rakyat yang sudah bersatu. Mereka menyebarkan berbagai bentuk fitnah, provokasi, propaganda dan rencana jahatnya kepada rakyat yang dahulunya tidak mengenal kemunafikan dan  kriminalitas. Tujuan akhir yang ingin mereka peroleh adalah agar rakyat berpecah belah dan tidak mampu lagi mempertahankan persatuan dan kesatuan bangsa. Namun kita tidak perlu khawatir, karena kita masih punya kepercayaan kepada Allah, bahwa Dia  senantiasa akan melindungi kita, dan kita ber-husnu zhan bahwa pemerintah akan mampu berusaha menangkal rencana jahat para provokator tersebut. Cepat atau lambat, usaha mereka akan gagal total dan tidak akan sampai memecah belah persatuan dan kesatuan kaum muslimin.
Secara khusus kami bangga berada di bawah naungan pemerintah yang melindungi  tegaknya akidah islam yang lurus lagi jernih, dan berusaha menyebarluaskannya kepada rakyatnya. Pemerintah kita mendorong berkembangnya ilmu pengetahuan dan penelitian ilmiyah di berbagai bidang, antara lain dengan cara menganugerahkan penghargaan tertinggi kepada para ilmuwan yang berprestasi., tanpa membedakan asal usul agama, negara, ras dan etnik mereka. Yang menjadi tolok ukur penilaiannya adalah kualitas keilmuan dan hasil penelitian mereka. Dengan demikian, pemerintah berarti telah berjasa dalam ikut mengembangkan ilmu pengetahuan, membangun mental dan akal, mempermudah dan mendorong para imuwan menyebarkan keilmuannya. Ini merupakan suatu langkah dan metode yang baik dalam rangka menegakkan kebenaran agama untuk dijadikan sebagai fondasi bagi terciptanya masyarakat yang kuat, dan menjadi perekat anak bangsa.  Semuanya ini merupakan suatu kaidah yang seharusnya diterapkan dalam rangka Dakwah Islamiyah.
Agama Islam memberi kesempatan kepada para musuhnya agar mamandang dan mendengarkan ajaran Islam, sebagaimana firman Allah dalam QS At-Taubah [9] : 6 

وَإِنْ أَحَدٌ مِنَ الْمُشْرِكِينَ اسْتــَجَارَكَ  فَأَجـِرْ هُ حَتــَّى يَسْمَعَ كَلاَمَ اللَّهِ  ثُمّ  أَبــْلـِغْهُ مَأْمَنَهُ
  "Dan jika seorang di antara orang-orang musyrikin itu meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah ia ke tempat yang aman baginya".
Agama Islam memberi kesempatan kepada musuh-musuhnya agar mengutarakan sanggahannya, pemahaman dan kritiknya, disertai dengan bukti-bukti atau argumentasi yang mereka miliki. :
قُلْ هَاتُوا بُرْهَانَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ
Katakanlah: "Unjukkanlah bukti kebenaranmu, jika kamu memang orang-orang yang benar". (QS An-Naml [27] : 64)

Agama Islam meminta kepada kaum musyrikin agar menyelidiki dan merenungkan kebenaran Islam, baik secara individu maupun kolektif dalam suatu organisasi, majlis, club atau sejenisnya, untuk bersama-sama membicarakan mengenai hakekat agama dan nabi Muhammad selaku penyerunya :
قُلْ إِنَّمَا أَعِظُكُمْ بِوَاحِدَةٍ أَنْ تَقُومُوا لِلَّهِ مَثْنَى وَفُرَادَى ثُمَّ تَتَفَكَّرُوا مَا بِصَاحِبِكُمْ مِنْ جِنَّةٍ
Katakanlah: "Sesungguhnya aku hendak memperingatkan kepadamu suatu hal saja, yaitu supaya kamu menghadap Allah (dengan ikhlas) berdua-dua atau sendiri-sendiri; kemudian kamu fikirkan (tentang Muhammad) tidak ada penyakit gila sedikitpun pada kawanmu itu.”.  (QS Saba’ [34] : 46)

Bahkan yang lebih besar dan penting dari itu semua adalah bahwa Islam memberikan kebebasan kepada musuh-musuhnya agar mengemukakan pendapatnya, berbicara dan merasakannya sendiri, karena Islam memandang mereka  sebagaimana manusia merdeka yang memiliki hak hidup, berakal dan bebas memberikan kritik, hasil pemikiran dan analisisnya.

وَ إِنــَّا أَوْ إِيـَّاكُمْ لَعَلَى هُدًى أَوْ فِي ضَلاَلٍ مُبــِيْنٍ
“Dan sesungguhnya kami atau kamu (orang-orang musyrik), pasti berada dalam kebenaran atau dalam kesesatan yang nyata.” (QS Saba’ [34] : 24)

Itulah perintah Allah swt kepada Rasulullah saw agar mengatakan kepada mereka, untuk membuktikan siapa yang benar dan siapa yang sesat.
Betitik tolak dari hal tersebut di atas,   kami menjadikannya sebagai landasan penulisan buku ini,, yang membahas beberapa perselisihan pendapat atau persoalan khlifaiyah  yang terjadi di kalangan para ulama, serta persoalan-persoalan yang belum ditemukan kata sepakat.
Pembahsan di dalam buku ini, tentu saja, kami haturkan ke hadapan para ulama dan peneliti untuk dikaji dan dipelajari secara jeli. Jika isinya ternyata benar, kami  ucapkan Alhamdulillah . Sebaliknya, jika ternyata salah, hal itu semata-mata karena kebodohan dan kekeliruan ijtihad kami.
Perlu kami tegaskan, bahwa pembahasan terhadap suatu persoalan yang kami utarakan dalam buku ini adalah untuk menjelaskan suatu kebenaran dan mengoreksi pemahaman-pemahaman pada umumnya yang perlu kami luruskan ke jalan yang semestinya. Kami tidak memiliki maksud dan tujuan di balik itu semua kecuali sekedar ingin melakukan perbaikan pemahaman, dan berniat ingin mencari suatu kebenaran.
Selaku manusia biasa, kita tentunya tidak dapat menolak takdir dan tidak lepas dari kesalahan, kecuali junjungan Nabi kita Muhammad saw yang ma’shum, terpelihara dari kesalahan dan dosa, yang tidak berbicara atas dorongan hawa nafsu tetapi berdasarkan bimbingan wahyu ilahi. Semua kita suci yang diturunkan kepada para rasul sebelum Al-Qur’an,. Sudah mengalami perubahan, penambahan, pengurangan, perbaikan atau pembetulan oleh tangan-tangan jahil, kecuali kitab suci Al-Qur’an yang terjaga kemurnian dan keasliannya sampai hari kiamat, yang di dalamnya tidak terdapat kebatilan. Dengan demikian, siapa saja – selain Rasulullah saw -- yang mengaku dirinya bersih dan terhindar dari kesalahan, berarti pengakuannya itu bohong.
Kami berlindung kepada Allah swt, bila kami mempelajari ilmu hanya sekedar untuk sarana berdebat, sebagaimana yang diisyaratkan Rasulullah saw dalam sabdanya:

“Barangsiapa yang mencari ilmu sebagai sarana mendebat orang-orang yang bodoh, atau untuk mematahkan argumentasi para ulama, atau agar orang-orang bersimpati kepadanya, maka Allah akan memasukkannya kedalam neraka”  (HR Tirmidzi dan selainnya).
Buku yang kami susun ini, sebagaimana buku-buku yang lain, membutuhkan perbaikan dan peninjauan ulang isinya. Berkat anugerah Allah, kamu senantiasa merasa dan mengakui kesalahan di dalam setiap buku yang kami tulis. Untuk itu, pada akhir tulisan selalu kami tuliskan sebuah kalimat: “Kami memohon kepada Allah taufiq dan pembenaran terhadap apa yang kami tuliskan . Jika ternyata benar, hal ini semata-mata dari Allah. Dan jika ternyata salah, hal ini semata-mata berasal dari kelalaian dan ketidaktepatan ijtihad kami. Kami mengharap kepada sidang pembaca dan kritikus agar berkenan memberikan arahan dan pembetulan, serta berkenan menunjukkan letak kesalahan penulisan kami”.
Hal semacam ini merupakan cara para ulama, di mana mereka saling mengoreksi terhadap isi karya tulis mereka. Jika merasa puas, cocok dan menilainya benar terhadap karya tulis rivalnya, mereka tidak segan-segan mengambil manfaat darinya, kecuali orang sombong saja yang merasa gengsi mengambilnya. Namun jika dalam karya tulis tersebut terdapat interpretasi, visi, atau argumen yang dirasa kurang sependapat, mereka sekurang-kurangnya akan bersikap diam, atau tidak mempersoalkannya. Dialog dan tukar pikiran yang terjadi di kalangan para ulama memiliki bentuk, metode dan sifat yang khas. Mereka lebih mengedepankan obyektifitas dan mendudukkan persoalan pada proporsi yang tepat, dengan dilandasi oleh sikap wara’ (menghindarkan hal-hal yang dilarang syariat), toleransi dan ketakwaan kepada Allah swt, disertai sikap menjauhkan diri dari sikap mau menangnya sendiri. Lantara yang menjadi semangat dan pemandu dalam hati mereka adalah sikap saling memperingatkan, memberikan arahan dan berlindung dari hal-hal yang diharamkan Allah swt, serta tidak segan-segan mengambil sesuatu yang terbaik dari apa saja yang berasal dari orang lain. Mereka benar-benar Waratsatul Anbiya’, Pewaris para Nabi.
Kami senantiasa memohon kepada Allah agar dijauhkan dari kesalahan, dan dituntun ke jalan yang benar dan lurus. Sungguh Allah swt Maha Mendengar lagi Maha Mengabulkan doa.

Catatan Mengenai Hadis Dalam Buku Ini
Cukup banyak hadis Nabi saw dan atsar para sahabat ra yang kami nukil dalam buku ini. Di samping kami juga mengutip pendapat dari para pakar hadis masa lalu yang berisi hasil kajian mereka tentang status, hukum dan derajat suatu hadis. Di antara para ulama dan pakar hadis tersebut, ada yang menilainya shahih, hasan, dan dha’if, bahkan ada yang mendiamkannya  atau tidak memberikan komentar.
Maksudnya, jika suatu hadis dinilai shahih, hasan, atau dha’if,  oleh salah satu imam hadis terkemuka, seperti imam at-Tirmidzi, al-Baihaqi, al-Mundziri, dan al-Haitsami, maka yang demikian ini sudah cukup dan kita tidak perlu melakukan penelitian ulang, baik melalui kitab Al-Jarh  (yang memuat sejarah para rawi hadis dipandang dari sudut kelemahan mereka sehingga menyebabkan hadis yang mereka riwayatkan tidak dapat diterima), kitab At-Ta’dil  (yang berisi kebaikan-kebaikan para rawi, sehingga menyebabkan hadisnya dapat diterima), maupun kitab Asma’ ar-Rijal  (yang memuat nama-nama para perawi hadis).
Jika salah satu di antara para imam hadis terkemuka tersebut mendiamkan, atau tidak menanggapi status dan derajat suatu hadis, maka hal ini merupakan suatu kewajiban bagi siapa saja yang mempunyai kemampuan agar membahas, meneliti dan menelaah ulang hadis tersebut. Pintu untuk itu terbuka lebar, dan ratusan hadis siap menanti siapa saja yang berminat dan berkhidmat untuk meneliti derajatnya dan mentakhrijkannya.

Sistimatika Penulisan.
Keseluruhan isi buku ini kami bagi menjadi tiga bagian :
Bagian Pertama : Berisi kajian dari sudut akidah. Di antaranya mengenai pengkafiran dan penyesatan yang akhir-akhir ini marak dilakukan sekelompok orang.
Bagian Kedua : berisi kajian tentang masalah kenabian . Di antaranya mengkaji kekhususan Nabi Muhammad saw, hakekat kenabian, serta pemahaman tentang bertabarruk kepada Nabi Muhammad saw dan petilasan peninggalan beliau .
Bagian Ketiga : Berisi berbagai ragam kajian. Diantaranya mengkaji masalah kehidupan barzakhiyah, disyariatkannya berziarah ke makam Rasulullah saw dan hal-hal yang berkaitan dengannya seperti petilsan, peninggalan sejarah, masyahid, dan hal lainnya yang berkaitan dengan keagamaan.
Billahittaufiq wal hidayah.
Penyusun,
 DR. Sayyid Muhammad bin Alawy al-Maliky al-Hasany

  

C.  TAQDIM : Syaikh Hasanain Muhammad Makhluf

Bismillahirrahmanirrahim. Alhamdulillahi rabbil ‘alamin. Wasshalatu was-salamu ‘ala Sayyidina Muhammadin, wa‘ala alihi wa shahbihi wat-tabi’in.
Selanjutnya, kitab yang ditulis oleh al-‘Allamah al-Muhaqqiq, yang terhormat al-Ustadz DR as-Sayyid Muhammad bin Alawy al-Maliky al-Hasany ini memuat kajian-kajian penting yang sangat bermanfaat, dan memuat topik permbicaraan yang agung yang dapat memberikan kontribusi kepada kaum muslimin sepanjang masa. Mereka sangat membutuhkan pemahaman terhadap informasi penting dan hukum-hukum agama pada umumnya untuk dipergunakan dalam rangka berkhidmat kepada agama Islam, merealisasikan akidah Islam, berdakwah mengajak ke jalan yang baik dan bermanfaat, serta memberikan nasehat kepada kaum muslimin sepanjang masa melalui metode Mau’izhatul Hasanah . Khususnya berdakwah dalam rangka mencegah para musuh yang selalu berusaha menjerumuskan ke jalan kesesatan, serta memerangi tuduhan-tuduhan bohong yang sangat bertentangan dengan agama Islam dan kaum muslimin. Semoga Allah swt senenatiasa menyempurnakan nur cahaya-Nya kepada kaum muslimin berkat usaha penulis buku ini yang tiada henti-hentinya berusaha menegakkan dakwah islamiyah, menyelidiki berbagai bidang persoalan keagamaan, mengarahkan hidupnya untuk memperdalam berbagai disiplin ilmu penting dan topik pembicaraan lainnya yang dapat mendatangkan terwujudnya hidayah, tersebarnya ilmu dan dakwah islamiyah. Kesemuanya itu beliau lakukan dengan dilandasi semangat untuk menghentikan pertengkaran, sikap mau menangnya sendiri, perselisihan dan permusuhan di antara sesama kaum muslimin.
Dari hasil kajian terhadap buku ini nampak jelas bahwa buku ini merupakan hujjah dan pembicaraan yang jujur dan obyektif. Penulis menuangkan dalam buku ini suatu uraian keterangan yang cukup gamblang. Penulis membahas semua permasalahan penting secara teratur dan landar, dengan maksud untuk mengetahui pemahaman-pemahaman yang lurus, untuk menghadang pemahaman-pemahaman lemah yang dihembuskan para musuh. Semuanya ini beliau lakukan dalam rangka menegakkan kebenaran di negara-negara Islam dan masyarakatr muslim pada umumhya.
Secara garis besar, buku ini berisi kajian sebagai berikut :
Bagian  Pertama , Menjelaskan masalah-masalah sebagai berikut :
Larangan menuduh kafir kepada kaum Muslimin. Dalam pembahasan ini dijelaskan adanya titik temu dalam ijma’ para ulama yang melarang mengkafirkan orang yang ahli kiblat.
Perbedaan kedudukan antara Khaliq dan Makhluq, yakni suatu batas yang memisahkan antara kekufuran dan keislaman seseorang.
Majaz Aqly dan keharusan berhati-hati dalam memperbandingkan antara kekufuran dan keimanan, serta membicarakan tentang sikap pengagungan sebagai perbuatan ibadah (penyembahan) dan sekedar sopan santun.
Perantara antara Khaliq dan Makhluq. Dalam hal ini dijelaskan pula perantara-perantara kesyirikan.
Bid’ah dan pembagiannya menurut para ulama’. Dalam hal ini akan dijelaskan tentang pemahaman orang-orang yang berpikiran kerdil dan berdada sempit, yakni mereka yang  bersemangat memberantas setiap sesuatu yang dianggap baru dan mengingkari setiap kreasi yang bermanfaat. Di samping juga akan dijelaskan mengenai pemahaman yang benar tentang makna bid’ah dan pembagiannya menurut para ulama’.
Al-Asya’irah (Ulama bermadzhab al-Asy’ari dalam bidang ketauhidan): Menjelaskan madzhabnya dan para ulama besar yang menjadi pengikutnya.
Hakekat Tawassul : Menjelaskan persoalan tawassul yang disepakati kebolehannya; hadis mengenai tawassulnya Nabi Adam as kepada Nabi Muhammad saw, disertai komentar dari dua ulama’ besar, yakni Ibnu Taimiyah dan Muhammad bin Abdul Wahhab, serta komentar Asy-Syaukani tentang diperbolehkannya bertawassul melalui Rasulullah saw . Dalam akhir pembahsannya akan disebutkan beberapa ulama besar, para huffazh dan pakar hadis yang sangat terkenal ajarannya mengenai tawassul.
Syafaat : Menjelaskan tentang hakekat syafaat; para sahabat memohon syafaat kepada Rasulullah saw; dan  interpretasi Ibnu Taimiyah tentang ayat-ayat syafaat.
Istighatsah dan Isti’anah : Menjelaskan mengenai memohon bantuan kepada Rasulullah saw; juga dijelaskan tentang kampanye para propagandis batil seputar persoalan ini.           
Bagian Kedua : Mengkaji kekhususan kenabian Nabi Muhammad saw, hakekat kenabian dan kemanusiaan beliau. Dalam rincian kajiannya, penulis juga mencoba membicarakan persoalan Tabarruk dan pemahamannya yang sering disalahartikan hakekatnya oleh sekelompok orang.
Bagian Ketiga : Membicarakan berbagai macam persoalan. Di antaranya adalah mengenai hakekat kehidupan Barzakhiyah, disyari’atkannya berziarah ke makam Rasulullah saw dan hal-hal yang berkaitan dengannya. Juga dijelaskan mengenai pemahaman yang benar terhadap teks hadis :  لاَ تـُـشَـدُّ اَلـرِّحَالُ  (“Janganlah anda bepergian jauh ….”), disertai komentar dan tanggapan dari ulama’ salaf tentang disyari’atkannya menziarahi makam Rasulullah saw. Dalam bab ini juga dibicarakan beberapa kajian menarik dan pelik tentang petilasan, bekas peninggalan sejarah para Nabi dan kaum shalihin di masa lalu, usaha pelestarian para sahabat tentang beberapa petilsan dan peninggalan Rasulullah saw. Juga kajian mengenai pemahaman yang benar tentang majlis perkumulan, serta penyelenggaraan peringatan Maulid Nabi. Bab ini dikhari dengan kisah pemerdekaan budak Tsuwaibah , disertai komentar dari para ulama tentang persoalan ini.
Itulah sajian ringkas mengenai isi kandungan buku “Mafahim Yajibu an Tushahhahu” (Pemahaman-pemahaman Yang Perlu Dibenarkan), yang ditulis oleh seseorang yang dikenal sebagai ulama dua kota Haram,  Makkah dan Madinah, seorang yang telah menyelami dalamnya lautan ilahi dan sunnah Nabi, seorang yang sering menyumbangkan pemikirannya dalam pertemuan-pertemuan ilmiah dan simposium fiqhiyah pada Organisasi Rabithah ‘Alam  Islamy,  pada acara Haflah Musabaqah Tahfizhil Qur’anil Karim, dan Konperensi-komperensi Sunnah Nabawiyyah.
Beliau adalah seorang ulama dan penulis yang produktif. Jumlah karangannya lebih dari tiga puluh judul buku, di antaranya adalah berkaitan dengan persoalan Al-Qur’an dan cabang-cabang, Hadis dan cabang-cabangnya, Sejarah Nabi Muhammad saw (Sirah Nabawiyah), Nasehat-nasehat agama dan dakwah Islamiyah. Semua karangannya tersebut memanggil kita untuk memberikan penghargaan terhadap buku ini; mengajak kaum muslimin untuk mempelajarinya dan menyambut ajakannya; mendorong Dunia Islam untuk menyelidiki,  membahasnya, dan mengajarkan kepada anak-anak bangsa isi kandungannya, yakni isi kandungan yang memuat suatu kebenaran yang jelas dan menolak setiap larangan agama, kesesatan, kebohongan dan usaha provokasi para musuh Islam. Semoga Allah senantiasa mengokohkan para hamba-Nya yang shaleh dengan cara mengokohkan agama-Nya yang lurus.
 Akhirnya, kami senantiasa memohon kepada Allah swt agar berkenan memberikan taufiq dan hidayah-Nya kepada kaum muslimin untuk mempelajari isi kandungan buku ini dan menyambut ajakannya. Kami juga memohon kepada-Nya semoga penulisnya diberi balasan pahala yang setimpal, diselamatkan dari rekayasa jahat para musuhnya, dan semoga akan menjadi kenyataan mengenai apa yang telah dijanjikan-Nya di dalam al-Qur’an, bahwa Allah swt selalu menolong orang-orang yang mengajak menuju ke jalan kebenaran dan agama-Nya, serta menelantarkan para musuh Islam yang mengajak menuju ke jalan kebatilan.
Wallahul Muwaffiq wal Hadi ilal-Haqqil Mubin.
Akhir Jumadil Ula, 1405 H / 1985 M
( Hasanain Muhammad Makhluf )



D.  SAMBUTAN TOKOH ULAMA DUNIA ISLAM

Beberapa tokoh ulama besar dunia, setelah menelaah buku Mafahim Yajibu an Tushahhahu ini dan  Taqdim yang disampaikan oleh oleh Syaikhul Islam asy-Syaikh Hasanain Muhammad Makhluf, mereka memperkokoh lagi dan ikut menyetujuinya dengan memberikan kata sambutan, pujian dan sanjungan terhadap buku ini. Namun kami – penterjemah – tidak perlu menyebutkan semua sambuatan mereka yang tidak kurang dari 34 kata sambutan tersebut satu persatu, yang dicantumkan dalam buku ini mulai halaman 14 sampai pada halaman 69. Meskipun demikian, penerjemah akan menampilkan satu kata sambutan dari para ulama Majlis Qismul Hadis dan para tokoh ulama dari Universitas Al-Azhar Kairo Mesir. Barangkali sambutan tersebut dapat mewakili seluruh sambutan yang ada.
Di antara para tokoh yang telah memberikan kata sambutan-nya sebagai berikut :
1.   Syaikh Muhamad bin Ahmad bin Hasan al-Khazrajy, Menteri Urusan Keislaman dan Wakaf  di Uni Emirat Arab.
2.  Prof. Dr. Muhammad at-Thayyib an-Najjar, mantan Rektor Universitas Al Azhar Kairo, Ketua Pusat Kajian as-Sunnah dan as-Sirah an-Nabawiyah, dan Anggota Panitia Pemberian Penghargaan Internasional Raja Faisal.
3.    Prof. DR. Syaikh Abu Wafa’ at-Taftazany, Pembantu Rektor Al Azhar Kairo Mesir
4.   Syaikh Muhammad bin Abdurrahman Ali asy-Syaikh Abu Bakar bin Salim, Mufti Republik Islam  Jazar al-Qamar.
5.   Ustadz as-Sayyid Ali bin Abdurrahman al-Hasyimy al-Hasany, Penasehat Dewan Pembina Negara Uni Emirat Arab
6.  Syaikh Imam Musa Dhaifullah, anggota Rabithah ‘Alam Islamy Makkah dan Pemuka kaum Muslimin Cad.
7.  Sayyid Abdullah Kanoun al-Hasany, Ketua Majlis Ulama Maroko dan anggota Rabithah ‘Alam Islamy .
8.   DR. Al-Husainy Hasyim, mantan Pembantu Rektor Universitas Al Azhar Kairo Mesir  dan Sekjen Lembaga Riset Ilmiyah Islamiyah Mesir.
9.   Prof. DR. Rauf Syalaby, mantan Pembantu Rektor Universitas Al Azhar Kairo Mesir.
10. Sayyid Yusuf Hasyim ar-Rifa’I, anggota Parlemen dan Menteri Negara pada Majlis Kementerian Kuwait
11.   DR. Abdul Fattah Barakah, Sekjen Lembaga Kajian Islam Mesir .
12. Syaikh Sayyid Ahmad al-‘Audh, Hakim Mahkamah Agung Sudan dan Ketua Majlis Fatwa Syar’I Sudan
13. Ulama Qismul Hadis dan Tokoh Ulama Al Azhar Kairo Mesir.
14. Sambutan atas nama para dosen Hadis Universitas Al Asyrafiyah Pakistan, Ketua Majlis Ulama Pakistan, yang ditandatangani oleh Muhammad Malik Al-Kandahlawy (Guru Besar Hadis), Muhammad Ubaidillah Al-Mufti (Rektor) dan Hamid Miyah bin Muhammad Miyah (Ketua Majlis Ulama Pakistan).
15. Rektor Universitas Al-Ulum al-Islamiyah Karachi Pakistan.
16. Sayyid Muhammad Abdul Qadir Azzad (MUI Pakistan), Nafis al-Husaini (khalifah syaikh Abdul Qadir Raibury), Muhammad Abdul Ghani (Rektor Universitas Al-Madaniyah Lahore Pakistan), dan Ali Ashghar (Khathub Punjab Pakistan).
17. Prof DR. Husnul Fatih Qaribullah (Rektor Universitas Ummu Durman Sudan).
18. Abdul Gafur ‘Athar, sastrawan terkemuka Saudi Arabia dan penerima Penghargaan Internasional Raja Faishal dalam bidang sastra.
19. Syaikh Yusuf Ahmad ash-Shiddiqy, hakim pada pengadilan banding tingkat tinggi syar’I Bahrain.
20. Atas nama para ulama Yaman yang ditandatangani oleh syaikh Asad bin Hamzah bin Abdul Qadir, Ibrahim bin Umar bin Aqil (mufti Yaman), Ahmad Dawud, Sayyid Abdul Hadi Ujail (ketua Badan Penyelamat Islam Yaman), Muhammad Hizam al-Maqramy (ketua Islamic Centre Yaman), Sayyid Muhammad bin Sulaiman (mufti), Ahmad Ali al-Washabi, Abdul Karim bin Abdullah, Husain bin Abdullah al-Washabi, Sayyid Muhammad Ali al-Bathah, Muhammad Ali Makram (mufti), dan Muhammad Ali Manshur (direktur al-Ma’had al-Islamiyah di Shan’a Yaman).
21. Syaikh Muhammad asy-Syadzili an-Naifar, dekan fakultas Syari’Allaahumma Universitas Tunisia, anggota Parlemen Tunisia, dan anggota Rabithah ‘Alam Islamy.
22. Syaikh Muhammad Fal al-Banani, sekjen Rabithah al-Islami Republik Mauritania, dan anggota Rabithah ‘Alam Islami Makkah.
23. Syaikh Muhammad Salim Adud (Abdul Wadud), mantan katua Mahkamah Tinggi Mauritania dan anggota Rabithah ‘Alam Islami Makkah.
24. Syaikh Muhammad Azizur Rahman al-Haqani al-Hazarawi, Muballigh dan Imam Masjid Ash-Shiddiq Rawalpindi Pakistan, Khalifah al-Imam al-Muhaddis Muhammad Zakaria al-Kandahlawi.
25. Syaikh Abu Zaid Ibrahim Sayyid, pemnadu bahasa arab di Mesir.
26. Syaikh Muhammad Abdul Wahid Ahmad, staf Kementerian Wakaf Mesir.
27. Syaikh Ibrahim ad-Dasuqy Mar’iy, mantan Menteri Wakaf Mesir.
28. Syaikh Husain Mahmud Mu’awwidh, tokoh Ulama al-Azhar Mesir.
29.   Syaikh Sidi al-Faruqy, ketua MUI Maroko.
30.   Syaikh Sidi Muhammad al’Araby bin al-Bahlul al-Ruhaly.
31.   Sayyid Abdullah bin Muhammad bin ash-Shiddiq al-Ghamary, pakar ilmu Hadis Maroko
32.   Sayyid Abdul ‘Aziz bin Muhammad ash-Shiddiq al-Ghamary.
33.   Sayyid Muhammad bin Ali al-Habsyi,  ketua Islamic Centre Jakarta Indonesia.
34.   Al-Habib Abdul Qadir Assegaf, Imam Besar dan Syaikhul ulama’ di Hadhramaut Yaman

“… Buku yang ada di hadapan kita ini merupakan kumpulan dari 10 buku yang ditulis oleh DR. Muhammad Alawi al-Maliki al-Hasani, yang kemudian dijadikan menjadi satu buku. Seluruh isinya, Alhamdulillah, penuh dengan mutiara ilmu yang bermanfaat, pandangan yang lurus dan pemikiran yang tajam. Semoga buku ini bermanfaat. Buku yang kemudian diberi judul Mafahim Yajibu an Tushahhahahu  ini secara jelas dan gamblang menjelaskan beberapa persoalan dan pemahaman keagamaan yang diyakini kebenarannya oleh segelintir orang dan disangakanya bahwa mengingkari pemahaman tersebut adalah suatu kebatilan. Penulis buku ini, berdasarkan kebenaran ilmu yang beliau miliki, berusaha untuk mengoreksi faham atau pemahaman yang menyimpang tersebut, kemudian berusaha untuk meluruskannya kepada suatu pemahaman yang benar.”  (Prof. DR. Muhammad at-Thayyib an-Najjar, Rektor Universitas Al Azhar Kairo Mesir).
“ … Setelah kami telaah seluruh isi buku Mafahim Yajibu an Tushahhahahu ini, kami dapat menyimpulkan bahwa isinya sesuai dengan apa yang diajarkanoleh para ulama Ahlussunnah wal Jamaah , baik ulama salaf maupun khalaf. Penulis telah menyelesaikan penulisan buku ini dengan baik, disertai dalil-dalil Al Qur’an dan Hadis Nabi. Kami berharap kepada Allah swt, semoga kaum muslimin bersatu padu dan satu kata  di atas suatu kebenaran yang jelas. Kami siap bersama penulis buku ini untuk mengajak kaum muslimin ke jalan Allah swt dan menjadi penolong ahli kebenaran, yakni penolong golongan Ahlussunnah wal Jama’Allaahumma. …”  (Sayyid Muhammad Abdul Qadir, ketua MUI Pakistan).



E.  SAMBUTAN ULAMA MAJLIS QISMUL HADIS UNIVERSITAS AL AZHAR

 Alhamdulillahi rabbil ‘alamin. Wash-shalatu wassalamu ‘ala asyrafil mursalin, Sayyidina Muhammadin wa ‘ala alihi wa shahbihi ajma’in.
Selanjutnya,
Sambutan ini merupakan penjelasan dan pernyataan para ulama Majlis Qismul Hadis an- Nabawy Universitas Al Azhar asy-Syarif  di Kairo Mesir, berkaitan dengan terbitnya buku Hiwaru Ma’al Maliky (Perdebatan bersama Al-Maliky) sebagai tandingan dari buku Mafahim Yajibu an Tushahhahahu. Buku yang pertama di atas secara ringkas berisi  sanggahan dan gugatan terhadap kebenaran yang ada di dalam buku yang kedua, yang diuraikan dengan metode dialog atau debat dalam bentuk buku.
Kami telah yakin bahwa kerajaan Saudi Arabia merupakan pusat ilmu keislaman, tempat turunnya wahyu, dan kami mengakui Pemerintah dan keluarga Sa’ud sebagai golongan orang yang beriman, ikhlas, pembela dan penyebar Islam, serta pelayan dua kota suci  Makkah dan Madinah.
Sewaktu menziarahi kota Makkah dan memasuki lokasi Masjidil Haram melalui pintu Babussalam, kami dan para ulama menyaksikan seorang ulama besar ahli hadis, yakni DR. as-Sayyid Muhammad ‘Alawi al-Maliky al-Hasany, telah mengabdikan diri sepenuhnya untuk menyebarkan ilmu hadis seperti yang pernah dilakukan oleh ayahnya. Keluarga al-Maliky ini memliki keutamaan, keistimewaan dan kekhasan dalam meriwayatkan hadis Nabi, yakni dengan metode Mushafahah (pengajaran Hadis secara langsung dari mulut ke mulut) mulai darinya, dari ayahnya. dari guru-guru ayahnya, dan seterusnya sampai kepada Rasulullah saw. Karya-karya beliau tidak terhitung jumlahnya, serta para murid dan simpatisannya pun tersebar di berbagai penjuru dunia Islam.
DR. as-Sayyid Muhammad Alawi al-Maliki adalah seorang ulama kaliber internasional yang senantiasa berdakwah, sekaligus seorang tokoh yang ikut serta dalam mendorong kebangkitan kebudayaan dan kejayaan Islam, serta seorang Imam besar bidang Hadis Nabi yang sangat alim lagi ikhlas. Sayang sekali jika masih ada sekelompok orang yang mengotori beliau, menuduhnya tidak benar, dan yang sangat berbahaya adalah bahwa mereka berani mencoba menghentikan langkahnya, membungkam pendapat-pendapatnya dan menuduhnya kafir atau keluar dari Islam. Padahal pendapat-pendapat beliau tidak jauh berbeda dengan pendapat para ulama terkemuka jaman dahulu, seperti imam as-Suyuti, Ibnu Hajar, as-Subki dan ulama lainnya. Sekiranya mereka mau menyelami dan menengok buku-buku literatur (buku rujukan) yang beliau jadikan sebagai landasan berfikirnya, tentu mereka akan mengakui kebenaran pendapat-pendapatnya, dan bahwa apa yang dikatakannya itu selalu bermuara pada Hadis-hadis Nabi, sebagaimana yang dilakukan oleh para ulama pada umumnya. Adapun beberapa pendapat yang mereka rekayasa sebagai pendapat beliau adalah suatu fitnah, bukan pendapat beliau yang sesungguhnya. Mereka hanya menjadikannya sebagai landasan tuduhan untuk mengkafirkan beliau. Na’udzu billahi min dzalik. Mata dan hati mereka benar-benar telah buta.
Kami membaca seluruh karya Al-Maliky dan kami tidak menemukan satu pun pendapat beliau yang menyimpang, sebagaimana yang dituduhkan pengarang buku Hiwar Ma’al Maliki , melainkan suatu ilmu yang sangat bermanfaat dan suatu petunjuk yang lurus. Asya-Syaikh as-Sayyid Muhammad ‘Alawi al-Maliki adalah seorang ‘alim yang menguasai secara mendalam dan benar tentang ilmu Hadis Nabawi dan telah mendapatkan gelar akademis tertinggi “Doktor” dari Universitas Al Azhar Kairo Mesir dengan predikat sangat memuaskan, “Cumlaude”. Beliau berhasil menulis beberapa buku karangan di bidang ilmu Hadis Nabawi, at-Tasyri’, dan sejarah hidup Rasulullah saw. Para santri beliau dan para mahasiswanya tersebar di setiap penjuru dunia. Kami telah melakukan kajian terhadap karya-karya beliau, menyimak dan meneliti semua hadis beserta argumentasi beliau, serta menyaksikan sendiri prilakunya, ketekunan shalatnya, dan sumbangsihnya di setiap majlis ilmiahnya, sehingga kami berkesimpulan bahwa beliau benar-benar seorang ulama yang tekun membina para santrinya untuk menguasai berbagai ilmu dan mengamalkannya, dan seorang penulis buku-buku ilmiah diniah yang cukup produktif, yang kesemuanya itu beliau jalani dengan penuh amanah. Beliau benar-benar seorang ulama besar yang menjadi kebanggaan kerajaan Saudi Arabia, kebanggaan setiap orang islam, bahkan kebanggaan seluruh ulama.
Kami sarankan kepada pengarang buku Hiwar Ma’al Maliki dan mereka yang sehaluan dengannya, agar segera bertaubat, karena mereka telah berdosa besar akibat tuduhan kufur dan syirik yang mereka lontarkan kepada beliau. Sementara tuduhan kufur dan syirik kepada sesama saudara muslim adalah sangat dilarang oleh Islam itu sendiri, disebabkan persoalan keimaan adalah persoalan hati, sementara hanya Allah saja yang mengetahui isi hati seseorang. Rasulullah saw sangat marah kepada sahabat Usamah bin Zaid yang terlanjur membunuh musuh yang sudah mengucapkan  syahadat, walaupun dia beralasan bahwa musuh tersebut mengucapkannya adalah demi membela diri. Namun beliau saw tidak menerima lasannya dan balik bertanya, “Apakah kamu sudah membelah dadanya ?”.
Allah berfirman dalam QS An-Nisa’, [ 4 ] : 94,

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِذَا ضَرَبْتُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَتَبَيَّنُوا وَلَا تَقُولُوا لِمَنْ أَلْقَى إِلَيْكُمُ السَّلَامَ لَسْتَ مُؤْمِنًا تَبْتَغُونَ عَرَضَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا فَعِنْدَ اللَّهِ مَغَانِمُ كَثِيرَةٌ
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu pergi (berperang) di jalan Allah, maka telitilah dan janganlah kamu mengatakan kepada orang yang mengucapkan "salam" kepadamu: "Kamu bukan seorang mu'min" (lalu kamu membunuhnya), dengan maksud mencari harta benda kehidupan di dunia, karena di sisi Allah ada harta yang banyak.”  
Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa yang mengatakan kepada saudaranya, “Hai si Kafir”, maka kata itu pasti jatuh pada salah satu dari keduanya”. Di dalam riwayat selainnya Beliau saw bersabda, “Barangsiapa yang menuduh kafir atau mengatakannya sebagai musuh Allah, padahal perkataan yang demikian itu, maka tuduhannya akan kembali kepada orang yang mengucapkannya”  (HR Muslim).
Demikianlah ketentuan Islam. Kemudian, atas dasar apa  penulis buku Hiwar Ma’al Maliki dan kawan-kawannya melontarkan tuduhan yang penuh fitnah dan melampaui batas tersebut ?! Sesungguhnya Allah swt tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. Dan dasar apa lagi yang mereka jadikan landasan untuk mengkafirkan beliau yang terhormat, DR Muhammad ‘Alwi al-Maliki, yang sudah diakui kealimannya, dan sudah banyak buku-buku karangan beliau yang tersebar ke berbagai penjuru dunia ?!
Subhanaka, hadza buhtanun ‘azhim, Maha Suci Engkau, Ya Allah. Ini benar-benar kebohongan besar. Kami bersaksi bahwa mereka benar-benar telah melakukan kesalahan yang cukup fatal lagi keji. Kami menyarankan kepada mereka agar segera bertaubat kepada Allah swt dan memperbaharui lagi ucapan syahadat-nya.
Buku Hiwar Ma’al Maliki yang ditulis oleh Ibnu Muni’ berisi penghinaan dan kebohongan terhadap pribadi DR as-Sayyid Muhammad ‘Alwi al-Maliki beserta keilmuan dan nasab keturunan beliau. Hal ini mengakibatkan pengarangnya jatuh ke dalam larangan Rasulullah saw, “Menghina orang Islam adalah fasik dan membunuh/memeranginya (hukumnya) adalah kufur”.
 Menurut pandangan kami, selaku ulama alumnus Al Azhar, bahwa buku Hiwar Ma’al Maliki dan sejenisnya tidak pantas dibaca seorang muslim, karena isinya berusaha memecah belah persatuan dan kesatuan umat Islam beserta para ulamanya, membantu suksesnya rencana jahat gerakan kaum zionis Ash-Shuhyuniyah (“Fremasonry”), gerakan komunisme internasional dan musuh-musuh Islam lainnya. Hal ini jelas sangat berbahaya terhadap kelangsungan dakwah islamiyah.
Dalam beberapa kitab fiqih, madzhab, tafsir dan syarah-syarah Hadis Nabawi, kita saksikan adanya perbedaan-perbedaan pendapat di kalangan para ulama. Masing-masing madzhab dan aliran pemikiran mereka memiliki ciri khas, metode atau sistim berfikir dan argumentasinya masing-masing. Namun mereka tidak sampai saling kafir mengkafirkan antara satu dengan lainnya. Berbeda dengan buku Hiwar Ma’al Maliki, di dalam setiap uraiannya, nampak tersembunyi missi yang dijejalkan oleh gerakan zionis internasional Freemasonry, kaum komunis atheistis, dan para musuh Islam lainnya kepada pengarang buku tersebut, dengan tujuan akhir untuk memecah belah persatuan dan kesatuan kaum muslimin dari dalam melalui cara mempertentangkan antara ulama satu dengan lainnya.  Hal ini mengingatkan kita pada taktik dan strategi Devide et Empire. Dengan begitu, maka agama Islam dan kebudayaannya akan mudah dihancurkan.
Gerakan sekularisme yang didukung oleh komunisme berusaha keras memisahkan antara agama dengan kehidupan manusia, karena agama dipandang tidak bermanfaat bagi manusia. Di antara caranya adalah memisahkan kegiatan keagamaan dari aktifitas kenegaraan, dengan cara demikian, maka kaum muslimin khususnya, akan meragukan agamanya sendiri. Ini hanya akan terwujud jika kaum muslimin sudah berani meragukan dan tidak percaya lagi kepada para ulama dan muballighnya. Dengan demikian, maka apa saja yang dikatakan dan diajarkan para ulama tentu tidak dipercayai dan tidak diterima kaum muslimin. Jika sudah begitu kondisinya, maka berarti apa yang dikehendaki para musuh Islam benar-benar telah tercapai. Buku Hiwar Ma’al Maliki , nampaknya membawa missi menumbuhsuburkan ketidakpercayaan kaum muslimin kepada para ulamanya. Yang perlu direnungkan oleh pengarang buku tersebut dan semisalnya adalah, “Apakah Anda tetap setia membantu para musuh Islam yang berusaha menusuk dan menghabisi para ulama ?!  Ataukah Anda ingin bersama-sama kaum muslimin untuk memerangi para musuh Islam yang ingin memadamkan aqidah islamiyah tersebut, khususnya memerangi gerakan zionis Freemasonry, atheisme, bahaiisme, qadhiyanisme (Ahmadiyah aliran qadhian), komunisme, sekulerisme dan isme-isme lainnya !. Menjaga persatuan kaum muslimin merupakan kewajiban suci. Setiap tindakan yang mengarah kepada usaha pemecahbelahan kaum muslimin harus dihentikan.
Buku Hiwar Ma’al Maliki isinya diwarnai dengan cacian, pencemaran nama baik, fitnahan dan pelecehan yang sebenarnya tidak sesuai dengan fakta. Karenanya, pengarangnya perlu dihukum sesuai dengan aturan hukum Islam yang berlaku, yakni cambukan sebanyak 80 kali dan tidak diterima persaksiannya. Kami berharap kepada para ulama Islam di seluruh dunia Islam pada umumya, dan di kerajaan Saudi Arabia pada khususnya, agar segera menghentikan setiap usaha pemecahbelahan kaum muslimin. Apalagi kami telah mengakui kerajaan Saudi Arabia sebagai Negara Pelindung Agama Islam, pusat dan sumber ilmu-ilmu keislaman, tempat turunnya wahyu, dan pusat pertemuan pemikiran keislaman yang bertujuan untuk mempersatukan kaum muslimin, bukan untuk memecah belah mereka.
Kami selaku para ulama sangat berharap kepada Yang Mulia Raja Fahd bin Abdul Aziz dan seluruh staf pemerintahannya agar menindak tegas orang-orang yang berusaha merusak persatuan dan kesatuan umat Islam dengan para ulamanya. Dan kami juga berharap kiranya  berkenan mengijinkan seorang ulama besar, ahli hadis, yang terhormat as-Sayyid Muhammad bin Alwi Al-Maliki Al-Hasani untuk berkumpul kembali dengan para santri dan simpatisannya di Masjidil Haram, sehingga ilmu beliau semakin bermanfaat.
Semoga shalawat dan salam Allah senantiasa dihaturkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad saw, beserta seluruh keluarga dan sahabat beliau.

Atas Nama Para Ulama Majlis Qismul Hadis  Universitas Al Azhar Kairo Dan Para Tokoh Ulama Alumni Universitas Al Azhar,
1.DR. Ahmad Umar Hasyim, mantan Ketua Majlis Qismul Hadis dan  Dekan Fakultas Ushuluddin Universitas Al Azhar
2. Syaikh Muhammad As-Sanrawi, Penguji/Promotor pertama Al Azhar
3. DR. Abdul Ghani Al-Rajihi, Guru Besar Pascasarjana Universitas Al Azhar Kairo Mesir.